Thursday, 10 January 2013
JANGAN-JANGAN LARANGAN NGANGKANG BONCENG MOTOR ADA HUBUNGANNYA DENGAN PRIA INI. SUDAHKAH "Snouck Hurgronje" MENYUSUP KEMBALI KE ACEH?
Mungkinkah Pria di atas sudah kembali Ke Aceh, sehingga menjatuhkan nama Islam. Kupikir islam tidak melarang hal seperti itu. Aisyah isteri Rasulullah juga sering naik kuda. Apakah naik kuda itu tidak ngangkang?
Perlu diketahui bahwa bonceng motor kalau tidak ngangkang sangat rawan jatuh (kecelakaan), apalagi bagi yang tidak biasa. Kalau aturan ini dirasa banyak mudhorotnya sebagaiknya Menteri Dalam Negeri mengkaji ulang aturan ini, untuk kemudian membatalkannya.
Aya aya wae aturan ini hehehehe.......
Ini baru namanya bonceng ngangkang. hehehe.....
Primus Yustisio Diperiksa KPK dalam Kasus Hambalang. Politikus PAN itu diperiksa sebagai saksi untuk Andi Mallarangeng
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak terkait penyidikan kasus korupsi proyek pengadaan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Hari ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap anggota Komisi X DPR, Primus Yustisio. Politikus Partai Amanat Nasional itu akan diperiksa sebagai saksi bagi tersangka Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora, Deddy Kusdinar, dan mantan Menpora, Andi A. Mallarangeng.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi DK dan AAM," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha, di kantornya, Kamis, 10 Januari 2013.
Juru Bicara KPK, Johan Budi SP, mengatakan, pemanggilan Primus dalam kapasitasnya sebagai anggota Komisi X DPR yang merupakan mitra Kemenpora. "Kami ingin memperoleh informasi proses penganggaran proyek Hambalang," ujar Johan, Kamis kemarin.
Selain Primus, KPK juga memeriksa Direktur Operasional PT Methapora Solusi Global, Asep Wibowo, Direktur PT Galerie Ide, Ida Farida dan Rima Nurzaki dari pihak swasta. Priharsa mengatakan mereka juga akan diperiksa sebagai saksi bagi tersangka Deddy Kusdinar dan Andi Mallarangeng.
Sebelumnya, KPK telah memanggil mantan anggota Komisi X, I Gede Pasek, sebagai saksi bagi tersangka Deddy Kusdinar dan Andi Mallarangeng.
Menurut Pasek, pembahasan anggaran proyek Hambalang dibahas secara resmi di Komisi X DPR. Dalam pembahasan itu, kata Pasek, dihadiri oleh seluruh anggota fraksi. "Sehingga tidak bisa semuanya tiba-tiba cuci tangan, diserahkan pada satu orang saja (Fraksi Demokrat)," ujar Pasek.
Bahkan, sebelum pembahasan anggaran proyek Hambalang itu dilakukan, terjadi surat menyurat antara Sesmenpora Wafid Muharram dengan Wakil Ketua Komisi X, Rully Chairul Azwar.
"Agar clear jangan sampai publik mengatakan ini seperti bancakan Demokrat saja. Padahal faktanya bertentangan sekali. Faktanya ini dibahas resmi di DPR, diikuti semua fraksi," terangnya.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua tersangka, yakni Kabiro Perencanaan Keuangan dan Rumah Tangga Deddy Kusdinar dan mantan Menpora Andi Mallarangeng.
Keduanya disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
PP Tembakau Disahkan, Siapa Merugi?. Kemasan rokok berisi 12 dan 16 batang akan dihapus
Pemerintah akhirnya mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tembakau, yang sebelumnya dijadwalkan disahkan pada 14 Juli 2012 lalu.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono resmi menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan pada 24 Desember 2012.
Pengesahan ini dilakukan tanpa banyak publikasi, mungkin karena sebelumnya menuai protes. PP tersebut, mulai Selasa 8 Januari 2013 telah dipublikasikan melalui laman setneg.go.id.
Perjalanan PP ini sejak satu tahun lalu tergolong cukup lambat karena banyaknya pro dan kontra di masyarakat. Salah satunya, pengesahan PP itu dinilai akan berimbas pada puluhan juta petani, buruh, dan para pemangku kepentingan di industri hasil tembakau.
Di sisi lain, dengan disahkannya PP Tembakau ini, aturan yang tegas untuk pengendalian rokok sudah mulai diberlakukan.
Berikut aturan yang dimuat dalam PP Tembakau itu, seperti larangan kepada produsen untuk memproduksi rokok putih dalam kemasan dengan jumlah kurang dari 20 batang.
Hal ini dilakukan untuk mempertinggi harga rokok per kemasan. Dengan kondisi ini, diharapkan konsumen akan semakin sulit menjangkau pembelian rokok karena kemasan rokok berisi 12 dan 16 batang yang banyak beredar di pasaran akan dihapus.
Dalam PP ini juga menegaskan bagi produsen rokok untuk menyertakan peringatan kesehatan baik gambar maupun tulisan. Keduanya dicantumkan pada bagian atas kemasan, sisi lebar bagian depan dan belakang, masing-masing seluas 40 persen.
Tulisan diawali kata "Peringatan" menggunakan huruf berwarna putih dengan dasar hitam, harus dicetak dengan jelas dan mencolok, baik sebagian atau seluruhnya. Gambarnya pun harus dicetak warna. Namun, aturan ini tidak berlaku bagi rokok klobot, rokok klembak menyan, dan cerutu kemasan batangan.
Produsen juga wajib mencantumkan pernyataan, "Dilarang menjual atau memberi kepada anak berusia di bawah 18 tahun dan perempuan hamil".
Pada samping sisi lain kemasan produk, harus terdapat pernyataan, "Tidak ada batas aman" dan "Mengandung lebih dari 4000 zat kimia berbahaya serta lebih dari 43 zat penyebab kanker".
Tak hanya itu, produsen dilarang mencantumkan kata “Light”, “Ultra Light”, “Mild”, “Extra Mild”, “Low Tar”, “Slim”, “Special”, “Full Flavour”, “Premium” atau kata lain yang mengindikasikan kualitas, superioritas, rasa aman, dan pencitraan pada produk. Tata cara pembuatan iklan rokok pun diatur dalam PP ini.
Tanggapan Pengusaha
Manager Corporate Communications PT HM Sampoerna Tbk, Maureen Slat berpendapat, secara konsisten perseroan mendukung regulasi tembakau yang berimbang dan efektif, di mana mencakup larangan penjualan kepada anak-anak guna menanggapi keprihatinan dan kekhawatiran masyarakat tentang merokok.
Sekaligus, tambah dia, juga mempertimbangkan stabilitas dan kelangsungan industri tembakau yang merupakan tumpuan bagi jutaan orang yang bergantung pada sektor ini sebagai mata pencaharian mereka.
"Kami mendukung dan sangat setuju dengan adanya larangan penjualan kepada anak (di bawah 18 tahun) dalam peraturan tersebut. Namun, saat ini kami sedang dalam proses mempelajari ketentuan-ketentuan dalam PP tersebut. Untuk itu, kami belum dapat memberikan komentar lebih lanjut," ujarnya kepada VIVAnews di Jakarta, Rabu 9 Januari 2013.
Sofjan Wanandi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia sependapat. Menurutnya, sebagai pengusaha tentunya mendukung peraturan yang ditetapkan pemerintah. Namun, diharapkan peraturan itu tidak memunculkan kerugian setelah ditetapkan di lapangan.
"Kita sih oke-oke saja dengan aturan itu, terutama yang menyangkut larangan penjualan rokok terhadap anak-anak. Tapi di lain pihak, juga mesti dipertimbangkan juga pendapatan para produsennya, jangan hanya menarik pajaknya saja," kata dia kepada VIVAnews di tempat terpisah.
Sofjan mengaku bahwa dirinya belum mengetahui lebih dalam mengenai aturan yang ditetapkan dalam PP Tembakau tersebut. Namun, ia berharap agar peraturan itu tidak merugikan salah satu pihak dari ketiga pihak yang dituju yaitu produsen, konsumen, dan pemerintah. "Ya, jangan sampai juga merugikan pengusaha yang memiliki ribuan karyawan," tegasnya.
Belum Terlambat Sosialisasi
Sementara itu, Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi, mengatakan bahwa dalam waktu dekat pemerintah segera mensosialisasikan PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Menurutnya, langkah sosialisasi ini belum terlambat.
"PP baru turun minggu yang lalu. Sekarang kami sedang menyusun rencana sosialisasi secara luas dan sistematis dengan melibatkan semua stakeholders," kata dia melalui pesan singkat kepada VIVAnews, Rabu.
Ia pun membantah tudingan beberapa kalangan yang menyebutkan pemerintah secara sengaja menutupi pengesahan PP ini. Mengingat banyak pro dan kontra dalam perjalanan RPP Tembakau hingga disahkan menjadi PP selama satu tahun belakangan ini. "Sama sekali tidak. Memang, PP baru jadi dan rencana sosialisasi baru disusun minggu depan," tegasnya.
Seperti diketahui sebelumnya, sejumlah aksi unjuk rasa menolak pengesahan RPP Tembakau mewarnai perjalanan peraturan ini hingga akhirnya disahkan menjadi PP.
Koalisi Nasional Penyelamat Kretek (KNPK) menilai, RPP Tembakau sebagai peraturan pelaksanaan UU 36/2009 tentang kesehatan, sangat jauh dari rasa keadilan dan dapat merugikan kehidupan kaum tani dan kelas buruh. Lengkapnya, buka tautan di sini.
Petani tembakau yang menolak RPP tersebut melakukan aksi di beberapa kantor pemerintahan di Jakarta, di antaranya di Kementerian Kesehatan, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), dan Tugu Monumen Nasional.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indo Barometer, M. Qodari : Jokowi Berpeluang Maju Pilpres 2014
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (51) yang hobi blusukan ke masyarakat dinilai bekerja sangat cepat tak sampai 100 hari pertama kerjanya. Kalau Jokowi bisa konsisten mengubah Jakarta, bukan tidak mungkin dua tahun ke depan Jokowi bisa diajukan ke kancah Pilpres.
"Peluang itu akan terbuka jika prestasi Jokowi di DKI sampai pertengahan Mei 2014 luar biasa sehingga elite dan media tertarik. Di sisi lain elektabilitas Jokowi naik tinggi sehingga dinilai berpeluang untuk menang kompetisi Pilpres," kata pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indo Barometer, M Qodari,(10/1/2013).
Jika popularitas Jokowi naik signifikan, bukan mustahil politikus muda yang mengawali karier dari jabatan Walikota Solo kemudian sukses di DKI 1 ini melangkah ke Pilpres untuk memperebutkan kursi RI 1. Parpol tentu akan berpikir realistis, mengusung capres yang populer dan merakyat jelas mendongkrak elektabilitas mereka di Pemilu 2014.
"Pada saat itu kemungkinan akan ada partai yang tertarik mencalonkan Jokowi," katanya.
Apalagi saat ini belum ada kandidat capres yang cukup kuat. Masih banyak juga parpol besar yang belum menentukan siapa bakal capresnya.
"Terutama partai yang belum punya tokoh internal yang kuat untuk menang Pilpres," tandasnya.
Mobil Dinas Wilayah Ini Dilarang Isi BBM Premium. Aturan ini tertuang dalam Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2013
Aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 tahun 2013 ini menyatakan, kendaaraan dinas DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali dilarang menggunakan BBM jenis premium.
Sedangkan kendaraan dinas provinsi-provinsi di pulau Sumatera dan Kalimantan per 1 Februari 2013 dilarang menggunakan BBM premium. Sedangkan kendaraan dinas di Sulawesi mulai dilarang mengkonsumsi BBM jenis premium per 1 Juli 2013.
Kementerian ESDM juga melarang mobil barang dengan jumlah roda lebih dari empat untuk pertambangan, perkebunan dan hasil hutan mengkonsumsi solar di wilayah-wilayah tertentu per 1 Maret 2013.
Untuk wilayah provinsi DKI Jakarta, kota dan kabupaten Bogor, kota Depok, kota dan Kabupaten Tangerang, kota Tangerang Selatan, kota dan kabupaten Bekasi dilarang menggunakan Solar per 1 Februari 2013. Sedangkan provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali per 1 Maret 2013.
Sedangkan mobil barang untuk usaha perkebunan rakyat kurang dari 25 hektar, pertambangan rakyat, komoditas batuan dan hutan rakyat masih diperbolehkan mengkonsumsi solar. Di sektor transportasi laut, kapal barang non perintis dan non pelayaran rakyat juga dilarang menggunakan BBM solar.
Berbagai sektor yang dilarang wajib menyediakan tempat penyimpanan BBM dengan bekerjasama dengan badan usaha pemegang izin usaha niaga umum BBM.
Di Kalimantan Timur, SMA RSBI Gratis. Dan kini, setelah RSBI dibubarkan, apa yang akan dilakukan Kaltim?
Tak semua sekolah berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional mahal. Di Kalimantan Timur, pemerintah provinsi menetapkan SMA 10 Melati yang berstatus RSBI ditanggung sepenuhnya oleh anggaran daerah.
Hal itu ditegaskan oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kaltim Musyahrim. Musyahrim menuturkan kepada VIVAnews, Rabu 9 Januari 2013, RSBI itu merupakan program terpusat. Di Kaltim, memang belum ada sekolah yang mencapai syarat Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).
"Semuanya masih RSBI, atau masih rintisan. Ada beberapa level yang harus dilalui untuk menuju RSBI. Di Kaltim belum ada yang sampai ke SBI," kata dia.
Musyahrim menjelaskan, di Kaltim, RSBI benar-benar diniatkan untuk membentuk generasi yang benar-benar berkualitas. Dia mencontohkan, salah satu sekolah yang pengawasannya langsung di bawah Disdik Provinsi adalah SMA 10 Melati. Di sana, sistem seleksi untuk masuk ke sekolah itu sangat ketat. Semua pelajar dari seluruh wilayah Kaltim datang untuk mengikuti seleksi. Begitu mereka dipastikan masuk, maka seluruh biaya pendidikan akan digratiskan tapi syaratnya siswa harus mengikuti syarat dan ketentuan yang telah dibuat.
"Kami juga terus secara berkala melakukan sertifikasi terhadap para pengajarnya. Satu per satu guru di sana kami sekolahkan hingga minimal mereka mencapai taraf strata 2," tuturnya.
Di seluruh kabupaten/ kota di Kalimantan Timur, minimal ada masing-masing satu sekolah dari dasar sampai menengah atas yang berstatus RSBI. Setelah Undang-undang Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 disahkan, Gubernur Awang Faroek Ishak langsung meresponsnya dengan meminta seluruh daerah untuk membuat RSBI. Dia meminta, minimal di setiap daerah ada 1 sekolah RSBI di setiap jenjang pendidikan mulai dari SD hingga SMA.
Dan kini, Musyahrim menyatakan, meski Mahkamah Konstitusi menyatakan membubarkan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), dia menjamin program yang disusun oleh pemerintah tak akan berantakan. Dinas Pendidikan (Disdik) Kaltim menjamin bahwa sekolah unggulan yang menerapkan program RSBI akan tetap menjadi rujukan sekolah bermutu.
"Kami pasti akan mengikuti perintah MK itu. Namun, saya jamin, mutu pendidikan di sekolah yang sebelumnya berlabel RSBI tak akan menurun. Program yang sudah berjalan akan terus digenjot demi perbaikan taraf pendidikan," katanya.
RSBI Dihapus, Pendidikan Berkualitas Semakin Murah?. Sempat menimbulkan polemik, RSBI akhirnya dibubarkan MK
Polemik penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) telah berakhir. Mahkamah Konstitusi telah membatalkan pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal (UU Sisdiknas) yang menjadi dasar pelaksanaan RSBI.
"Menyatakan Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat," kata Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, saat membacakan putusan sidang uji materi di Gedung MK, Jakarta, Selasa 8 Januari 2013.
Menurut Hakim Konstitusi, Akil Mochtar, dengan dibatalkannya pasal tersebut, maka RSBI harus dibubarkan. "RSBI yang sudah ada kembali menjadi sekolah biasa. Pungutan yang sebelumnya ada di RSBI juga harus dibatalkan," kata Akil saat memutuskan perkara yang diajukan oleh Komite Anti Komersialisasi Pendidikan (KAKP) ini.
Mahkamah menilai RSBI membuka potensi lahirnya diskriminasi, dan menyebabkan terjadinya kastanisasi (penggolongan) dalam bidang pendidikan. "Hanya siswa dari keluarga kaya atau mampu yang mendapatkan kesempatan sekolah di RSBI atau SBI. Sedangkan siswa dari keluarga sederhana atau tidak mampu (miskin) hanya memiliki kesempatan diterima di sekolah umum (sekolah miskin). Selain itu muncul pula kasta dalam sekolah seperti yaitu SBI, RSBI dan Sekolah Reguler," kata Akil.
Mahkamah juga berpendapat bahwa penekanan bahasa Inggris untuk siswa di RSBI merupakan penghianatan terhadap Sumpah Pemuda tahun 1928 yang menyatakan berbahasa satu yaitu bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, seluruh sekolah di Indonesia harus menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia.
"Adanya aturan bahwa bahasa Indonesia hanya dipergunakan sebagai pengantar untuk di beberapa mata pelajaran seperti pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Sejarah, dan muatan lokal di RSBI/SBI, maka sesungguhnya keberadaan RSBI atau SBI secara sengaja mengabaikan peranan bahasa Indonesia dan bertentangan dengan Pasal 36 UUD 1945 yang menyebutkan bahasa negara adalah bahasa Indonesia," ujar Akil.
Namun ternyata tidak semua hakim konstitusi sepakat dengan putusan ini. Hakim Konstitusi Achmad Sodiki memiliki pendapat berbeda. Menurut dia, penghapusan RSBI atau SBI justru menyebabkan banyak anak-anak lari ke luar negeri untuk mencari pendidikan yang bermutu tinggi, sementara upaya peningkatan mutu pendidikan di dalam negeri tidak mendapat sambutan dengan tangan terbuka.
"Hal-hal yang menjadi kelemahan RSBI dan SBI sebenarnya dapat diperbaiki tanpa membatalkan upaya perbaikan mutu pendidikan lewat RSBI dan SBI. RSBI atau SBI merupakan upaya nyata dan hasil positif perbaikan pemerataan mutu pendidikan, sekali pun masih mengandung kelemahan. Berdasarkan argumentasi tersebut di atas seharusnya permohonan ini ditolak," ujar Achmad Sodiki.
Ubah label
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) langsung merespons putusan MK ini. Kemendikbud menyatakan menghormati dan akan melaksanakan putusan itu. "Kami sangat menghargai dan akan menaati sepenuhnya putusan itu," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemendikbud, Ibnu Hamad, kepada VIVAnews, Rabu 9 Januari 2013.
Sebenarnya, tambah Ibnu, tujuan awal dibentuknya RSBI bukan untuk menciptakan diskriminasi atau pengkastaan dalam pendidikan. RSBI semata-mata dibentuk untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. "Secara substansi, RSBI untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Namun pada praktiknya ada yang secara ekonomi tidak mampu mengakses RSBI," kata dia.
Pada dasarnya, Ibnu menambahkan, penyelenggaraan RSBI ini sama dengan sekolah umum lainnya. Semua siswa bisa masuk ke RSBI asalkan bisa lolos dalam tes atau seleksi yang ditentukan. Dari tes tersebut dibuat peringkat untuk menentukan siapa saja yang berhak belajar di RSBI. "Kalau ada SBB atau biaya lainnya, itu implikasi dari praktik yang tidak biasa. Kalau sekolah umum kan otomatis gratis. Tapi itu sudah berlalu, kami akan patuhi MK," kata Ibnu.
Dengan putusan ini, kata dia, Kemendikbud akan meniadakan RSBI di seluruh Indonesia. Kemendikbud meminta siswa, guru, dan orangtua murid, untuk tidak gusar dengan keputusan ini. Kemendikbud meminta proses belajar mengajar di RSBI tetap berjalan seperti biasanya. "Kalau sudah tidak RSBI, nanti kurikulumnya akan mengikuti sekolah standar nasional semua," ujar dia. "Sekolahnya tetap, labelnya saja yang dihilangkan. Karena RSBI hanya tata kelola saja."
Pembatalan Pasal 50 ayat 3 UU Nomor 20 tahun 2003 UU Sisdiknas ini secara otomatis menyebabkan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 74 Tahun 2009 tentang RSBI ikut batal. Meski demikian, Kemendikbud tetap akan mencabut aturan itu sebagai langkah administrasi. "Secara yuridis sudah tidak berlaku, namun tetap harus dicabut," kata Ibnu.
Ibnu menambahkan, meski sistem RSBI secara otomatis bubar, Kemendikbud masih butuh waktu untuk penyelesaikan teknis penghapusan sistem ini di seluruh Indonesia. "Kami minta waktu untuk penyelesaian teknis, kira-kira hingga menjelang tahun ajaran baru," kata Ibnu. Kemendikbud butuh waktu untuk urusan administrasi dan harus berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan karena ada sekitar 1.300 RSBI di seluruh Indonesia.
Disambut baik
Banyak pihak menyambut baik pembatalan sistem RSBI oleh MK ini. Keputusan ini dinilai memenuhi rasa keadilan masyarakat di bidang pendidikan. "Dengan pembubaran ini, keadilan bagi anak untuk menikmati pendidikan tanpa ada pembedaan status sekolah telah terpenuhi," kata anggota Komisi X Bidang Pendidikan DPR, Reni Marlinawati.
Menurut politikus Partai Persatuan Pembangunan itu, dalam praktiknya, penyelenggaraan RSBI tidak hanya telah terjadi pembedaan status sekolah, tetapi juga ditemui banyak pungutan ilegal dengan jumlah yang tidak kecil. Praktik ini telah merisaukan masyarakat, terutama para orangtua yang menyekolahkan anaknya di RSBI.
Dengan dibubarkannya sistem ini, maka pendidikan di Indonesia bisa dilaksanakan secara setara untuk semua rakyat. Sebab, alokasi anggaran negara sebesar 20 persen untuk pendidikan memang dimaksudkan agar tercipta kesetaraan bagi seluruh masyarakat untuk menikmati pendidikan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, kata Reni, harus mengambil pelajaran dari putusan MK ini. Sebab, kini masyarakat dapat mengajukan keberatan atau reaksi terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat. "Jangan memaksakan membuat kebijakan yang diinginkan oleh pemerintah saja, tapi buatlah kebijakan yang diperlukan oleh rakyat," tutur Reni.
Penghapusan RSBI ini juga didukung sejumlah pemimpin daerah. Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, menyatakan sepakat dengan putusan MK ini. "RSBI dihapuskan? Ya bagus itu, saya setuju," ujar Jokowi. Menurut Jokowi, RSBI yang ada saat ini biayanya cukup mahal. Sementara, untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas, biaya mahal justru tidak menjamin kualitas pendidikan yang baik.
Menurut Jokowi, tanpa adanya sekolah RSBI pun, pelajar di Jakarta tetap dapat mengukir prestasi dan mampu bersaing dengan pelajar dari negara-negara lain. Dulu, kata Jokowi, pelajaran sudah baik tanpa ada sistem RSBI. Untuk membuat sistem pendidikan yang berkualitas, yang terpenting adalah meningkatkan kualitas pendidik dan juga fasilitas yang ada di tiap sekolah.
"SDM gurunya harus ditingkatkan, fasilitas di sekolah disiapkan semuanya. Baik itu perpustakaannya, laboratoriumnya dan fasilitas penunjang lainnya, itu harus diperbaiki," kata Jokowi.
DKI Jakarta, melalui Dinas Pendidikan, langsung merespons pembatalan sistem ini dengan menggelar pertemuan dengan kepala sekolah RSBI. "Dinas Pendidikan melakukan rapat dengan para Kabid dan 49 Kepala Sekolah RSBI semalam untuk menyikapi keputusan MK tersebut. Kami telah menghasilkan beberapa keputusan," ujar Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Taufik Yudi Mulyanto.
Langkah pertama, Diknas DKI dan para kepala sekolah itu sepakat untuk mencopot label RSBI yang telah terpasang di 49 sekolah RSBI di DKI Jakarta. "Label RSBI di semua sekolah akan dihilangkan atau ditutup," kata Taufik.
Selain mencopot label dan menutup program RSBI, Diknas DKI juga akan mempertanggungjawabkan segala pendanaan dan kegiatan terkait RSBI yang saat ini telah berjalan. Pemprov DKI pun akan fokus memperbaiki mutu pendidikan dan membuka akses seluasnya bagi warga miskin untuk mendapatkan pendidikan berkualitas.
"Orientasi terhadap mutu pendidikan tetap menjadi prinsip utama,” ujar Taufik. RSBI di DKI Jakarta berjumlah 49, yaitu 8 SD, 15 SMP, 10 SMA, dan 16 SMK."
Sambutan baik juga datang dari masyarakat di daerah lain. Kelompok aktivis lokal Sukabumi, Jawa Barat, yakni Antikomersialisasi Pendidikan Jawa Barat, menyuarakan dukungannya dengan berdemo di depan Gedung Sate, Bandung. "Kami mendukung sikap MK. Kami siap menyegel sekolah dan kepala sekolah yang tetap mempertahankan RSBI di Jawa Barat," kata koordinator aksi, Iwan Irawan.
Dia menilai, RSBI merupakan bentuk diskriminasi nyata bagi dunia pendidikan. Selain itu, banyak kepentingan di belakang RSBI. "RSBI bahkan mendapatkan bantuan dari APBD. Dari APBD provinsi, RSBI mendapatkan bantuan Rp600 juta per tahun. Jumlah ini belum termasuk bantuan dari APBD kabupaten/kota," Iwan menjelaskan.
Justru, dia melanjutkan, dana bantuan dari APBD itu sering kali digunakan untuk studi banding ke luar negeri. Minimal, dalam setahun, kepala sekolah RSBI melancong ke luar negeri dengan alasan studi banding. "Pokoknya kami dukung putusan MK. Jika ini tidak digubris, kami akan segel sekolah RSBI yang ada di Jawa Barat," tegas Yanyan Erdiyan, perwakilan salah satu kelompok aksi.
Menurut Hakim Konstitusi, Akil Mochtar, dengan dibatalkannya pasal tersebut, maka RSBI harus dibubarkan. "RSBI yang sudah ada kembali menjadi sekolah biasa. Pungutan yang sebelumnya ada di RSBI juga harus dibatalkan," kata Akil saat memutuskan perkara yang diajukan oleh Komite Anti Komersialisasi Pendidikan (KAKP) ini.
Mahkamah menilai RSBI membuka potensi lahirnya diskriminasi, dan menyebabkan terjadinya kastanisasi (penggolongan) dalam bidang pendidikan. "Hanya siswa dari keluarga kaya atau mampu yang mendapatkan kesempatan sekolah di RSBI atau SBI. Sedangkan siswa dari keluarga sederhana atau tidak mampu (miskin) hanya memiliki kesempatan diterima di sekolah umum (sekolah miskin). Selain itu muncul pula kasta dalam sekolah seperti yaitu SBI, RSBI dan Sekolah Reguler," kata Akil.
Mahkamah juga berpendapat bahwa penekanan bahasa Inggris untuk siswa di RSBI merupakan penghianatan terhadap Sumpah Pemuda tahun 1928 yang menyatakan berbahasa satu yaitu bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, seluruh sekolah di Indonesia harus menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia.
"Adanya aturan bahwa bahasa Indonesia hanya dipergunakan sebagai pengantar untuk di beberapa mata pelajaran seperti pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Sejarah, dan muatan lokal di RSBI/SBI, maka sesungguhnya keberadaan RSBI atau SBI secara sengaja mengabaikan peranan bahasa Indonesia dan bertentangan dengan Pasal 36 UUD 1945 yang menyebutkan bahasa negara adalah bahasa Indonesia," ujar Akil.
Namun ternyata tidak semua hakim konstitusi sepakat dengan putusan ini. Hakim Konstitusi Achmad Sodiki memiliki pendapat berbeda. Menurut dia, penghapusan RSBI atau SBI justru menyebabkan banyak anak-anak lari ke luar negeri untuk mencari pendidikan yang bermutu tinggi, sementara upaya peningkatan mutu pendidikan di dalam negeri tidak mendapat sambutan dengan tangan terbuka.
"Hal-hal yang menjadi kelemahan RSBI dan SBI sebenarnya dapat diperbaiki tanpa membatalkan upaya perbaikan mutu pendidikan lewat RSBI dan SBI. RSBI atau SBI merupakan upaya nyata dan hasil positif perbaikan pemerataan mutu pendidikan, sekali pun masih mengandung kelemahan. Berdasarkan argumentasi tersebut di atas seharusnya permohonan ini ditolak," ujar Achmad Sodiki.
Ubah label
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) langsung merespons putusan MK ini. Kemendikbud menyatakan menghormati dan akan melaksanakan putusan itu. "Kami sangat menghargai dan akan menaati sepenuhnya putusan itu," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemendikbud, Ibnu Hamad, kepada VIVAnews, Rabu 9 Januari 2013.
Sebenarnya, tambah Ibnu, tujuan awal dibentuknya RSBI bukan untuk menciptakan diskriminasi atau pengkastaan dalam pendidikan. RSBI semata-mata dibentuk untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. "Secara substansi, RSBI untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Namun pada praktiknya ada yang secara ekonomi tidak mampu mengakses RSBI," kata dia.
Pada dasarnya, Ibnu menambahkan, penyelenggaraan RSBI ini sama dengan sekolah umum lainnya. Semua siswa bisa masuk ke RSBI asalkan bisa lolos dalam tes atau seleksi yang ditentukan. Dari tes tersebut dibuat peringkat untuk menentukan siapa saja yang berhak belajar di RSBI. "Kalau ada SBB atau biaya lainnya, itu implikasi dari praktik yang tidak biasa. Kalau sekolah umum kan otomatis gratis. Tapi itu sudah berlalu, kami akan patuhi MK," kata Ibnu.
Dengan putusan ini, kata dia, Kemendikbud akan meniadakan RSBI di seluruh Indonesia. Kemendikbud meminta siswa, guru, dan orangtua murid, untuk tidak gusar dengan keputusan ini. Kemendikbud meminta proses belajar mengajar di RSBI tetap berjalan seperti biasanya. "Kalau sudah tidak RSBI, nanti kurikulumnya akan mengikuti sekolah standar nasional semua," ujar dia. "Sekolahnya tetap, labelnya saja yang dihilangkan. Karena RSBI hanya tata kelola saja."
Pembatalan Pasal 50 ayat 3 UU Nomor 20 tahun 2003 UU Sisdiknas ini secara otomatis menyebabkan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 74 Tahun 2009 tentang RSBI ikut batal. Meski demikian, Kemendikbud tetap akan mencabut aturan itu sebagai langkah administrasi. "Secara yuridis sudah tidak berlaku, namun tetap harus dicabut," kata Ibnu.
Ibnu menambahkan, meski sistem RSBI secara otomatis bubar, Kemendikbud masih butuh waktu untuk penyelesaikan teknis penghapusan sistem ini di seluruh Indonesia. "Kami minta waktu untuk penyelesaian teknis, kira-kira hingga menjelang tahun ajaran baru," kata Ibnu. Kemendikbud butuh waktu untuk urusan administrasi dan harus berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan karena ada sekitar 1.300 RSBI di seluruh Indonesia.
Disambut baik
Banyak pihak menyambut baik pembatalan sistem RSBI oleh MK ini. Keputusan ini dinilai memenuhi rasa keadilan masyarakat di bidang pendidikan. "Dengan pembubaran ini, keadilan bagi anak untuk menikmati pendidikan tanpa ada pembedaan status sekolah telah terpenuhi," kata anggota Komisi X Bidang Pendidikan DPR, Reni Marlinawati.
Menurut politikus Partai Persatuan Pembangunan itu, dalam praktiknya, penyelenggaraan RSBI tidak hanya telah terjadi pembedaan status sekolah, tetapi juga ditemui banyak pungutan ilegal dengan jumlah yang tidak kecil. Praktik ini telah merisaukan masyarakat, terutama para orangtua yang menyekolahkan anaknya di RSBI.
Dengan dibubarkannya sistem ini, maka pendidikan di Indonesia bisa dilaksanakan secara setara untuk semua rakyat. Sebab, alokasi anggaran negara sebesar 20 persen untuk pendidikan memang dimaksudkan agar tercipta kesetaraan bagi seluruh masyarakat untuk menikmati pendidikan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, kata Reni, harus mengambil pelajaran dari putusan MK ini. Sebab, kini masyarakat dapat mengajukan keberatan atau reaksi terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat. "Jangan memaksakan membuat kebijakan yang diinginkan oleh pemerintah saja, tapi buatlah kebijakan yang diperlukan oleh rakyat," tutur Reni.
Penghapusan RSBI ini juga didukung sejumlah pemimpin daerah. Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, menyatakan sepakat dengan putusan MK ini. "RSBI dihapuskan? Ya bagus itu, saya setuju," ujar Jokowi. Menurut Jokowi, RSBI yang ada saat ini biayanya cukup mahal. Sementara, untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas, biaya mahal justru tidak menjamin kualitas pendidikan yang baik.
Menurut Jokowi, tanpa adanya sekolah RSBI pun, pelajar di Jakarta tetap dapat mengukir prestasi dan mampu bersaing dengan pelajar dari negara-negara lain. Dulu, kata Jokowi, pelajaran sudah baik tanpa ada sistem RSBI. Untuk membuat sistem pendidikan yang berkualitas, yang terpenting adalah meningkatkan kualitas pendidik dan juga fasilitas yang ada di tiap sekolah.
"SDM gurunya harus ditingkatkan, fasilitas di sekolah disiapkan semuanya. Baik itu perpustakaannya, laboratoriumnya dan fasilitas penunjang lainnya, itu harus diperbaiki," kata Jokowi.
DKI Jakarta, melalui Dinas Pendidikan, langsung merespons pembatalan sistem ini dengan menggelar pertemuan dengan kepala sekolah RSBI. "Dinas Pendidikan melakukan rapat dengan para Kabid dan 49 Kepala Sekolah RSBI semalam untuk menyikapi keputusan MK tersebut. Kami telah menghasilkan beberapa keputusan," ujar Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Taufik Yudi Mulyanto.
Langkah pertama, Diknas DKI dan para kepala sekolah itu sepakat untuk mencopot label RSBI yang telah terpasang di 49 sekolah RSBI di DKI Jakarta. "Label RSBI di semua sekolah akan dihilangkan atau ditutup," kata Taufik.
Selain mencopot label dan menutup program RSBI, Diknas DKI juga akan mempertanggungjawabkan segala pendanaan dan kegiatan terkait RSBI yang saat ini telah berjalan. Pemprov DKI pun akan fokus memperbaiki mutu pendidikan dan membuka akses seluasnya bagi warga miskin untuk mendapatkan pendidikan berkualitas.
"Orientasi terhadap mutu pendidikan tetap menjadi prinsip utama,” ujar Taufik. RSBI di DKI Jakarta berjumlah 49, yaitu 8 SD, 15 SMP, 10 SMA, dan 16 SMK."
Sambutan baik juga datang dari masyarakat di daerah lain. Kelompok aktivis lokal Sukabumi, Jawa Barat, yakni Antikomersialisasi Pendidikan Jawa Barat, menyuarakan dukungannya dengan berdemo di depan Gedung Sate, Bandung. "Kami mendukung sikap MK. Kami siap menyegel sekolah dan kepala sekolah yang tetap mempertahankan RSBI di Jawa Barat," kata koordinator aksi, Iwan Irawan.
Dia menilai, RSBI merupakan bentuk diskriminasi nyata bagi dunia pendidikan. Selain itu, banyak kepentingan di belakang RSBI. "RSBI bahkan mendapatkan bantuan dari APBD. Dari APBD provinsi, RSBI mendapatkan bantuan Rp600 juta per tahun. Jumlah ini belum termasuk bantuan dari APBD kabupaten/kota," Iwan menjelaskan.
Justru, dia melanjutkan, dana bantuan dari APBD itu sering kali digunakan untuk studi banding ke luar negeri. Minimal, dalam setahun, kepala sekolah RSBI melancong ke luar negeri dengan alasan studi banding. "Pokoknya kami dukung putusan MK. Jika ini tidak digubris, kami akan segel sekolah RSBI yang ada di Jawa Barat," tegas Yanyan Erdiyan, perwakilan salah satu kelompok aksi.