Wednesday, 21 November 2012
6 Kejanggalan Pembatalan Vonis Mati Gembong Narkoba Hengky Gunawan
Pembatalan vonis mati pemilik pabrik ekstasi Hengky Gunawan terus menuai kontroversi. Ada sejumlah kejanggalan di balik pembatalan hukum tersebut.
Berikut berbagai kejanggalan di balik vonis yang diketok oleh hakim agung Imron Anwari, Hakim Nyak Pha dan Ahmad Yamani dalam catatan detikcom, Rabu (21/11/2012):
1. Pertimbangan Hukum
Majelis hakim menganulir vonis hukuman mati karena alasan hukuman mati melanggar konstitusi. Hal ini ditentang keras oleh seluruh elemen masyarakat.
"Bahkan hakim menilai bahwa suatu kasus cukup diganjar dengan pidana penjara, bukan pidana materi itu boleh saja. Tapi dia tidak boleh menilai bahwa pidana mati itu bertentangan dengan HAM atau dengan konstitusi yang merupakan ranah kompetensi hakim MK," kata mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie.
Atas berbagai kritikan ini, Djoko Sarwoko membela majelis PK.
"Terkait dengan pidana mati yang dianggap bertentangan dengan HAM itu ada dukungan dari Asian Right Commission yang berada di Hong Kong. Intinya dia (Asian Right Commission) mendukung putusan ini. Saya cuma menyampaikan kepada wartawan apakah setuju atau tidak setuju, itu soal lain," kata Djoko.
2. Putusan PK Hengky Gunawan Melanggar Perintah Ketua MA
MA memerintahkan para hakim di seluruh Indonesia untuk memberikan hukuman yang setimpal seperti kejahatan ekonomi, korupsi, narkoba, perkosaan, pelanggaran HAM berat dan lingkungan hidup. Hal ini tertuang dalam Surat Edaran MA (SEMA) No 1/2000 tentang 'Pemidanaan agar Setimpal dengan Berat dan Sifat Kejahatannya' tertanggal 30 Juni 2000.
"Oleh karena itu terhadap tindak Pidana antara lain Ekonomi, Korupsi, Narkoba, Perkosaan, Pelanggaran HAM berat, lingkungan hidup, MA mengharapkan supaya pengadilan menjatuhkan pidana yang sungguh-sungguh setimpal dengan beratnya dan sifatnya tindak pidana tersebut dan jangan sampai menjatuhkan pidana yang menyinggung rasa keadilan di dalam masyarakat," perintah MA yang ditandatangani oleh Ketua MA saat itu, Sarwata.
3. Vonis Mati di Mata Imron Anwari Tidak Konsisten
Dalam perkara yang diputus pada 2007 lalu, Kolonel M Irfan Djumroni divonis mati oleh Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya di tingkat pertama. Putusan tersebut kemudian diperkuat oleh Pengadilan Militer Utama.
Di tingkat kasasi MA membatalkan vonis mati tersebut dan mengubahnya menjadi penjara seumur hidup. Tapi Imron Anwari berbeda pendapat, Imron setuju hukuman mati karena pidana mati yang dijatuhkan judex facti telah tepat.
4. Pernyataan Plintat-plintut Jubir MA Djoko Sarwoko
Awalnya, juru bicara MA Djoko Sarwoko menyatakan putusan tersebut adalah pendapat pribadi Imron Anwari.
"Itu yang tidak bisa saya jawab. Kok bisa gembong narkoba pidana mati kemudian diturunkan menjadi 12 tahun. Itu yang bisa jawab Pak Imron, bukan saya," kata Djoko Sarwoko.
Belakangan hal tersebut diluruskan, yaitu putusan tersebut telah adil.
"Sangat tepat, wajar, dan beralasan hukum apabila putusan kasasi yang dimohonkan PK dibatalkan dengan mengubah hukuman mati menjadi 15 tahun," tegas Djoko.
5. Pertimbangan PK Halaman 54
Dalam pertimbangan di halaman 54 putusan bernomor 39 PK/Pid.Sus/2011:
"Menimbang bahwa oleh karena pertimbangan Judex Facti (Pengadilan Negeri) telah tepat dan benar maka Mahkamah Agung mengambil alih putusan pertimbangan hukum Pengadilan Negeri tersebut sebagai pertimbangan Mahkamah Agung sendiri kecuali sekedar mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan perlu diperbaiki sehingga amarnya berbunyi sebagaimana tersebut di bawah ini,"
Meski dalam pertimbangannya MA berkehendak memperbaiki lamanya masa pidana pemilik pabrik ekstasi ini, ternyata dalam halaman 56 tertulis majelis hakim tetap menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara bagi Hengky. Amar putusan ini sama seperti amar putusan di PN Surabaya.
"Menghukum Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun dan denda sebesar Rp 500 juta subsudaur selama 4 bulan kurungan," demikian bunyi putusan dalam halaman 56.
6. Alasan Pengunduran Diri Ahmad Yamani Berubah-ubah
Awalnya Ahmad Yamani mengaku mengundurkan diri karena sakit.
"Hakim agung Ahmad Yamani mengajukan permohonan pengunduran diri dengan alasan sakit. Surat permohonan telah diterima Ketua MA selanjutnya akan dirapatkan di rapat pimpinan untuk diteruskan kepada Presiden Republik Indonesia," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur pada 15 November 2012.
Belakangan setelah didesak publik, MA membeberkan alasan pengunduran diri Ahmad Yamani:
"Tim pemeriksa MA telah melakukan pemeriksaan terhadap majelis atas nama Hengki Gunawan. Di temukan adanya tulisan tangan dari Hakim Agung Ahmad Yamani yang menuliskan hukuman pidana penjara 12 tahun. Dan kedua hakim lainnya tidak setuju pidana 12 tahun melainkan 15 tahun," ujar Ridwan Mansyur dua hari setelah itu.
No comments:
Post a Comment