Thursday, 21 February 2013
Aksi Orang orang Sulu Bikin Pusing Malaysia-Filipina. Seratus orang bersenjata menduduki Wilayah Datu Lahad, Sabah, Malaysia
Malaysia dan Filipina tengah dipusingkan dengan isu historis yang dibawa sekelompok "sakit hati." Klaim suatu suku di Filipina atas sebuah wilayah di Malaysia bagian Timur membuat jengah kedua negara sesama anggota ASEAN itu karena bisa menyeret kepada masalah bilateral baru.
Sudah dua pekan ini wilayah Lahad Datu, negara bagian Sabah, Malaysia, diduduki oleh sekitar seratus orang suatu kelompok bersenjata. Mereka mengaku dari Kesultanan Sulu, Filipina, ungkap harian The Star.
Kelompok itu dipimpin oleh Raja Muda Azzimudie Kiram, yang mengaku sebagai saudara Sultan Sulu Jamalul Kiram III. Mereka menuntut Malaysia mengembalikan wilayah di Sabah itu, yang dia klaim merupakan warisan leluhurnya.
Bagaimana reaksi Malaysia? Menteri Dalam Negeri Datuk Seri Hishammuddin Tun Hussein sudah mengatakan bahwa negaranya tidak akan berkompromi dalam menegakkan kedaulatan. "Saya harap mereka tidak memaksa kami," kata Hishammuddin seperti dikutip The Star, Selasa 19 Februari 2013.
Malaysia saat ini, ungkap Inquirer, telah menurunkan pasukan angkatan darat, polisi dan angkatan laut untuk mengepung wilayah di utara pulau Kalimantan itu. Namun, mereka menjaga jarak hingga lebih dari 500 meter dari desa di Lahat Datu yang diduduki kelompok Sulu untuk menghindari konfrontasi langsung.
Pintu masuk menuju desa itu dijaga ketat pasukan bersenjata Malaysia. Tentara juga terlihat tersebar di kebun kelapa sawit yang berada di sekitarnya. Para wartawan mendirikan tenda di dekat lokasi, bersiap memberitakan setiap situasi yang semakin tidak menentu itu.
Diduga, kelompok Sulu dipersenjatai dengan senapan senapan M16 dan M14 serta peluncur granat M203. Pemerintah Malaysia mengaku masih menahan diri dan memilih opsi negosiasi.
Mendagri Hishammuddin mengatakan Malaysia tetap mengupayakan sengketa ini bisa diselesaikan dengan cara damai. Malaysia tidak ingin masalah pendudukan ini diselesaikan melalui pertumpahan darah.
"Kami harus melakukan tindakan yang benar pada waktu yang tepat. Dan jika kami harus mengambil keputusan, kami tidak akan ragu-ragu," dia menegaskan. Belum ada kepastian bagaimana dan kapan penyelesaian damai ini akan berlangsung.
Sekretaris Jenderal dari Kesultanan Sulu di Filipina, Abraham Idjirani, mengatakan bahwa mereka telah menghubungi orang-orang yang tengah berada di desa desa Tanduao, Lahad Datu, sabah. "Mereka belum diusir atau dilukai oleh pasukan keamanan Malaysia," kata Idjirani, dilansir Philippine Star, Rabu 20 Februari 2013.
Terdapat sekitar 300 orang dari kesultanan Sulu di Sabah. Namun menurut klaim Danny Virtudazo, yang mengaku kepala negara bagian Palawan, wilayah bagian Kesultanan Sulu, diberitakan Inquirer, sekitar 1.500 pasukan tambahan telah mendarat di Sabah. Namun ini klaim ini tidak bisa dikonfirmasi.
Idjirani mengatakan bahwa kedatangan mereka ke Sabah bukan untuk mencari gara-gara. Dia juga mengatakan, kesultanan telah melarang ribuan rakyatnya untuk ke Sabah, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
"Sultan Jamalul Kiram III melarang ribuan pengikut kami ke sana, karena kami tujuan kami bukan berperang, tapi menunjukkan perdamaian dan pemahaman bahwa kita punya lahan yang dipersengketakan," kata dia.
Menurut Inquirer, saat ini saudara lelaki sultan yang menjadi komandan pendudukan tersebut, Rajah Mudah Agbimuddin Kiram, masih menempati rumah seorang petani di desa tersebut. Menurut sumber, dia tengah menunggu kedatangan Sultan Jamalul Kiram III. Namun, sultan harus menjalani perawatan rutin di rumah sakit.
Pendudukan ini berlangsung setelah Kesultanan Sulu merasa dirugikan dengan kesepakatan damai antara pemerintah Filipina dengan Front Pembebasan Islam Moro (MILF) di Kepulauan Mindanao. Kesepakatan yang dimediasi Malaysia pada Oktober 2012 itu menyebut Mindanao--termasuk Sulu--sebagai wilayah otonomi Bangsamoro dan memberikan sebagian besar wilayah untuk dikelola secara independen.
Kesepakatan tersebut menyebabkan Kesultanan Sulu merasa tidak mendapat lahan lagi dan berniat merebut wilayah mereka di tempat yang lain, yaitu Sabah, Malaysia. Itulah sebabnya aksi pendudukan orang Sulu ini merupakan masalah yang pelik bagi pemerintah Malaysia dan Filipina.
Persahabatan kedua negara terancam terganggu dengan masalah ini. Filipina utang budi pada Malaysia yang sukses memediasi konflik dengan separatis di Mindanao.
Menteri Kehakiman Filipina, Leila de Lima, kemarin mengatakan bahwa kabinet juga tengah merundingkan masalah ini. "Tapi kami tidak bisa memberitahukan hasil diskusi dan langkah yang akan diambil pemerintah," kata Lima, seperti dilansir Inquirer.
Pemerintah Malaysia, melalui Menteri Dalam Negeri Hishammuddin Hussein, mengatakan bahwa mereka memilih opsi damai dan menahan diri. Itu sebabnya, memasuki minggu kedua, masih belum ada agresi pada kedua kubu. Namun dia mengatakan, tentara akan melakukan apapun jika mereka terpaksa.
Tanah Hibah
Apa yang menyebabkan Kesultanan Sulu berani mengklaim wilayah Sabah sebagai tanah warisannya? Kolumnis Rita Linda V. Jimeno, sebagaimana dimuat oleh Manila Standard Today, Senin 18 Februari 2013, menuliskan jejak sejarah kaitan antara Kesultanan Sulu dengan wilayah Sabah.
Dalam sejarahnya, sejak 1473 hingga 1658, Sabah yang dahulunya dikenal sebagai North Borneo merupakan wilayah Kesultanan Brunei. Namun pada 1658, Sultan Brunei memberikan wilayah ini kepada Sultan Sulu. Pemberian ini sebagai balas jasa bagi Sultan Sulu yang membantu meredam perang sipil di Kesultanan Brunei.
Pada 1761, Alexander Dalrymple, seorang pejabat Bristish East India Company, melakukan perjanjian dengan Sultan Sulu untuk menyewa Sabah sebagai pos perdagangan Inggris. Kesepakatan sewa-menyewa itu termasuk penyediaan tentara oleh Kesultanan Sulu untuk mengusir Spanyol.
Pada 1846, pantai barat Borneo diserahkan oleh Sultan Brunei ke Inggris. Jadilah pantai barat Borneo itu menjadi koloni Kerajaan Inggris.
Di tahun-tahun berikutnya, terjadi serangkaian penyerahan hak sewa atas Sabah atau North Borneo ini. Akhirnya hak sewa jatuh ke Alfred Dent yang kemudian membentuk perusahaan yang dikenal dengan British North Borneo Company.
Pada 1885, Inggris, Spanyol, dan Jerman, menandatangani Protokol Madrid yang mengakui kedaulatan Spanyol di Kepulauan Sulu. Pengakuan ini ditukar dengan pelepasan Spanyol atas segala klaimnya di Borneo Utara atau Sabah untuk mendukung Ingris. Pada 1888, Sabah resmi menjadi protektorat Inggris--yang kemudian menduduki Malaysia sebagai jajahan.
Setelah Perang Dunia II, Inggris berniat mengembalikan Sabah ke Kesultanan Sulu. Untuk proses itu, dilakukanlah pemungutan suara, untuk menentukan apakah rakyat Sabah memilih bergabung dengan Federasi Malaisia atau kembali ke Kesultanan Sulu. Dan hasilnya, rakyat Sabah lebih memilih bergabung ke Malaysia daripada kembali ke Sulu.
Pada 16 September 1963, Sabah bersatu dengan Malaysia, Sarawak, dan Singapura, membentuk Federasi Malaysia merdeka.
Menurut Jimeno, klaim ahli waris Kesultanan Sulu tidak hanya didasarkan pada perjanjian sewa antara Kesultanan dengan North Borneo Company yang dibentuk Inggris. Namun, klaim itu juga didasarkan pada keputusan pengadilan tinggi North Borneo pada 1939. Klaim ini dianggap lebih dulu, jauh sebelum pembentukan Federasi Malaysia.
Klaim FIlipina atas Sabah, atas nama Kesultanan Sulu, sebenarnya bukan kali ini saja terjadi. Klaim itu pertama kali dilakukan pada masa Presiden Diosdado Macapagal pada 1962, sebelum Malaysia terbentuk. Namun klaim ini telah berlarut-larut dari tahun ke tahun.
Juru Bicara Departemen Luar Negeri Filipina Raul Hernandez mengatakan, pemerintahnya belum melakukan perundingan lagi atas 'perang klaim' antara Kesultanan Sulu dengan Malaysia ini. Dia menolak laporan media Malaysia yang menyebut perundingan antara Malaysia dengan orang-orang dari Kesultanan Sulu telah berakhir dan orang-orang bersenjata itu akan dideportasi dari wilayah yang kaya akan minyak itu.
"Sampai sekarang tidak ada diskusi mengenai klaim kami di Sabah. Masalah ini tergantung pada pembuat kebijakan di negara kami untuk menentukan secara cermat apa yang akan dilakukan atas isu ini," kata Hernandez sebagaimana dikutip laman Interaksyon, Senin 18 Februari 2013.
Kaya Energi
Negara bagian Sabah sendiri diberkahi kekayaan alam berupa minyak dan gas yang melimpah. Menurut laman Free Malaysia Today, Sabah diperkirakan memiliki cadangan minyak senilai 1,5 miliar barrel di tahun 2011. Sedangkan cadangan gas alam tercatat senilai 11 triliun kubik.
Beberapa sumber minyak dan gas baru pun ditemukan, sehingga semakin menambah tinggi nilai cadangan minyak dan gas di negara bagian terbesar kedua di Malaysia ini. Empat sumber ladang minyak baru telah ditemukan selama dua tahun terakhir.
Kekayaan minyak yang dimiliki Sabah disepakati untuk dikelola oleh Petronas, sebuah perusahaan minyak yang didirikan pada tahun 1974 dan dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah federal. Dalam sebuah perjanjian yang ditanda tangani pada tahun 1975, Sabah tercatat berhak menerima royalti sebesar 5% dari dari nilai kotor produksi minyak.
Di tahun 2011, Petronas berhasil membukukan keuntungan penjualan minyak Sabah senilai RM15 miliar atau setara Rp47 triliun.
Namun walaupun dikenal sebagai daerah yang kaya minyak, Sabah ternyata merupakan negara bagian Malaysia yang paling miskin dibandingkan negara bagian lainnya di negeri jiran itu. Menurut ketua partai Sabah Chapter, Jeffrey Kitingan, jumlah penduduk miskin di Sabah adalah yang terbesar di Malaysia.
"Sabah menyumbang 40% jumlah penduduk miskin di Malaysia," ujarnya seperti dikutip laman Free Malaysia Today beberapa waktu yang lalu.
Bahkan menurut Kitingan jumlah anggaran yang diberikan oleh pemerintah federal Malaysia untuk Sabah tidak sebanding dengan nominal pemasukan produk minyak yang disumbang oleh negara yang memiliki luas 72.500 kilometer persegi ini.
Jumlah pengangguran di Sabah pun termasuk tinggi. Tercatat tingkat pengangguran mencapai 5,6% atau sekitar 76.000 penduduk Sabah tidak memiliki pekerjaan.
No comments:
Post a Comment