Friday, 24 January 2014

SAKSI SAKSI PARPOL DI TPS PADA PEMILU 2014 DI BIAYAI OLEH NEGARA?

http://media.viva.co.id/thumbs2/2013/01/22/189158_penghitungan-suara-di-pilkada_663_382.jpgPemilihan umum 2014 tinggal hitungan bulan. Namun masih ada beberapa kendala teknis terkait pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan itu.

Salah satunya adalah bagaimana membiayai para saksi di tempat-tempat pemungutan suara (TPS). Pada pemilu-pemilu sebelumnya mereka dibiayai oleh para partai politik, sehingga menimbulkan pro dan kontra karena hanya "partai-partai kaya" yang mampu membiayai para saksi di banyak tempat.

Persoalan ini sebenarnya telah dicari solusinya oleh Badan Pengawas Pemilu. Demi azas keadilan dan obyektivitas, Bawaslu mengusulkan agar para saksi di TPS ini dibiayai oleh negara.

Usul itu mendapat sambutan positif dari pemerintah. Kementerian Keuangan telah setuju dan sudah siapkan Rp700 miliar untuk ongkos para saksi, yang akan masuk sebagai salah satu mata anggaran untuk Bawaslu. 

Namun, solusi itu masih mengundang polemik. Kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) menilai alokasi anggaran baru tersebut perampokan uang rakyat, sementara kalangan partai politik masih belum solid. Ada yang mendukung, namun ada yang memperingatkan bahwa pembiayaan untuk para saksi itu akan jadi prahara di kemudian hari.

Partai Persatuan Pembangunan mendukung wacana Badan Pengawas Pemilu yang mengusulkan negara membiayai saksi dalam Pemilu 2014. Menurut Sekretaris Jenderal PPP M  Romahurmuziy, Kamis 23 Januari 2014, jika saksi dibiayai oleh negara maka pertanda Pemilu makin baik.

"Ini bertanda Pemilu semakin jujur dan adil, serta mempersempit ruang penyalahgunaan suara parpol yang lemah dari sisi pembiayaan saksi di TPS," kata Romi, Romahurmuziy, di Jakarta. 

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Moh Mahfud MD setuju wacana negara membiayai saksi dalam Pemilu 2014. Bahkan Mahfud menuturkan, dia sudah lama berpikir mengenai hal itu.

Mahfud tidak khawatir akan terjadi penyelewengan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Sebab, partai yang akan mengajukan saksinya. Kemudian, negara tinggal membayar. 

Anggota Komisi Pemilihan Umum Ferry Kurnia Rizkiyansyah, menyambut baik kebijakan pembiayaan saksi oleh negara itu. Dengan begitu, Ferry yakin kualitas pemilu akan semakin meningkat.

"Seluruh TPS ada saksinya itu top. Proses pemilunya bagus. Soal dibayar dia harus dibayar itu mekanisme lain, pintunya lewat Bawaslu. Dalam konteks menghasilkan pemilu yang lebih baik, objektif, tidak ada kecurangan bagus," kata Ferry.

Peran Bawaslu

Pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk membiayai saksi partai politik yang bertugas mengawasi jalannya pemungutan suara pada pemilihan umum 2014. Pos anggaran itu dititipkan kepada Badan Pengawasan Pemilu untuk membagikannya kepada parpol.

"Bukan Bawaslu yang membiayai tapi negara. Bawaslu hanya dititipi untuk mendistribusikan," kata Ketua Bawaslu Muhammad.

Muhammad mengatakan, anggaran yang akan digunakan tersebut di luar dari jatah operasional Bawaslu. Muhammad merinci, setiap saksi akan diberikan Rp100 ribu tanpa potongan. 

"Di setiap TPS, terdapat 12 orang untuk setiap partai politik. Negara mengeluarkan Rp1,2 juta setiap TPS, dikali sekian ratus ribu TPS seluruh Indonesia," katanya.

Dia menjanjikan, Bawaslu akan menjalankan tugas negara tersebut secara terbuka dan penuh tanggung jawab. Untuk itu, BPK dan juga PPATK diminta turut memantau kinerja mereka. "Ada BPK, PPATK. Jadi pertanggungjawaban jelas," katanya.

Banjir Kecaman

Koalisi Masyarakat Sipil Pemerhati Pemilu kritik kebijakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) membiayai saksi pemungutan suara dari partai politik di tiap-tiap tempat pemungutan suara. Anggarannya tak tanggung-tanggung, sebesar Rp700 miliar untuk honor saksi partai politik di TPS.

"Gagasan ini merupakan perampokan uang rakyat," kata Peneliti KIPP, Jojo Rohi, di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu 22 Januari 2014.

Sementara itu, Direktur Perludem, Very Junaidi menilai, kebijakan Bawaslu ini disinyalir sebagai bentuk perselingkuhan partai politik dengan negara. Di mana beban yang selama ini harusnya ditanggung partai politik, malah dibebankan ke negara seutuhnya.

"Saksi ini kan alat partai politik. Kenapa harus dibiayai negara?" ujar Very.

Ia mendorong Bawaslu agar mengevaluasi kebijakan itu. Bahkan kata dia, sebaiknya dana sebesar itu bisa digunakan untuk meningkatkan pengawasan pemilu di lapangan dan percepatan penilaian pemilu. "Biar masyarakat tahu pemilu tahun ini bagaimana kualitasnya, bagaimana pelaksanaanya. Bukan dengan membiayai saksi parpol," katanya.

“Bom waktu”

Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo mengkhawatirkan alokasi duit negara untuk saksi partai politik itu justru meninggalkan bom waktu pidana korupsi di kemudian hari.

Kekhawatiran utamanya adalah akan ada banyak indikasi struktur Partai yang akan bermasalah dan terkena tuduhan korupsi dana saksi yang sumbernya dari keuangan negara. Menurutnya, partai lebih baik partai membiayai saksinya masing-masing daripada terjerat penyalahgunaan keuangan negara.

"Hal ini harus matang jadi pertimbangan Parpol-parpol," kata anggota Komisi I DPR itu.

Menurut dia, kalau hal itu tidak clear sejak awal maka akan menjadi bom waktu bagi seluruh partai politik. Sebab, tidak mungkin seluruh partai politik akan mampu mengawasi penggunaannya sampai di tingkat TPS. Kecuali, semua parpol siap sampai pengawasan di struktur tingkat desa/kelurahan.

"Sementara, tanggung jawab pemakaian dana tersebut berada pada pucuk pimpinan partai."

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Keuangan telah menyetujui anggaran pengawasan pemilihan legislatif kepada Badan Pengawas Pemilu Rp1,5 triliun. Dari jumlah itu, Rp800 miliar untuk pembiayaan pengawasan pemilu. Adapun Rp700 miliar untuk pembiayaan saksi partai politik pada saat hari pemungutan suara

No comments:

Post a Comment