Monday, 25 March 2013

Lapas Diserbu, Siapa Kelompok Bersenjata Misterius Ini?

TNI ikut berjaga di LP Cebongan Sleman, DI Yogyakarta
Empat tersangka pembunuh anggota TNI Angkatan Darat, Sertu Heru Santoso, tewas diberondong belasan orang tak dikenal di dalam sel mereka di Lapas Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu dini hari kemarin, 23 Maret 2013. Penyerbu berjumlah 17 orang, bergerak dengan pakaian tertutup bersenjatakan senapan serbu seperti AK47. Mereka amat terlatih, bak pasukan komando.

Kapolda DIY Brigadir Jenderal Sabar Raharjo menjelaskan gerombolan itu datang pukul 1.30 WIB dengan empat unit mobil yang kemudian diparkir di jalan raya tepat di depan Lapas Cebongan. Para penyerbu berbagi tugas dalam dua kelompok. Satu kelompok berjaga di luar Lapas, lainnya merangsek masuk.

Kelompok kedua melompat pagar Lapas Cebongan dan melurug ke pintu masuk yang dijaga oleh sejumlah sipir. "Mereka juga menodongkan senjata kepada sipir untuk membukakan pintu Lapas dan mengancam dengan granat jika pintu tidak dibuka," kata Sabar.

Kepala Lapas Cebongan, Sukamto, menyatakan berdasarkan laporan dari sipir di antara penyerbu ada empat orang yang tidak mengenakan topeng. Mereka membawa surat peminjaman tahanan berkop Polda DI Yogyakarta.

Tidak langsung percaya, petugas sipir pun menahan mereka di pintu portir untuk mengecek terlebih dahulu. Namun, tiba-tiba belasan teman mereka merangsek masuk sembari menenteng senjata laras panjang. Mereka menakut-nakuti petugas dengan melempar sebuah granat, namun urung meledak karena kunci tidak dilepas.

Bukan hanya mengancam, beberapa di antara mereka menganiaya sipir hingga terluka dan harus dilarikan ke rumah sakit.
"Mereka meminta sipir menunjukkan sel di mana keempat tersangka kasus pengeroyokan ditahan," kata Kapolda.

Setelah diberi tahu lokasinya, mereka pun mendatangi sel itu. Puluhan narapidana lalu disisihkan dari keempat orang yang mereka cari. Setelah itu, komplotan itu tanpa ba-bi-bu lagi langsung menghujani Dicky Sahetapy atau Dicky Ambon, Dedi, Ali, dan YD alias Johan dengan peluru. Mereka pun tewas di tempat.

Sebelum meninggalkan Lapas Cebongan, beberapa menyeret petugas Lapas untuk menunjukkan ruang kontrol CCTV. Petugas itu mengaku tidak tahu dan bilang itu hanya diketahui oleh Kepala Lapas. Gerombolan itu langsung meminta petugas Lapas menunjukkan ruang Kepala Lapas di lantai dua. Begitu didapati, mereka mendobraknya, merusak perangkat kontrol CCTV dan mengambil TV LCD beserta rekamannya.

"Kejadian penyerangan di Lapas hanya berlangsung sekitar 5 sampai 10 menit dan mereka langsung meninggalkan lokasi," kata Kapolda.

TNI dan Kopassus membantah
Anggota Komisi Kepolisian Nasional, Adrianus Meliala, menilai penyerangan bersenjata di Lapas Cebongan itu bukan tindakan yang dapat diantisipasi petugas keamanan penjara. "Yang dihadapi bukan napi marah atau tahanan lari yang bisa diantisipasi, tapi 15 orang menyerbu dengan menenteng senjata berat," katanya kepada VIVAnews.
Dia menjelaskan kelihaian para pelaku dalam mengatur waktu penyerangan menunjukkan aksi ini dilakukan bukan oleh sembarang orang. "Siapa sih yang punya senjata laras panjang, ramai-ramai bergerak. Apa kita mau menuduh preman?" kriminolog dari Universitas Indonesia itu mempertanyakan.

Bila melihat korban, Adrianus menilai pelaku memang ingin main hakim sendiri. Dia meyakini insiden berdarah ini dipicu kemarahan para pelaku melihat teman mereka, yang prajurit TNI itu, tewas. "Jadi, sebenarnya ini bisa dikerucutkan penyelidikannya," katanya.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, juga menilai penyerbuan ini terencana dengan baik. Mereka telah menyiapkan "surat peminjaman tahanan dari Polda", berbagi tugas di mana salah seorang khusus mengontrol waktu penyerangan. Penyerang juga memiliki informasi yang detil soal lokasi Lapas dan memiliki persenjataan tempur yang sulit didapat warga sipil.

Namun, Kapolres Sleman Ajun Komisaris Besar Pol. Hery Sutrisman buru-buru meminta publik jangan langsung menuding siapa pelakunya. "Publik jangan dulu menyimpulkan. Kami masih dalami," katanya.

Panglima Komando Daerah Militer IV/Diponegoro Mayor Jenderal TNI Hardiono Saroso juga membantah keras keterlibatan anggotanya. "Bukan prajurit. Tidak ada yang terlibat. Saya bertanggung jawab penuh sebagai Pangdam Diponegoro," ujar Hardiono di Yogyakarta, Sabtu 23 Maret 2013.

Pangdam juga membantah bahwa senjata yang digunakan penyerang adalah milik pasukannya. "Ada banyak sekali senjata beredar di masyarakat. Ada laras pendek, laras panjang, berbagai kaliber, seperti diberitakan di koran. Masa semua itu senjata tentara? Bukan, dong," kata Hardiono.

Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan juga menyatakan tidak ada satu pun anggota mereka yang keluar dari markas--yang terletak di Kabupaten Kartasura, Jawa Tengah--saat terjadi penembakan brutal di Lapas itu. Kasie Intel Grup 2 Kopassus Kapten Inf. Wahyu Juniartoto menjelaskan malam itu seluruh pasukan melakukan siaga di dalam kesatuan, sehingga tidak ada satupun personel yang melakukan kegiatan di luar.

Ia menjelaskan, gerbang markas Grup 2 Kopassus hanya ada satu, sehingga pergerakan anggota Kopasus selalu dapat terdeteksi. Setiap ada anggota Kopassus yang keluar, harus didaftar. "Pada malam hari itu tidak ada satupun anggota Kopassus yang keluar dari markas," katanya.

Grup 2 Kopassus adalah satu-satunya unit Kopasus di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Kekuatannya sekitar 800 personel. Dari pantauan VIVAnews, kegiatan di sekitar markas berjalan normal.

Toh, Kopassus menyatakan menunggu penyelidikan polisi untuk memastikan apakah ada personel mereka yang terlibat dalam penyerangan brutal itu. "Kami sudah menyerahkan penyelidikan kepada pihak terkait. Mari kita bersama-sama menunggu penyelidikan yang objektif. Kami sudah melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut, " kata Asisten Intel Danjen Kopassus Letkol Inf. Richard Tampubolon kepada VIVAnews, Sabtu.
Ia menjelaskan korpsnya sudah membentuk tim investigasi internal setelah terjadi kasus pengeroyokan Sertu Heru.

Teror

Terlepas dari siapa pun pelakunya, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon, mendesak agar peristiwa ini mendapat perhatian serius dari pemerintah. "Terlepas dari motif yang melatarbelakanginya, kejadian brutal tersebut tak sepantasnya terjadi di negara hukum seperti Indonesia," ujar Fadli, Minggu 24 Maret 2013. "Tak pernah kita dengar adegan semacam itu kecuali di film-film action."

Peristiwa ini, Fadli menegaskan, sungguh mengkhawatirkan dan memalukan.  Insiden ini menunjukkan negara seperti tak berdaya menghadapi kelompok bersenjata. Hukum tak berjalan dan kurang wibawa. "Kejadian ini merupakan bentuk teror kepada negara. Harus ada tindakan nyata dan cepat dari pemerintah  untuk menanganinya, dan dijamin tak terulang lagi."

Pemimpin daerah di Yogyakarta langsung meminta warganya tetap tenang dan tidak resah. Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti menjamin warga Nusa Tenggara Timur yang tinggal di Yogyakarta dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari seperti biasa.

Gusti Bendoro Pangeran Haryo Prabukusumo, adik Sri Sultan Hamengku Buwono X, juga memberi jaminan serupa. "Saya minta jangan terpancing isu-isu yang tidak jelas. Saya menjamin Yogyakarta akan tetap aman dan tidak akan ada lagi tindakan kekerasan," katanya. 

No comments:

Post a Comment