Saturday, 3 May 2014

Ketika Sri Mulyani Bersaksi di Sidang Century

Sri Mulyani Indrawati bersaksi di Pengadilan Tipikor.Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhirnya memberikan kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jumat 2 Mei 2014. Sri yang kini menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia bersaksi di persidangan mantan Deputi Gubernur Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa Bank Indonesia Budi Mulya.

Dalam kesaksiannya di muka persidangan, Sri yang juga mantan Kepala Komite Stabilitas Sistem Keuangan, mengaku didesak BI untuk segera memutuskan status Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik atau tidak. Pada rapat KSSK tanggal 21 November 2008, Sri mengatakan diminta oleh BI pada hari itu juga untuk segera menentukan apakah akan menutup atau menyelamatkan Bank Century.

Atas dasar itulah, Sri mengaku pada 21 November 2008, diputuskan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sehingga diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Namun, Sri mengaku saat itu dia sempat meminta waktu untuk menentukan status Century. Sementara BI hanya memberi waktu 4,5 jam untuk mengambil keputusan.

"Betul (saya tanyakan kenapa tidak bisa ditunda sampai Senin dan hanya diberi waktu 4,5 jam). Namun, BI katakan mereka tidak bisa lagi beri FPJP (Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek) maka tanggal 21 November 2008, harus ditentukan apakah ini ditutup atau tidak, atau ditetapkan berdampak sistemik," katanya.

Dalam situasi mendesak menurut Sri Mulyani, akhirnya diputuskan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan diambil alih LPS. Dengan nilai Penyertaan Modal Sementara sebesar Rp632 miliar agar Capital Adequacy Ratio atau rasio kecukupan modal menjadi positif 8 persen. Dengan alasan penyelamatan dan mencegah krisis ekonomi serta agar sistem keuangan tidak mengalami permasalahan, maka keputusan melakukan penyelamatan, yang menjadi pertimbangan putusan tersebut dikeluarkan.

"Malam hari itu dibutuhkan Rp632 miliar dengan pertimbangan mencegah sistem keuangan rusak yang nilainya Rp1.700 triliun. Sebagai pembuat kebijakan saya pertimbangkan keluarkan Rp632 miliar dengan sistem keuangan masyarakat tidak resah, seperti yang terjadi tahun 1997/1998. Jadi, perbandingannya antara menutup Bank Century dengan biaya lebih besar lagi, yaitu kepercayaan masyarakat yang mungkin akan runtuh," ungkap Sri.

Merasa ditipu

Secara tidak langsung Sri mengakui merasa tertipu oleh BI lantaran data dan angka yang diberikan untuk menyelamatkan Bank Century ternyata berubah. "Saya kecewa dengan data BI. Tetapi, sebagai Menkeu saya bertanggung jawab atas perekonomian di Indonesia," ujarnya.

Sri mengatakan angka penyelamatan yang awalnya dikatakan Rp632 miliar meningkat menjadi Rp4,6 triliun akibat ada surat-surat berharga  yang dimacetkan. "Saya kaget Rp632 miliar jadi Rp4,6 triliun. CAR 3,2 persen jadi minus 35,92 persen. Bisa mati berdiri saya kalau berubah terus," ujarnya.

Di persidangan, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi  Burhanuddin sempat bertanya kepada Sri, apakah pernah melaporkan persoalan Bank Century kepada Jusuf Kalla, yang saat itu menjabat sebagai wakil presiden. Sri mengaku menemui Jusuf Kalla. Ketika itu, Sri menghadap ke Jusuf Kalla bersama Gubernur BI yang masih dijabat Boediono. Mereka menghadap untuk melaporkan soal pengambilalihan Bank Century oleh Lembaga Penjamin Simpanan.

Dalam kesaksiannya, Sri mengaku mendengar soal Bank Century pertama kali dalam kapasitas sebagai Ketua KSSK, tepatnya pada 13 November 2008. Pada saat itu, ia tengah berada di Washington DC, Amerika Serikat, sehingga konsultasi dengan pihak BI dilakukannya dengan cara telewicara.

Dua bulan sebelumnya, kata dia, dunia dilanda keguncangan karena keputusan AS tidak membailout Lehman Brothers, sehingga terjadi guncangan sangat besar. "Karena persepsi keuangan dunia mengalami guncangan sangat besar, tidak ada satu negara pun yang bisa menahan. Sehingga ini krisis global terbesar. Harga saham semua jatuh. Di Indonesia pada Oktober dilahirkan perppu, karena keadaan yang memaksa," ujarnya.

Peran Sri Mulyani

Dalam surat dakwaan Budi Mulya dikatakan Sri berperan terkait penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, sehingga diberikan Penyertaan Modal Sementara  oleh LPS sebesar Rp 6.762.361.000.000.

Pada rapat KSSK dengan Komite Koordinasi tanggal 21 November 2008, sekitar pukul 04.30 WIB, yang dihadiri oleh Sri Mulyani selaku Ketua KSSK, Boediono selaku anggota KSSK, Raden Pardede selaku Sekretaris KSSK dan Arief Surjowidjojo selaku konsultan hukum, secara tiba-tiba diputuskan bahwa Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik. Selanjutnya, meminta LPS melakukan penanganan terhadap bank tersebut.

Padahal, dalam rapat pra KSSK yang dilakukan pada 20 November 2008 sekitar pukul 23.00 WIB, belum diputuskan perihal penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Mengingat, banyak pendapat yang menyatakan bahwa Bank Century tidak terkategori sebagai bank berdampak sistemik. Sebagaimana, dikatakan oleh Rudjito selaku Ketua Dewan Komisioner LPS, Anggito Abimanyu, Fuad Rahmany dan Agus Martowardojo.

Selanjutnya, dalam Rapat Dewan Komisioner LPS diputuskan jumlah PMS untuk memulihkan Bank Century mencapai Rp 2.776.000.000.000, yang akhirnya terealisasi mulai 24 November 2008 sampai 1 Desember 2008.

Namun, di tengah waktu pertransferan PMS tersebut terjadi masalah yang membuat Sri Mulyani menekankan pada BI untuk membuat pertanggungjawaban atas penanganan Bank Century. Meski merasa kecewa akan sikap BI, pemberian PMS tetap dilanjutkan sampai 1 Desember 2008. Pemberian PMS terus berlangsung sampai 24 Juli 2009 dan jumlahnya mencapai Rp 6.762.361.000.000. Padahal, upaya penyelamatan tersebut terbukti tidak mampu membantu Bank Century, terlihat dari CAR per 31 Desember 2008 yang menurut hasil audit kantor akuntan publik Amir Abadi Jusuf & Mawan, masih dalam posisi negatif 22,29 persen.

Diduga memang ada skenario untuk memberikan PMS ke Bank Century. Skenario dimulai ketika rapat tanggal 16 Nopember 2008 yang dihadiri oleh Sri Mulyani (Menkeu/Ketua KSSK), Boediono, Miranda, Muliaman Hadad, Siti Fadjrijah, Fuad Rahmany, Noor Rachmat, Poltak L Tobing (LPS), Firdaus Djaelani (Kepala Eksekutif LPS) dan Suharno Eliandy (LPS).

Dalam rapat tersebut, Firdaus Djaelani mengatakan bahwa biaya menutup Bank Century lebih rendah dibandingkan harus menyelamatkannya. Namun, Boediono mengatakan perhitungan Firdaus hanya berdasarkan sisi mikronya saja. Sehingga, data tersebut diindahkan. Sebaliknya, DG Bi memerintahkan DPNP untuk menyiapkan konsep Analisis Dampak Sistemik (ADS) Bank Century untuk dipresentasikan dalam rapat KSSK tanggal 19 November 2008.

Tetapi, pada saat rapat dengan KSSK yang dipaparkan hanya gambaran umum kinerja perbankan di Indonesia. Sehingga, KSSK belum memutuskan bank Century berdampak sistemik sebagaimana diinginkan oleh BI. Bahkan, nampaknya BI memang memaksakan agar Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik. Terbukti, dari RDG tanggal 20 Nopember 2008, DG BI mengarahkan DPNP mempersiapkam kajian untuk mendukung alasan penetapan sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Untuk mewujudkan keinginan DG BI tersebut ditempuh berbagai macam cara. Termasuk, menggunakan pendekatan psikologi pasar atau masyarakat dalam analisa dalam sistemik Bank Century. Dengan tujuan, agar secara kuantitatif tidak terukur


Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fikar Hajar ketika dihubungi VIVAnews, mengatakan apa yang disampaikan Sri Mulyani di persidangan sangat sedikit sekali kaitannya dengan perkara yang menjerat Budi Mulya. Menurutnya dakwaan jaksa mengenai penerimaan uang oleh Budi Mulya yang berasal dari pemilik Bank Century Robert Tantular sebesar Rp 1miliar sama sekali tidak mengemuka di persidangan.

"Yang disampaikan oleh Sri Mulyani kurang mendetail dan hanya memberikan penjelasan secara global," katanya.

Namun menurut Abdul, kesaksian Sri harus ditindaklanjuti oleh JPU KPK. Kesaksian mengenai dampak sistemik, psikologi pasar termasuk latar belakang pengambilan keputusan Bank Century sebagai bank gagal harus dikembangkan oleh jaksa dalam persidangan selanjutnya. Abdul mengatakan pernyataan Sri yang merasa tertipu oleh BI juga harus ditanyakan oleh jaksa kepada mantan Gubernur BI Boediono.

"Pada persidangan selanjutnya dimana Pak Boediono dijadwalkan memberikan kesaksian, pernyataan Sri Mulyani harus diklarifikasi agar publik memperoleh kejelasan," ujarnya.

Menurut Abdul jika Boediono berbelit-belit dalam menyampaikan keterangan di persidangan dan apa yang disampaikannya berbeda dengan kesaksian Sri pada hari ini maka keduanya harus kembali dihadirkan di persidangan.

Anggota tim pengawas Century DPR-RI Hendrawan Supratikno  mengatakan kesaksian Sri di pengadilan menunjukkan konsistensinya. Keterkejutan Sri ketika memberikan kesaksian menurut politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut menunjukkan episentrum permasalahan ada di BI. Menurut Hendrawan manajemen pengawasan yang buruk dan adanya unsur kesengajaan dalam pemberian FPJP menunjukkan adanya permasalahan di tubuh bank sentral.  "Informasi yang disampaikan oleh BI ke KSSK tidak akurat," ujarnya.

Hendrawan menambahkan hal tersebut menurutnya tidak perlu terjadi mengingat Bank Century adalah bank yang berada dalam pengawasan BI. Hendrawan juga menyetujui apabila kesaksian Sri diklarifikasi kepada Boediono pada persidangan pekan depan. Menurut Hendrawan, jaksa dan hakim serta pengacara di persidangan harus kembali mempelajari data-data yang telah disampaikan oleh Timwas ke KPK.

Menurut Hendrawan, kehadiran Boediono di persidangan akan menjadikan perkara Bank Century menjadi terang benderang. Sebagai gubernur bank sentral, Boediono diharapkan menjelaskan secara detail dan menyeluruh mengenai latar belakang pengambilan keputusan pemberian FPJP kepda Bank Century.

Pemanggilan Boediono

JPU KPK telah menjadwalkan pemanggilan atas Wakil Presiden Boediono sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Kesaksian mantan Gubernur Bank Indonesia tersebut diperlukan untuk sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Namun, Boediono rupanya belum menerima surat resmi dari KPK. Padahal, sudah beredar kabar Boediono akan dipanggil pada Jumat 9 Mei 2014, pekan depan.

"Yang saya dengar minggu lalu di persidangan beliau dijadwalkan 9 Mei, sampai sekarang memang pemanggilan resmi belum kami terima," kata Juru Bicara Wakil Presiden, Yopie Hidayat, kepada VIVAnews, Jumat 2 Mei 2014.

Menurut Yopie jika surat resmi itu sudah diterima, dipastikan Boediono akan hadir dalam persidangan itu. Nama Boediono sendiri disebut sebanyak 67 kali dalam surat dakwaan Budi Mulya. Terdakwa Budi Mulya melakukan tindak pidana korupsi terkait pengucuran Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) untuk Bank Century bersama-sama dengan Boediono selaku Gubernur BI, Miranda Swaray Gultom selaku Deputi Gubernur Senior BI, Siti Chalimah Fadjrijah selaku Deputi VI Gubernur BI, Budi Rochadi selaku Deputi VII Gubernur BI, dan dua pemilik Bank Century yaitu Robert Tantular dan Harmanus H Muslim. 

Di dalam surat dakwaan, mereka disebut mengubah peraturan Bank Indonesia, demi mengelontorkan dana FPJP kepada Bank Century. Peraturan nomor 10/26/PBI/2008 tertanggal 30 Oktober 2008 mensyaratkan bahwa sebuah bank harus memiliki rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) minimal 8 persen. Sementara, CAR Bank Century per 30 September 2008 hanya punya 2,35 persen. Artinya bank ini seharusnya ditutup dan tidak diselamatkan.

No comments:

Post a Comment