Tuesday, 31 December 2013

Enam Temuan Terbesar di Antariksa Sepanjang 2013

Robot penjelajah Ada sejumlah temuan di antariksa sepanjang tahun ini. Beberapa menjadi tonggak sejarah bagi eksplorasi luar angkasa di masa mendatang dan membantu pengungkapan alam semesta di masa lalu.

Mengutip Space.com, Senin 30 Desember 2013, sepanjang tahun ini terdapat enam temuan terbesar antariksa.

Satelit Voyager 1 Capai Luar Tata Surya 

Setelah 35 tahun menjelajahi luar angkasa, satelit milik badan antariksa AS (NASA) ini berhasil mencapai batas terluas tata surya.
Voyager 1 mencapai interstellar space, sebuah ruang di antariksa yang tak mendapat pengaruh efek matahari. Ruang ini berjarak 18,76 miliar kilometer dari pusat tata surya itu.

Satelit Voyager telah melakukan beberapa kali penelitian, mulai dari mengukur medan magnet dan partikel di permukaan Matahari, sampai menghitung kepadatan partikel-partikel di beberapa tempat di ruang angkasa yang sudah dilewati oleh Voyager.

Diketahui, Satelit Voyager 1 diberangkat ke ruang angkasa pada 5 September 1977. Sedangkan kembarannya, Satelit Voyager 2 berangkatkan beberapa hari setelah Voyager 1 diluncurkan. Tugas utama dua satelit itu adalah untuk mempelajari Planet Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.

Partikel antariksa di Kutub Utara 

Fisikawan laboratorium IceCube yang berada di Kutub Utara menemukan nukti pertama sinar kosmisk dari luar tata surya. Ditemukan 28 partikel sub atomik (neutrino) yang diduga kuat berasal dari luar angkasa. Partikel itu bisa membantu menjelaskan asal usul alam semesta.

Tim peneliti meyakini partikel itu tertanam dalam satu kilometer kubik es kutub. Disebutkan triliunan neutrion sebenarnya melewati kita beberapa kali, yang paling banyak melewati tanah, ke inti bumi dan melayang kembali ke ruang angkasa. Temuan ini dapat membantu menjelaskan asal usul alam semesta.

Kehidupan di Mars 

Tujuh bulan setelah kendaraan penjelajah NASA Mars, Curiosity mendarat di planet merah itu, ditemukan bukti pendukung kehidupan mikroba di Mars. Pada Desember ini, tim Curiosity mengumumkan bukti adanya danau air tawar di dekat khatulistiwa Mars. Bukti pada danau yang berusia 3,7 miliar tahun silam ini bisa mendukung kehidupan dalam waktu yang lama.

Guna menperkuat bukti itu, NASA menggunakan pesawat luar angkasa, Reconnaissance Orbiter, untuk menentukan musim gelap dekat khatulistiwa planet yang mengindikasikan kehadiran air pada hari ini. Sebelumnya, tanda air hanya ditemukan pada bagian kutub planet, dan khatulistiwa dianggap benar-benar kering.

Planet kembaran Bumi 

Pada akhir Oktober lalu, peneliti menemukan planet kuar tata surya kembaran bumi, baik secara ukuran dan komposisi dan kepadatan yang sama dengan bumi.
Planet kembaran yang disebut Kepler -78b hanya 20 persen lebih luas dan 80 persen lebih besar dari bumi.

Nyatanya, saat ini peneliti antariksa telah memeprkirakan jumlah planet di luar tata surya mencapai 1000 planet, bahkan bisa lebih banyak.
Hal ini menjadi tonggak penting dalam 20 tahun pencarian planet luar tata surya. Pesawat antariksa NASA, Kepler telah menganalisa 3600 planet luar tata suryam dan hanya mengkonfirmasi 150 planet.

Kematian Komet ISON

 Ditemukan pada September 2012 lalu, orbit komet melahirkan efek yang sama mencoloknya dengan Great Comet 1680, yang terlihat pada siang hari. Komet ini terdeteksi mendekat ke matahari pada 28 November, tapi mengingat komet berlalu dalam jarak 1,1 juta kilometer dari matahari, tarikan gravitasi dan panas yang hebat dari mahatari melucuri debu dan gas komet. Kemudian komet hancur, dan hanya bisa dideteksi oleh teleskop Hubble.

Ilmuwan menetapkan inti komet lebih kecil dari perkiraan sebelumnya. Kemunculan komet ini membantu peneliti dalam mempelajari, meningkatkan pemahaman komposisi dan perilaku komet dalam tata surya.

Ledakan meteor Chelyabinsk

 Pada 15 Febuari 2013, meteor meledak sekitar 1500 kimometer di langit timur Chelyabinsk Rusia. Ledakan batu antariksa itu melukai ratusan orang dan bangunan rusak.

Batu meteor seukuran 17 meter itu disebutkan menghasilkan daya ledak lebih dari 470 kiloton NTN. Ledakan ini membangkitkan perhatian negara dunia terhadap ancaman batu luar angkasa di masa depan.

Beberapa mengembangkan skema penangkalan baru angkasa itu, mulai dari menempatkan pesawat luar angkasa untuk dibenturkan sampai menembak batu ruang angkasa agar keluar dari orbit bumi.

DEWA, Sosok Misterius dari Sumatera Barat

Orang Bunian atau sekedar Bunian adalah mitos sejenis makhluk halus dari wilayah Minangkabau, Sumatera Barat, Indonesia. Berdasar mitos tersebut, orang bunian berbentuk menyerupai manusia dan tinggal di tempat-tempat sepi, di rumah-rumah kosong yang telah ditinggalkan penghuninya dalam waktu lama.


Quote:
Orang Bunian juga kadang-kadang dikaitkan dengan istilah dewa di Minangkabau, pengertian "dewa" dalam hal ini sedikit berbeda dengan pengertian dewa dalam ajaran Hindu maupun Budha. "Dewa" dalam istilah Minangkabau berarti sebangsa makhluk halus yang tinggal di wilayah hutan, di rimba, di pinggir bukit, atau di dekat pekuburan.
Biasanya bila hari menjelang matahari terbenam di pinggir bukit akan tercium sebuah aroma yang biasa dikenal dengan nama "Masakan Dewa" atau "Samba Dewa". Aroma tersebut mirip bau kentang goreng. Hal ini dapat berbeda-beda namun mirip, berdasarkan kepercayaan lokal masyarakat Minangkabau di daerah berbeda. "Dewa" dalam kepercayaan Minangkabau lebih diasosiasikan bergender perempuan, yang cantik rupawan, bukan laki-laki seperti persepsi yang umum di kepercayaan lain.

Selain itu, masyarakat Minangkabau juga meyakini bahwa ada peristiwa orang hilang disembunyikan Dewa/orang Bunian. Ada juga istilah "orang dipelihara dewa", yang saat bayi telah dilarikan oleh Dewa. Mitos ini masih dipercaya banyak masyarakat Minangkabau sampai sekarang.

Tahukah anda ada sejumlah pendapat dan pandangan sebagian masyarakat tentang orang bunian. Meskipun sebagian masyarakat menganggap bahwa masyarakat mahluk bunian itu adalah masyarakat dalam kampung yang bernama Bunian (kampung para mahluk halus) dan hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menjumpainya.

Setiap daerah memiliki kepercayaan tentang mahluk-mahluk bunian ini, di daerah bengkulu, orang Bunian disebut juga sebabah yang merupakan satu bentuk yang mirip dengan manusia hanya saja mereka bertubuh kecil dan berkaki terbalik. Lebih kedaerah pedalamannya lagi ada juga kisah tentang mahluk Gugua, yang mempunyai perawakan berbulu lebat, pemalu dan suka menirukan tingkah laku dan perbuatan manusia.

Konon pada zaman dahulu mahluk ini bisa ditangkap. Masyarakat dahulu menangkap mahluk ini dengan menyiapkan sebuah perangkap. Ada juga kisah tentang perkawinan mahluk ini dengan penduduk local dan mempunyai keturunan.

Di gunung Sebelat (Taman Nasional Kerinci) Orang bunian dipercaya merupakan komunitas manusia hutan. Masyarakat setempat menyebutnya Uhang Pandak. Salah satu peniliti asing yang bernama Deborah Martyr begitu sangat tertarik dengan legenda ini dan melakukan penelitian, namun hingga saat ini penelitian tersebut belum menunjukkan hasil. Istilah Uhang pandak adalah pengertian dari orang yang bertubuh pendek.


Mereka merupakan mahluk yang keberadaannya telah diketahui sejak puluhan tahun yang lalu, namun hingga saat ini sulit menemukan bukti fisik dan otentik tentang keberadaan mahluk ini. Keberadaan mereka sendiri sering dilaporkan oleh orang-orang yang secara tidak sengaja bertemu dengan mereka, banyak dari wisatawan dan peneliti mancanegara yang melakukan riset tentang alam Gunung Sebelat secara tidak sengaja bertemu dengan kumpulan mahluk ini.

Informasi yang berhasil dikumpulkan mampu memberikan gambaran tentang Uhang Pandak ini. Mereka adalah mahluk yang hidup di atas tanah, berjalan dengan kedua kakinya dengan tubuh yang diselimuti oleh bulu pendek (abu-abu hingga coklat) dan tinggi tubuh sekitar 80 cm hingga 150 cm. Beberapa ahli bahkan mengklasifikasikan Uhang Pandak sebagai bagian dari rantai evolusi yang mereka sebut “kera misterius”.


Selama tiga tahun terakhir, para peneliti lokal dan mancanegara telah menjelajah hutan dengan harapan dapat menemukan bukti keberadaan masyarakat Uhang Pandak. Mereka telah melakukan banyak cara dari mulai memasang kamera trapping di wilayah hutan terutama daerah dimana sering terjadi laporan penampakan para mahluk tersebut sampai dengan pembuatan perangkap untuk menangkap salah satu dari mahluk itu. Para ahli merasa khawatir jika memang eksistensi keberadaan Uhang Pandak ini ada, bukan tidak mungkin mereka sedang terancam kepunahan sebagai akibat dari aktivitas penebangan dan penghancuran lingkungan mereka.

Selain uhang pandak banyak komunitas orang bunian lain yang dipercaya oleh masyarakat di berbagai daerah. Sebagian kepercayaan tersebut bahkan mengatakan bahwa komunitas masyarakat orang bunian itu bukan komunitas mahluk halus, namun suatu mahluk yang mirip manusia yang memiliki sedikit perbedaan dengan mahluk manusia, ada yang beranggapan mereka adalah ras manusia tersendiri dan merupakan bagian dari ras mahluk manusia kuno.


Terlepas dari benar tidaknya mereka adalah bagian dari mahluk halus ataupun ras manusia yang berbeda. Dunia masih menyimpan misteri tentang mereka yang harus terus dilakukan penelitian tentang keberadaan mereka.

Bukankah berbagai peninggalan dan kerangka mahluk setengah kera atau yang baru-baru saja dtemukan mengenai manusia pendek dari Flores membuktikan ada suatu komunitas mahluk diluar manusia modern yang pernah ada dan bisa jadi mereka tersembunyi untuk suatu hari bisa ditemukan.

Sejarah Kehidupan Manusia Purba Pertama di Indonesia

http://warisanindonesia.com/wimedia/2011/11/visual-man-purba-sangiran.jpgCatatan dari ‘Eden In The East, The Drowned Continent’ karya Stephen OppenheimerPara ahli sejarah umumnya berpendapat bahwa Asia Tenggara adalah kawasan ‘pinggir’ dalam sejarah peradaban manusia. Dengan kata lain, peradaban Asia Tenggara bisa maju dan berkembang karena imbas-imbas migrasi, perdagangan, dan efek-efek yang disebabkan peradaban lain yang digolongkan lebih maju seperti Cina, India, Mesir, dan lainnya. Buku Eden In The East yang ditulis Oppenheimer seolah mencoba menjungkirbalikkan pendapat meinstream tersebut.
Oppenheimer mengemukakan pendapat bahwa justru peradaban-peradaban maju di dunia merupakan buah karya manusia yang pada mulanya menghuni kawasan yang kini menjadi Indonesia. Oppenheimer tidak main-main dalam mengemukakan pendapat ini. Hipotesisnya disandarkan kepada sejumlah kajian geologi, genetik, linguistik, etnografi, serta arkeologi.Gagasan diaspora manusia dari kawasan Asia Tenggara dicoba untuk direkonstruksi dari peristiwa di akhir zaman es (Last Glacial Maximum) pada sekitar 20.000 tahun yang lalu. Pada saat itu, permukaan laut berada pada ketinggian 150 meter di bawah permukaan laut di zaman sekarang. Kepulauan Indonesia bagian barat, masih menyatu dengan benua Asia sebagai sebuah kawasan daratan maha luas yang disebut Paparan Sunda.



Ketika perlahan-lahan suhu bumi memanas, es di kedua kutub bumi mencair dan menyebabkan naiknya permukaan air laut, sehingga timbul banjir besar. Penelitian oseanografi menunjukan bahwa di Bumi ini pernah tiga kali terjadi banjir besar pada 14.000, 11.000, dan 8.000 tahun yang lalu. Banjir yang terakhir adalah peristiwa yang menyebabkan kenaikan permukaan air laut hingga setinggi 8-11 meter dari tinggi permukaan asalnya. Banjir tersebut mengakibatkan tenggelamnya sebagian besar kawasan Paparan Sunda hingga terpisah-pisah menjadi pulau-pulau yang kini kita kenal sebagai Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Bali.

Oppenheimer mengemukakan bahwa saat itu, kawasan Paparan Sunda telah dihuni oleh manusia dalam jumlah besar. Karena itulah, menurutnya, hampir semua kebudayaan dunia memiliki tradisi yang mengisahkan cerita banjir besar yang menenggelamkan sebuah daratan. Kisah-kisah semacam banjir Nabi Nuh as, olehnya dianggap sebagai salah satu bentuk transfer informasi antar generasi manusia tentang peristiwa mahadahsyat tersebut.


Menurut Oppenheimer, setelah terjadinya banjir besar tersebut, menusia mulai menyebar ke belahan bumi lainnya. Oppenheimer menyatakan bahwa hipotesisnya ini disokong oleh rekonstruksi persebaran linguistik terbaru yang dikemukakan Johanna Nichols. Nichols memang mencoba mendekonstruksi persebaran bahasa Austronesia. Sebelumnya, Robert Blust (linguis) dan Peter Bellwood (arkeolog) menyatakan bahwa persebaran bahasa-bahasa Austronesi a berasal dari daratan Asia ke Formosa (Taiwan) dan Cina Selatan (Yunnan) sebelum sampai ke Filipina, Indonesia, kepulauan Pasifik dan Madagaskar. Nichols menyatakan konstruksi yang terbalik di mana bahasa-bahasa Austronesia menyebar dari Indonesia-Malaysia ke kawasan-kawasan lainnya dan menjadi induk dari bahasa-bahasa dunia lainnya.

Oppenheimer berkeyakinan bahwa penduduk Malaysia, Sumatera, Jawa, dan Kalimantan dewasa ini adalah keturunan dari para penghuni Paparan Sunda yang tidak hijrah setelah tenggeamnya sebagian kawasan tersebut. Dengan kata lain, ia hendak mengemukakan bahwa persebaran manusia di dunia berasal dari kawasan ini.

Pendapatnya ia perkuat dengan mengemukakan analisa tentang adanya kesamaan benda-benda neolitik di Sumeria dan Asia Tenggara yang diketahui berusia 7.500 tahun. Kemudian ciri fisik pada patung-patung peninggalan zaman Sumeria yang memiliki tipikal wajah lebar (brachycepalis) ala oriental juga memperkuat hipotesis tersebut.

Oppenhimer juga yakin bahwa tokoh dalam kisah Gilgamesh yang dikisahkan sebagai satu-satunya tokoh yang selamat dari banjir besar adalah karakter yang sama dengan Nabi Nuh as dalam kitab Bible dan Qur’an yang tak lain adalah karakter yang berhasil menyelamatkan diri dari banjir besar yang menenggelamkan paparan Sunda. Legenda Babilonia tua mengisahkan pula kedatangan tujuh cendekiawan dari timur yang membawa keterampilan dan pengtahuan baru. Kisah yang sama terdapat pula di dalam India kuno di Hindukush. Varian legenda semacam ini pun ternyata tersebar di kepulauan Nusantara dan Pasifik.

Oppenheimer lebih lanjut mengemukakan bahwa kisah yang serupa dengan kisah penciptaan Adam dan Hawa serta pertikaian Kain dan Abel (Qabil dan Habil) ternyata dapat ditemukan di kawasan Asia Timur dan Kepulauan Pasifik. Misalnya orang Maori di Selandia Baru, menyebut perempuan pertama dengan nama ‘Eeve’. Kemudian di Papua Nugini, kisah yang serupa dengan Kain dan Abel ada dalam wujud Kullabop dan Manip. Tradisi-tradisi di kawasan ini juga mengemukakan bahwa manusia pertama di buat dari tanah lempung yang berwarna merah.

Atas dasar berbagai hipotesis tersebut pula, Oppenheimer meyakini bahwa Taman Eden yang disebut-sebut dalam Bible ada di Paparan Sunda. Berbicara tentang Hipotesis Oppenheimer ini, saya juga jadi teringat salah satu ayat dalam Kitab Genesis yang dengan jelasmenyebut bahwa Eden ada di Timur. Mungkinkah Taman Eden memang berlokasi di Indonesia? Dan Manusia Pertama pun ditempatkan Tuhan di Indonesia.