Wednesday, 2 February 2011
Musim Gugur Rezim Kebohongan, Oleh Adhie M. Massardi
MUSIM gugur bagi rezim kebohongan telah tiba. Dimulai dari al-Jamhuriyyah at-Tunisiyyah, negeri Arab Muslim di Afrika Utara yang dalam berita disebut Tunisia. Akhir Januari lalu, dengan sangat heroik dan semangat al`amru bil-ma'ruf wannahyu'anil-mun'kar yang menyala-nyala, rakyat Tunisia berhasil menggebah “bapak kebohongan” Zine Al Abidine Ben Ali yang berkuasa penuh di negeri itu sejak 1987.
Beberapa negara tetangganya, seperti Lybia, Jordania, Aljazair serta Mesir, yang juga dibangun dengan kebohongan politik, sedang dalam proses pengguguran. Karena gincu pencitraan yang dipoleskan pada wajah pemerintahnya, telah luntur akibat derasnya airmata rakyat yang mengucur.
Rakyat Mesir tak mau kalah dengan rakyat Tunisia dalam mengakhiri rezim kebohongan. Meskipun cukup alot dan sudah menelan korban jiwa ratusan demonstran, mereka tetap semangat menggempur rezim Hosni Mubarak, “bapak kebohongan” Mesir yang berkuasa sejak 1981.
Banyak orang yakin, membangun kekuasaan lewat pemilu palsu yang ditaburi uang hasil rampokan dari negara, ibarat membangun “istana pasir”. Sehingga sedikit saja kena guncangan, istana bisa lekas tumbang. Lalu, lazimnya penguasa korup yang banyak menabur kebohongan, begitu istananya runtuh, mereka ngacir ke luar negeri dengan membawa harta jarahan.
Di tengah berita “badai gurun pasir” yang melanda kawasan Mesir dan sekitarnya, muncul pertanyaan menggoda di masyarakat: “Apakah kejadian di Mesir akan menular ke Indonesia?”
Pertanyaan ini muncul karena di negeri kita rakyatnya juga sedang gundah menghadapi kebohongan demi kebohongan yang dilakukan para penyelenggara negara. Bahkan para pemuka agama secara terbuka dan lantang telah mengumandangkan “kebohongan pemerintahan Yudhoyono”.
Lebih dari itu, memang ada hubungan batin yang khusus antara Indonesia dan Mesir. Tokoh-tokoh Islam Mesir, seperti Sayyid Jamal Al-Din Al-Afghani dan muridnya Muhammad Abduh, memberikan banyak inspirasi pada para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia.
Bahkan Imam Hasan Al-Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin (Persaudaraan Islam), secara fisik turut ambil bagian dalam proses kemerdekaan RI. Karena berkat tekanan para ikhwan yang dipimpinnya, Mesir menjadi negara asing pertama yang mengakui eksistensi kemerdekaan negara kita, 22 Maret 1946. Setelah itu, negara-negara di jazirah Arab mengakui kedaulatan RI.
Sebagai imbalannya, keberhasilan rakyat Indonesia yang mayoritas Muslim mengusir penjajah menjadi inspirasi rakyat di Timur Tengah menumbangkan penguasa “kafir” yang sudah bercokol lama di sana. Dan Mesir akhirnya berhasil memerdekakan diri pada 18 Juni 1953, delapan tahun setelah kita merdeka.
Beberapa negara tetangganya, seperti Lybia, Jordania, Aljazair serta Mesir, yang juga dibangun dengan kebohongan politik, sedang dalam proses pengguguran. Karena gincu pencitraan yang dipoleskan pada wajah pemerintahnya, telah luntur akibat derasnya airmata rakyat yang mengucur.
Rakyat Mesir tak mau kalah dengan rakyat Tunisia dalam mengakhiri rezim kebohongan. Meskipun cukup alot dan sudah menelan korban jiwa ratusan demonstran, mereka tetap semangat menggempur rezim Hosni Mubarak, “bapak kebohongan” Mesir yang berkuasa sejak 1981.
Banyak orang yakin, membangun kekuasaan lewat pemilu palsu yang ditaburi uang hasil rampokan dari negara, ibarat membangun “istana pasir”. Sehingga sedikit saja kena guncangan, istana bisa lekas tumbang. Lalu, lazimnya penguasa korup yang banyak menabur kebohongan, begitu istananya runtuh, mereka ngacir ke luar negeri dengan membawa harta jarahan.
Di tengah berita “badai gurun pasir” yang melanda kawasan Mesir dan sekitarnya, muncul pertanyaan menggoda di masyarakat: “Apakah kejadian di Mesir akan menular ke Indonesia?”
Pertanyaan ini muncul karena di negeri kita rakyatnya juga sedang gundah menghadapi kebohongan demi kebohongan yang dilakukan para penyelenggara negara. Bahkan para pemuka agama secara terbuka dan lantang telah mengumandangkan “kebohongan pemerintahan Yudhoyono”.
Lebih dari itu, memang ada hubungan batin yang khusus antara Indonesia dan Mesir. Tokoh-tokoh Islam Mesir, seperti Sayyid Jamal Al-Din Al-Afghani dan muridnya Muhammad Abduh, memberikan banyak inspirasi pada para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia.
Bahkan Imam Hasan Al-Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin (Persaudaraan Islam), secara fisik turut ambil bagian dalam proses kemerdekaan RI. Karena berkat tekanan para ikhwan yang dipimpinnya, Mesir menjadi negara asing pertama yang mengakui eksistensi kemerdekaan negara kita, 22 Maret 1946. Setelah itu, negara-negara di jazirah Arab mengakui kedaulatan RI.
Sebagai imbalannya, keberhasilan rakyat Indonesia yang mayoritas Muslim mengusir penjajah menjadi inspirasi rakyat di Timur Tengah menumbangkan penguasa “kafir” yang sudah bercokol lama di sana. Dan Mesir akhirnya berhasil memerdekakan diri pada 18 Juni 1953, delapan tahun setelah kita merdeka.