Friday, 7 February 2014

KETIKA ANGGARAN BANSOS NAIK TAJAM MENJELANG PEMILU

Demonstrasi memprotes dana bansos dan hibah APBD Jawa TengahKalangan pemantau pemilu menengarai adanya penyelewengan dana bantuan sosial (bansos) jelang pemilihan umum. Indikasinya, pos belanja bansos pemerintah pusat maupun pemerintah daerah menggelembung jelang pemilihan umum. 

Audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2013 menemukan penggelembungan itu dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang tengah menghadapi pemilihan kepala daerah. 

Tahun anggaran 2012, anggaran bansos nasional naik dari Rp57 triliun ke Rp75 triliun, dengan satu kriteria menjelang pilkada suatu tempat itu (anggaran) cenderung meningkat. Biasanya menjelang pilkada, postur alokasi APBD itu meningkat. Secara nasional juga begitu.

Anggaran bantuan sosial ditengarai digunakan pihak yang punya akses untuk kepentingan politiknya. 

Komite Independen Pemantau Pemilu dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis, 6 Februari 2014, mengungkapkan bahwa dana bansos selama ini kerap diselewengkan pejabat untuk kepentingan politik.

“Dana bansos haram digunakan untuk pemilu,” kata Wakil Sekretaris Jenderal KIPP Girindra Sandino dalam deklarasi Maklumat Bersama Pemilu Jujur Adil, Damai, dan Bebas Korupsi di Jakarta, Kamis 6 Februari 2014.

Modus penyelewengan distribusi dana bansos ada berbagai macam, mulai sunat anggaran hingga pemberian untuk organisasi ‘siluman’ yang tak jelas keberadaannya. 

Ihwal ini, Anggota BPK Ali Masykur Musa, saat berkunjung ke kantor VIVAnews awal bulan lalu, mengungkapkan sejumlah modus penyelewengan dana bansos berdasarkan temuan audit lembaganya. 

Modusnya ada tiga. Pertama, dalam bentuk fiktif atas usulan yang ada karena di biro dinas sosial setempat ada yang disebut biro jasa membuat proposal. Kedua, diterima tapi tidak sesuai dengan besaran yang ada, karena dipotong oleh aparat yang ada di depan. 

"Nah, yang ketiga, modusnya berhubungan dengan proses politik di suatu tempat (Pilkada)," kata Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama itu. 

Atas temuan itu, BPK merekomendasikan sebaiknya program bansos itu dikembalikan pada peruntukannya, untuk stabilisasi masalah sosial kemasyarakatan atau raskin yang memang betul-betul masyarakat butuhkan. 

Menurut Ali, sekarang ini nomenkelatur bansos tidak hanya dalam bentuk belanja di anggaran Kementerian sosial, tapi ada juga di kementerian lain.

“Temuan BPK, sekitar Rp13 triliun sekian dari Rp75 triliun tidak tepat sasaran. Bahkan, ada Rp1,3 triliun yang dicairkan tapi tidak disalurkan. 2013 on process belum bisa kami buka,” kata Ali.

Menurut Ali, kalau melihat postur anggaran 2013, jumlah anggaran bansos nasional memang turun. Tetapi, 2014, nomenkelatur bansos masih muncul. 

PR Bawaslu
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang diamanahi menjadi wasit dalam hajatan demokrasi di republik ini diminta melakukan terobosan guna antisipasi penyelewengan tersebut. KIPP minta Badan Pengawas Pemilu lebih jeli dan tegas mengawasi penyelewengan dana bansos. 

“Banyak modus yang dilakukan untuk menyamarkan dana Bansos untuk kepentingan politik,” ujar Wasekjen KIPP Girindra Sandino.

KIPP meminta Bawaslu melakukan terobosan seperti yang dilakukan oleh KPU dengan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri dana kampanye para caleg dan parpol dalam pemilu.

“Bawaslu juga harus bisa memantau anggaran seperti itu,” kata Girin.

Untuk mengawasi pemilu, KIPP sudah menyiapkan Crisis Center. Tempat ini akan menjadi pos pemantauan dan pengaduan pelanggaran pemilu. 

“Saat ini kami sudah memiliki sekitar 9.000 relawan pemantau pemilu. Mereka tersebar di 33 provinsi dan semua kabupaten/kota di Indonesia,” ujar Girin.

KPK menyemprit
Ihwal dugaan penyelewengan Bansos ini juga mengundang perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK melayangkan surat secara langsung kepada seluruh kepala daerah melalui surat bernomor B-14/01-15/01/2014 pada 6 Januari 2013, ditandatangani Ketua KPK Abraham Samad.

KPK menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara kenaikan dana bansos dan hibah APBD dengan pelaksanaan pemilu baik di tingkat pusat maupun daerah. Ditemukan pula kencenderungan kenaikan dana hibah dibandindingkan dana bansos jelang pelaksanaan Pilkada 2011 hingga 2013.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat merespons surat KPK itu dengan menunda pencairan dana bantuan sosial. Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengimbau bupati/walikota di wilayahnya untuk menghindari penyalahgunaan dana bantuan sosial dan dana hibah. 

Kepala Biro Humas Pemprov Jabar, Rudi Gandakusumah mengatakan, untuk menghindari penyelewengan, pemprov akan menunda pencairan dana itu hingga pelaksanaan pemilu legislatif tahun 2014 selesai. Namun hal ini tak berlaku untuk dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

"Pemprov Jabar pun menanggapi itu akan patuh pada aturan KPK sehingga hibah dan bansos ditunda, terkecuali untuk BOS yang jumlahnya sekitar Rp4 triliun," kata Rudi di Bandung pada 28 Januari 2013.

Menurutnya, penundaan ini dilakukan untuk menghindari kekhawatiran rawannya pencairan dana bansos jelang pemilu. Adapun untuk merealisasikan pencairan anggaran ini Badan Pengawas Keuangan Provinsi akan dilibatkan.

"Pemprov bekerjasama dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, yang mana merupakan institusi aparat pemeriksa internal pemerintah sekaligus mitra KPK," tuturnya