Audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2013 menemukan penggelembungan
itu dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang tengah
menghadapi pemilihan kepala daerah.
Tahun anggaran 2012, anggaran bansos nasional naik dari Rp57
triliun ke Rp75 triliun, dengan satu kriteria menjelang pilkada suatu
tempat itu (anggaran) cenderung meningkat. Biasanya menjelang pilkada,
postur alokasi APBD itu meningkat. Secara nasional juga begitu.
Anggaran bantuan sosial ditengarai digunakan pihak yang punya akses untuk kepentingan politiknya.
Komite Independen Pemantau Pemilu dalam keterangan persnya di
Jakarta, Kamis, 6 Februari 2014, mengungkapkan bahwa dana bansos selama
ini kerap diselewengkan pejabat untuk kepentingan politik.
“Dana bansos haram digunakan untuk pemilu,” kata Wakil Sekretaris
Jenderal KIPP Girindra Sandino dalam deklarasi Maklumat Bersama Pemilu
Jujur Adil, Damai, dan Bebas Korupsi di Jakarta, Kamis 6 Februari 2014.
Modus penyelewengan distribusi dana bansos ada berbagai macam,
mulai sunat anggaran hingga pemberian untuk organisasi ‘siluman’ yang
tak jelas keberadaannya.
Ihwal ini, Anggota BPK Ali Masykur Musa, saat berkunjung ke kantor VIVAnews awal bulan lalu, mengungkapkan sejumlah modus penyelewengan dana bansos berdasarkan temuan audit lembaganya.
Modusnya ada tiga. Pertama, dalam bentuk fiktif atas usulan yang
ada karena di biro dinas sosial setempat ada yang disebut biro jasa
membuat proposal. Kedua, diterima tapi tidak sesuai dengan besaran yang
ada, karena dipotong oleh aparat yang ada di depan.
"Nah, yang ketiga, modusnya berhubungan dengan proses politik di
suatu tempat (Pilkada)," kata Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama itu.
Atas temuan itu, BPK merekomendasikan sebaiknya program bansos itu
dikembalikan pada peruntukannya, untuk stabilisasi masalah sosial
kemasyarakatan atau raskin yang memang betul-betul masyarakat butuhkan.
Menurut Ali, sekarang ini nomenkelatur bansos tidak hanya dalam
bentuk belanja di anggaran Kementerian sosial, tapi ada juga di
kementerian lain.
“Temuan BPK, sekitar Rp13 triliun sekian dari Rp75 triliun tidak
tepat sasaran. Bahkan, ada Rp1,3 triliun yang dicairkan tapi tidak
disalurkan. 2013 on process belum bisa kami buka,” kata Ali.
Menurut Ali, kalau melihat postur anggaran 2013, jumlah anggaran
bansos nasional memang turun. Tetapi, 2014, nomenkelatur bansos masih
muncul.
PR Bawaslu
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang diamanahi menjadi
wasit dalam hajatan demokrasi di republik ini diminta melakukan
terobosan guna antisipasi penyelewengan tersebut. KIPP minta Badan
Pengawas Pemilu lebih jeli dan tegas mengawasi penyelewengan dana
bansos.
“Banyak modus yang dilakukan untuk menyamarkan dana Bansos untuk kepentingan politik,” ujar Wasekjen KIPP Girindra Sandino.
KIPP meminta Bawaslu melakukan terobosan seperti yang dilakukan
oleh KPU dengan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) untuk menelusuri dana kampanye para caleg dan parpol
dalam pemilu.
“Bawaslu juga harus bisa memantau anggaran seperti itu,” kata Girin.
Untuk mengawasi pemilu, KIPP sudah menyiapkan Crisis Center. Tempat
ini akan menjadi pos pemantauan dan pengaduan pelanggaran pemilu.
“Saat ini kami sudah memiliki sekitar 9.000 relawan pemantau
pemilu. Mereka tersebar di 33 provinsi dan semua kabupaten/kota di
Indonesia,” ujar Girin.
KPK menyemprit
Ihwal dugaan penyelewengan Bansos ini juga mengundang perhatian
Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK melayangkan surat secara langsung
kepada seluruh kepala daerah melalui surat bernomor B-14/01-15/01/2014
pada 6 Januari 2013, ditandatangani Ketua KPK Abraham Samad.
KPK menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara kenaikan dana bansos
dan hibah APBD dengan pelaksanaan pemilu baik di tingkat pusat maupun
daerah. Ditemukan pula kencenderungan kenaikan dana hibah
dibandindingkan dana bansos jelang pelaksanaan Pilkada 2011 hingga 2013.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat merespons surat KPK itu dengan
menunda pencairan dana bantuan sosial. Pemerintah Provinsi Jawa Barat
mengimbau bupati/walikota di wilayahnya untuk menghindari penyalahgunaan
dana bantuan sosial dan dana hibah.
Kepala Biro Humas Pemprov Jabar, Rudi Gandakusumah mengatakan,
untuk menghindari penyelewengan, pemprov akan menunda pencairan dana itu
hingga pelaksanaan pemilu legislatif tahun 2014 selesai. Namun hal ini
tak berlaku untuk dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
"Pemprov Jabar pun menanggapi itu akan patuh pada aturan KPK
sehingga hibah dan bansos ditunda, terkecuali untuk BOS yang jumlahnya
sekitar Rp4 triliun," kata Rudi di Bandung pada 28 Januari 2013.
Menurutnya, penundaan ini dilakukan untuk menghindari kekhawatiran
rawannya pencairan dana bansos jelang pemilu. Adapun untuk
merealisasikan pencairan anggaran ini Badan Pengawas Keuangan Provinsi
akan dilibatkan.