Salah satunya adalah bagaimana membiayai para saksi di
tempat-tempat pemungutan suara (TPS). Pada pemilu-pemilu sebelumnya
mereka dibiayai oleh para partai politik, sehingga menimbulkan pro dan
kontra karena hanya "partai-partai kaya" yang mampu membiayai para saksi
di banyak tempat.
Persoalan ini sebenarnya telah dicari solusinya oleh Badan Pengawas
Pemilu. Demi azas keadilan dan obyektivitas, Bawaslu mengusulkan agar
para saksi di TPS ini dibiayai oleh negara.
Usul itu mendapat sambutan positif dari pemerintah. Kementerian
Keuangan telah setuju dan sudah siapkan Rp700 miliar untuk ongkos para
saksi, yang akan masuk sebagai salah satu mata anggaran untuk Bawaslu.
Namun, solusi itu masih mengundang polemik. Kalangan lembaga
swadaya masyarakat (LSM) menilai alokasi anggaran baru tersebut
perampokan uang rakyat, sementara kalangan partai politik masih belum
solid. Ada yang mendukung, namun ada yang memperingatkan bahwa
pembiayaan untuk para saksi itu akan jadi prahara di kemudian hari.
Partai Persatuan Pembangunan mendukung wacana Badan Pengawas Pemilu
yang mengusulkan negara membiayai saksi dalam Pemilu 2014. Menurut
Sekretaris Jenderal PPP M Romahurmuziy, Kamis 23 Januari 2014, jika
saksi dibiayai oleh negara maka pertanda Pemilu makin baik.
"Ini bertanda Pemilu semakin jujur dan adil, serta mempersempit
ruang penyalahgunaan suara parpol yang lemah dari sisi pembiayaan saksi
di TPS," kata Romi, Romahurmuziy, di Jakarta.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Moh Mahfud MD setuju wacana negara
membiayai saksi dalam Pemilu 2014. Bahkan Mahfud menuturkan, dia sudah
lama berpikir mengenai hal itu.
Mahfud tidak khawatir akan terjadi penyelewengan dalam pelaksanaan
kebijakan tersebut. Sebab, partai yang akan mengajukan saksinya.
Kemudian, negara tinggal membayar.
Anggota Komisi Pemilihan Umum Ferry Kurnia Rizkiyansyah, menyambut
baik kebijakan pembiayaan saksi oleh negara itu. Dengan begitu, Ferry
yakin kualitas pemilu akan semakin meningkat.
"Seluruh TPS ada saksinya itu top. Proses pemilunya bagus. Soal
dibayar dia harus dibayar itu mekanisme lain, pintunya lewat Bawaslu.
Dalam konteks menghasilkan pemilu yang lebih baik, objektif, tidak ada
kecurangan bagus," kata Ferry.
Peran Bawaslu
Pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk membiayai saksi
partai politik yang bertugas mengawasi jalannya pemungutan suara pada
pemilihan umum 2014. Pos anggaran itu dititipkan kepada Badan Pengawasan
Pemilu untuk membagikannya kepada parpol.
"Bukan Bawaslu yang membiayai tapi negara. Bawaslu hanya dititipi untuk mendistribusikan," kata Ketua Bawaslu Muhammad.
Muhammad mengatakan, anggaran yang akan digunakan tersebut di luar
dari jatah operasional Bawaslu. Muhammad merinci, setiap saksi akan
diberikan Rp100 ribu tanpa potongan.
"Di setiap TPS, terdapat 12 orang untuk setiap partai politik.
Negara mengeluarkan Rp1,2 juta setiap TPS, dikali sekian ratus ribu TPS
seluruh Indonesia," katanya.
Dia menjanjikan, Bawaslu akan menjalankan tugas negara tersebut
secara terbuka dan penuh tanggung jawab. Untuk itu, BPK dan juga PPATK
diminta turut memantau kinerja mereka. "Ada BPK, PPATK. Jadi
pertanggungjawaban jelas," katanya.
Banjir Kecaman
Koalisi Masyarakat Sipil Pemerhati Pemilu kritik kebijakan Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu) membiayai saksi pemungutan suara dari partai
politik di tiap-tiap tempat pemungutan suara. Anggarannya tak
tanggung-tanggung, sebesar Rp700 miliar untuk honor saksi partai politik
di TPS.
"Gagasan ini merupakan perampokan uang rakyat," kata Peneliti KIPP, Jojo Rohi, di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu 22 Januari 2014.
Sementara itu, Direktur Perludem, Very Junaidi menilai, kebijakan
Bawaslu ini disinyalir sebagai bentuk perselingkuhan partai politik
dengan negara. Di mana beban yang selama ini harusnya ditanggung partai
politik, malah dibebankan ke negara seutuhnya.
"Saksi ini kan alat partai politik. Kenapa harus dibiayai negara?" ujar Very.
Ia mendorong Bawaslu agar mengevaluasi kebijakan itu. Bahkan kata
dia, sebaiknya dana sebesar itu bisa digunakan untuk meningkatkan
pengawasan pemilu di lapangan dan percepatan penilaian pemilu. "Biar
masyarakat tahu pemilu tahun ini bagaimana kualitasnya, bagaimana
pelaksanaanya. Bukan dengan membiayai saksi parpol," katanya.
“Bom waktu”
Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo mengkhawatirkan alokasi duit
negara untuk saksi partai politik itu justru meninggalkan bom waktu
pidana korupsi di kemudian hari.
Kekhawatiran utamanya adalah akan ada banyak indikasi struktur
Partai yang akan bermasalah dan terkena tuduhan korupsi dana saksi yang
sumbernya dari keuangan negara. Menurutnya, partai lebih baik partai
membiayai saksinya masing-masing daripada terjerat penyalahgunaan
keuangan negara.
"Hal ini harus matang jadi pertimbangan Parpol-parpol," kata anggota Komisi I DPR itu.
Menurut dia, kalau hal itu tidak clear sejak awal maka akan menjadi
bom waktu bagi seluruh partai politik. Sebab, tidak mungkin seluruh
partai politik akan mampu mengawasi penggunaannya sampai di tingkat TPS.
Kecuali, semua parpol siap sampai pengawasan di struktur tingkat
desa/kelurahan.
"Sementara, tanggung jawab pemakaian dana tersebut berada pada pucuk pimpinan partai."
No comments:
Post a Comment