Sunday, 9 December 2012

Sutan Bhatoegana dan Aksi Akrobatik di Panggung Politik

135445289595275282
    Apa bedanya panggung politik dengan panggung hiburan? Demi menghemat energi berdebat-debat,mari kita sepakat pada satu kata, tak ada, alias sama dan serupa. Di atas panggung politik maupun panggung sandiwara, akan selalu hadir berjuta-juta cerita. Suka-duka, sedih-gembira, derita-bahagia, rangkaian gerbong cerita yang dikemas dalam berita, pada akhirnya puya tujuan yang sama, arena hiburan bagi manusia.

      Percaturan politik, layaknya permainan catur, gerak loncat saling bentur, meski kadang membuat dahi berkerut, tetap saja, pada akhirnya bertujuan menghibur. Layaknya hiburan, letakkan saja pada koridor hiburan. Boleh saja kita bersitegang dalam perseteruan dan aneka pertempuran, pada akhirnya, tutup saja dengan tertawa.

     Panggung politik, sebagai salah satu ekspresi entertainment yang paling membuat orang nyandu tergila-gilademen oleh pesonanya. Gelaran politik di negeri republik, kadang berupa opera “panggung-sandiwara” dengan seniman aktor-aktris berakting gaya di atasnya, gelaran Pilkada Jabar misalnya. Kadang berupa drama musikal “orkestra” biduan-biduanita beriring musik dangdut terajana, Duet Gotik Rhoma-Zaskia 2014 contohnya. Bisa juga dagelan gila meski cuma sebatas wacana, duet Parto-Tukul di Pilpres 2014 buktinya.

   Ahaentertaining politik lebih menggelitik, jika panggungnya berupa gelaran aksi akrobatik. Gerak zig-zag para pemainnya, loncat-loncat layaknya kutu loncat, jungkir balik, kayang-salto, politik memang polah pletak-pletik (bergerak loncat sana loncat sini). Memang, kadang aksi akrobatik politik membuat kita tertawa ngikik jika aksinya wagusaru (rancu-jorok) menggelitik. Namun selagi kita lihat sebagai tontonan yang menghibur seru, yang penting bisa tertawa, habis perkara.

      Syahdan, suatu hari seorang pemain akrobat tengah beraksi di panggung politik. Namanya juga akrobat, tentu yang penting bisa pletak-pletik. Tak peduli apakah ia pionir dan mahir dalam mengolah gerakannya, tak peduli pula apakah ia terlatih atau tergagap-gagap karena tak biasa. Adalah dia Sutan Bathoegana. Politisi (yang katanya) senior dari Partai Demokrat yang tengah berkuasa.

     Nampaknya Sutan lupa pada “canda politik”nya yang kerap aneh-aneh, salah satunya tentang istilah orgasme politik. Sutan ada benarnya, bahwa hubungan politik ibarat hubungan suami isteri dalam rumah tangga bangsa. Pemimpin (wakil rakyat dan pejabat) suaminya, publik-rakyat sebagai isterinya. Rumah tangga harmonis hanya tercipta ketika terjalin hubungan yang baik di antara keduanya, termasuk, (maaf) dalam hubungan badan yang pada fitrahnya sakral suci mulia. Tujuannya sama, untuk kesenangan, kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan berdua.

    Namun, karena ”berahi politik” tak terbendung, mungkin tergesa-gesa hendak mengejar orgasme, Sutan pun “ejakulasi politik” dini, tersandung kasus berbuah kontroversi. Sutan terkilir, bukan salah gerakan akrobat kaki, tapi karena “blunder lidah” dalam sebuah diskusi di DPR. Sutan menuding pemerintahan Gus Dur jatuh akibat terlibat skandal Brunei-gate dan Bulog-gate. Akibatnya, publik pun “gusar” layaknya seorang isteri yang dicurangi suaminya.

     Sutan dicerca, dicaci-maki hingga disumpahi. Konon katanya, mengeluarkan sembarang statemen tentang orang yang bukan sembarangan, apalagi seorang kyai besar yang telah wafat, mantan presiden RI pula, Sutan bisa “kualat tujuh turunan.” Sontak Sutan dihantui “kecemasan bathin.” Bersama Ketum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan Jhonny Alen Marbun, Sutan pun sowan ke kediaman keluarga Gus Dur di Ciganjur untuk meminta maaf.
  
    Terlanjur dikenal publik sebagai pemain ciamik akrobat politik, kedatangan ini pun memunculkan cerita baru. Konon katanya, sowan adalah bagian dari aksi akrobatik, terlebih karena Anas ikut mendampinginya. Misi politik Partai Demokrat, sekali gerakan, dua tiga aksi terlampaui. Sambil sungkeman gaya cium tangan kepada Ibu Shinta Nuriyah Wahid, Demokrat sekalian mencari lucky, keberuntungan politik dengan “masuk” ke keluarga Gus Dur. Paling tidak, unjuk diri bahwa sowan adalah bukti sikap ksatria Demokrat yang bermartabat dan rendah hati. Untuk urusan aksi akrobat, Demokrat memang hebat!

     Demokrat selama ini dinilai tidak memiliki hubungan yang dekat Gus Dur khususnya dan basis Nahdlatul Ulama (NU) pada umumnya. Langkah untuk meminta maaf itu secara tidak langsung juga akan merekatkan hubungan antara Partai Demokrat dengan NU. Aksi akrobatik ditunjukkan Anas dengan tak sekadar meminta maaf, tapi juga mendoakan agar putri Gus Dur Yenny Wahid sukses di tahun 2014. Demi kepentingan politik, para pemain mesti cerdas dan cantik bermain akrobatik.

      Di satu sisi, GP Ansor sebagai salah satu representasi umat Nahdliyin, menyatakan bahwa masalah Sutan Bhatoegana sudah selesaiNamun sebagian kalangan yang masih merasa memiliki Gus Dur menilai, bahwa permintaan maaf Sutan belum setimpalSowan dan sungkeman tak serta-merta mengobati “luka hati” umat-bangsa ini. Sutan masih dituntut untuk “tobat nasuha” turun dari “panggung politik” dan “wajib hukumnya” meminta maaf kepada rakyat Indonesia.

      Di sisi lain, pihak Demokrat dan istana juga tidak serta merta mau disudutkan begitu saja. Istana berdalih, bahwa pernyataan Sutan sendiri adalah reaksi alami politisi yang terbakar oleh statemen aktivis Gerakan Indonesia Bersih yang juga mantan jubir Gus Dur Adhie Masardi tentang Presiden SBY. Adhie Masardi  berkata bahwa SBY mendapat gelar dari Ratu Inggris karena barter dengan LNG Tangguh. Selain itu, BP Migas dibubarkan disebut juga oleh Adhie Masardi sebagai bukti kalau SBY melindungi koruptor. 

     Alhasil, keterkiliran aksi akrobatik lidah Sutan, di dunia politik bernuansa seni-hiburan, tak cuma sekadar
gerak acak kesalahan. Seperti pola geometrik fraktal Mendelbrot, Sutan secara tak sengaja telah memainkan gerak zig-zag beraturan, meski sekilas nampak tak beraturan. Sama saja dengan pola politik di republik yang sarat dengan peraturan namun gagal membuat para pemain politik untuk tunduk pada aturan.

     Pemilu 2014 kian mendekat. Dan hampir dipastikan, panggung politik negeri ini akan dipenuhi ragam aksi akrobatik para pemain politik. Untuk dua tujuan, kompetisi kepemimpinan dan perebutan kekuasaan. Aksi akrobatik menjadi keniscayaan. Ada banyak cerita yang dikemas menjadi jutaan berita. Ada banyak keterlibatan kepentingan, keinginan dan kebutuhan yang menyatu dengan hasrat-syahwat “berahi” jutaan manusia.

     Ada banyak aksi akrobatik unik, apik, cantik, ngulik dan menggelitik, mengundang jutaan pasang mata, berikut tanda tanya yang nyaris tak pernah ada kepastian jawabnya. Akhirnya, apapun yang terjadi dengan aksi akrobatik di panggung politik republik, ambil saja sebagai hikmah pendidikan politik anak bangsa. Semoga kita bisa belajar bijak berbicara dan bijak pula dalam menyikapi orang yang salah berbicara. Dan jangan lupa, tutup ceritanya dengan sepuas-puasnya tertawa.
Anggota DPR Sutan Bhatoegana.

Benarkah Alam Semesta Hologram dari Pikiran Manusia? Kosmolog menemukan alam semesta dapat digambarkan sebagai hologram

Alam semesta
Alam semesta seolah-olah meresap melalui kecerdasan di semua skala, dan alam semestadapat digambarkan sebagai Hologram raksasa, gambar atau peralatan yang dibuat oleh pikiran manusia, ataupun sebagai pola interferensi ruang dan waktu.
The Holographic Universe: The Revolutionary Theory of Reality, sebuah buku karya Michael Talbot yang sangat spektakuler menjelaskan teori relaitas kehidupan. Bahwa alam semesta sebenarnya merupakan hologram yang terkait satu sama lain, menjelaskan misteri Fisika dan kuantum yang mungkin belum terjawab.
Hampir semua orang mengetahui hologram tiga dimensi yang diproyeksikan ruang angkasa dengan bantuan laser. Dua pemikir terkemuka di dunia percaya bahwa alam semesta itu sendiri mungkin hologram raksasa, secara harfiah semacam gambar atau peralatan yang dibuat oleh pikiran manusia.
Fisikawan David Bohm (anak didik Einstein) salah satu fisikawan paling dihormati di dunia Kuantum, dan Karl Pribram seorang pemaham otak modern, telah mengembangkan cara baru yang luar biasa dalam memandang alam semesta. Teori mereka tidak hanya menjelaskan teka-teki yang belum terpecahkan di fisika tetapi juga kejadian misterius seperti telepati, pengalaman mendekati kematian, pengalaman religius dan mistik.

Prinsip Hologram Alam Semesta

Sekitar 2500 tahun yang lalu, teks Buddha Sutra Avatamsaka menggambarkan kosmos secara alegoris. Di tempat tinggal surgawi Dewa Indra, terdapat jaring yang menjangkau ke segala arah dan pada setiap titik simpul dalam jaring terdapat sebuah permata, masing-masing mencerminkan cahaya tidak terbatas. Ketika permata disentuh, masing-masing perhiasan lainnya langsung terpengaruh.
Semuanya saling berhubungan di alam semesta dan saling tergantung. Visi Buddhis pada dasarnya menggambarkan alam semesta berupa holografik. Dalam buku ‘The Tao of Physics‘ Capra menjelaskan relevansi jaring Indra terkait fisika partikel yang menyatakan bahwa partikel secara dinamis terdiri dari satu sama lain dalam cara yang konsisten, dan dalam pengertian yang dapat dikatakan ‘berisi’ satu sama lain.
Ini adalah prinsip hologram, bahwa setiap bagian di dalamnya berisi informasi kode secara keseluruhan, dengan kata lain bahwa semua informasi pada dasarnya adalah Nonlokal, jauh tercermin dalam semua aspek eksistensi.
Sebuah hologram dihasilkan ketika cahaya laser tunggal dibagi menjadi dua berkas yang terpisah. Sinar pertama memantul ke obyek yang akan difoto, kemudian berkas sinar kedua berbenturan dengan cahaya yang dipantulkan dari yang pertama pada emulsi fotografi, membuat dan merekam pola interferensi yang terlihat seperti cincin konsentris yang terbentuk ketika kerikil dilempar ke dalam kolam.
Sebuah sinar laser yang bersinar melalui film, maka gambar tiga dimensi dari objek asli akan muncul. Terlebih jika gambar tersebut memotong bagian tengah atau bahkan dibagi menjadi puluhan fragmen, setiap bagian akan berisi bukan bagian tertentu dari obyek, tetapi semuanya walaupun pada resolusi yang lebih rendah. Informasi gambar pada dasarnya didistribusikan secara nonlokal sepanjang film holografik. Kemampuan hologram untuk menyimpan dan memproses data dalam jumlah besar pada dasarnya karena sifat cahaya.
Pada tahun 1997, seorang fisikawan muda bernama Juan Maldacena menggunakan M-teori dan D-brane untuk menunjukkan bahwa dunia nyata secara keseluruhan bisa menjadi proyeksi holografik. Penemuan terbaru di semua disiplin ilmu yang mengungkapkan dunia fisik dijiwai dengan pembentukan medan hologram, sehingga saling terkait, koheren, dan harmonis di semua skala eksistensi.
Ilmuwan Jerman menggunakan peralatan untuk mendeteksi gelombang gravitasi yang ditemukan pada suara tertentu dan tak terduga, mungkin suara kuantum mikroskopik ruang waktu. Menurut Craig Hogan, dia benar-benar meramalkan adanya suara ini dan menduga bahwa hal itu mungkin karena alam semesta menjadi Hologram kosmik raksasa.
Kosmolog telah menemukan seluruh alam semesta dapat digambarkan sebagai jenis hologram, atau sebagai pola interferensi dalam ruang dan waktu. Fisikawan Raphael Bousso pernah menuliskan, hal menakjubkan bahwaprinsip hologram bekerja pada semua ruang. Selanjutnya membuktikan hal ini berlaku untuk semua skala, peneliti di IBM menciptakan sebuah proyeksi holografik yang diatur dengan hati-hati dari beberapa lusin kobalt atom 20 nanometer. Ketika mereka memasukkan atom kobalt magnetik, gambar hantu yang sepenuhnya dikonfigurasi juga muncul di fokus lain.

Hologram Dalam Kesadaran Manusia

David Bohm dan Pribram Karl menemukan sifat holografik alam secara bersamaan untuk diri mereka sendiri, karena mereka bekerja pada fisik dan alam otak manusia. Informasi dalam suatu sistem yang lebih mendasar daripada energi yang mengekspresikan dirinya, dan probabilitas yang menggambarkan sistem tidak pernah secara acak karena seringkali keliru ditafsirkan. Apakah mereka menggambarkan kemungkinan kuantum atau fenomena makro dalam dunia fisik?
Keacakan adalah ilusi, sebuah persepsi yang terbatas dalam pengetahuan. Alam semestadikodekan bermakna intrinsik dan dengan demikian menciptakan kosmos teratur dan bermakna, tetapi ada banyak cara untuk menganalisis dan mengekstrak informasi dan makna dari sistem complimentarity.
Ketika panggilan telepon berlangsung antara orang-orang yang dimanifestasikan dalam band Eelektromagnetik sebagai fluktuasi acak, tetapi kenyataannya fluktuasi ini merupakan hasil dari pilihan sadar yang dibuat setiap saat oleh orang-orang mengendalikan percakapan dan menyatakan makna dan metode mereka khususnya analisis.
Kesadaran kolektif fokus dalam harmoni yang dapat mempengaruhi peristiwa kuantum, kesadaran itu sendiri lebih mendasar daripada bentuk energi ataupun materi dalam ruang-waktu, dalam arti bahwa hal itu merupakan sub-kuantum’. Energi inilah yang tampaknya bertanggung jawab atas efek nonlokal dalam fisika kuantum dan hampir semua pikiran yang berinteraksi didokumentasikan dalam sejarah penelitian psikis.
Kita memiliki alam semesta yang luar biasa seolah-olah meresap dengan kecerdasan di semua skala, prinsip holografik (hologram) menuntut bahwa ekspresi kesadaran yang berbeda harus diintegrasikan dan dijalin bersama dengan psikis, saling berhubungan dengan cara yang tidak dibatasi oleh ruang-waktu.A

Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H

Latar Belakang

Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. (lahir di Talawi,SawahluntoSumatera Barat24 Agustus 1903 – meninggal di Jakarta17 Oktober 1962 pada umur 59 tahun) adalah sastrawan, sejarawan, budayawan, politikus, dan ahli hukum yang telah dihormati sebagaipahlawan nasional Indonesia. Ia merupakan salah satu perintis puisi modern Indonesia dan pelopor Sumpah Pemuda sekaligus "pencipta imaji keindonesiaan" yang mempengaruhi sejarah persatuan Indonesia.

Ia merupakan putra dari pasangan Usman Baginda Khatib dan Siti Saadah yang masing-masing berasal dari Sawahlunto dan Padang Panjang. Ayahnya memiliki enam belas anak dari lima istri, yang hampir keseluruhannya kelak menjadi intelektual yang berpengaruh. Saudara-saudara Yamin antara lain : Muhammad Yaman, seorang pendidik; Djamaluddin Adinegoro, seorang wartawan terkemuka; dan Ramana Usman, pelopor korps diplomatik Indonesia. Selain itu sepupunya, Mohammad Amir, juga merupakan tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Yamin mendapatkan pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Palembang, kemudian melanjutkannya ke Algemeene Middelbare School (AMS)Yogyakarta. Di AMS Yogyakarta, ia mulai mempelajari sejarah purbakala dan berbagai bahasa seperti Yunani,Latin, dan Kaei. Namun setelah tamat, niat untuk melanjutkan pendidikan ke LeidenBelanda harus diurungnya dikarenakan ayahnya meninggal dunia. Ia kemudian menjalani kuliah di Recht Hogeschool (RHS yang kelak menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia), Jakarta dan berhasil memperoleh gelarMeester in de Rechten (Sarjana Hukum) pada tahun 1932.

Kesusastraan

Mohammad Yamin memulai karier sebagai seorang penulis pada dekade 1920-an semasa duniasastra Indonesia mengalami perkembangan. Karya-karya pertamanya ditulis menggunakan bahasa Melayu dalam jurnal Jong Sumatera, sebuah jurnal berbahasa Belanda pada tahun 1920. Karya-karya terawalnya masih terikat kepada bentuk-bentuk bahasa Melayu Klasik.

Pada tahun 1922, Yamin muncul untuk pertama kali sebagai penyair dengan puisinya, Tanah Air; yang dimaksud tanah airnya yaitu Minangkabau di SumateraTanah Air merupakan himpunan puisi modern Melayu pertama yang pernah diterbitkan.
Himpunan Yamin yang kedua, Tumpah Darahku, muncul pada 28 Oktober 1928. Karya ini sangat penting dari segi sejarah, karena pada waktu itulah Yamin dan beberapa orang pejuang kebangsaanmemutuskan untuk menghormati satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia yang tunggal. Dramanya, Ken Arok dan Ken Dedes yang berdasarkan sejarah Jawa, muncul juga pada tahun yang sama.
Dalam puisinya, Yamin banyak menggunakan bentuk soneta yang dipinjamnya dari literatur Belanda. Walaupun Yamin melakukan banyak eksperimen bahasa dalam puisi-puisinya, ia masih lebih menepati norma-norma klasik Bahasa Melayu, berbanding dengan generasi-generasi penulis yang lebih muda. Ia juga menerbitkan banyak dramaesei, novel sejarah, dan puisi. Ia juga menterjemahkan karya-karya William Shakespeare (drama Julius Caesar) dan Rabindranath Tagore.

Politik

Karier politik Yamin dimulai ketika ia masih menjadi mahasiswa di Jakarta. Ketika itu ia bergabung dalam organisasi Jong Sumatranen Bond[3] dan menyusun ikrah Sumpah Pemuda yang dibacakan pada Kongres Pemuda II. Dalam ikrar tersebut, ia menetapkan Bahasa Indonesia, yang berasal dariBahasa Melayu, sebagai bahasa nasional Indonesia. Melalui organisasi Indonesia Muda, Yamin mendesak supaya Bahasa Indonesia dijadikan sebagai alat persatuan. Kemudian setelah kemerdekaan, Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi serta bahasa utama dalam kesusasteraan Indonesia.

Pada tahun 1932, Yamin memperoleh gelar sarjana hukum. Ia kemudian bekerja dalam bidang hukum di Jakarta hingga tahun 1942. Di tahun yang sama, Yamin tercatat sebagai anggota Partindo. Setelah Partindo bubar, bersama Adenan Kapau Gani dan Amir Sjarifoeddin, ia mendirikan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Tahun 1939, ia terpilih sebagai anggota Volksraad.
Semasa pendudukan Jepang (1942-1945), Yamin bertugas pada Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA), sebuah organisasi nasionalis yang disokong oleh pemerintah Jepang. Pada tahun 1945, ia terpilih sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam sidang BPUPKI, Yamin banyak memainkan peran. Ia berpendapat agar hak asasi manusia dimasukkan ke dalam konstitusi negara.[4] Ia juga mengusulkan agar wilayah Indonesia pasca-kemerdekaan, mencakup SarawakSabahSemenanjung MalayaTimor Portugis, serta semua wilayah Hindia BelandaSoekarno yang juga merupakan anggota BPUPKI menyokong ide Yamin tersebut. Setelah kemerdekaan, Soekarno menjadi Presiden Republik Indonesia yang pertama, dan Yamin dilantik untuk jabatan-jabatan yang penting dalam pemerintahannya.
Setelah kemerdekaan, jabatan-jabatan yang pernah dipangku Yamin antara lain anggota DPR sejak tahun 1950, Menteri Kehakiman (1951-1952), Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan(1953–1955), Menteri Urusan Sosial dan Budaya (1959-1960), Ketua Dewan Perancang Nasional(1962), dan Ketua Dewan Pengawas IKBN Antara (1961–1962).
Pada saat menjabat sebagai Menteri Kehakiman, Yamin membebaskan tahanan politik yang dipenjara tanpa proses pengadilan. Tanpa grasi dan remisi, ia mengeluarkan 950 orang tahanan yang dicap komunis atau sosialis. Atas kebijakannya itu, ia dikritik oleh banyak anggota DPR. Namun Yamin berani bertanggung jawab atas tindakannya tersebut. Kemudian di saat menjabat Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan, Yamin banyak mendorong pendirian univesitas-universitas negeri dan swasta di seluruh Indonesia. Diantara perguruan tinggi yang ia dirikan adalah Universitas Andalas diPadangSumatera Barat.

Keluarga

Pada tahun 1937, Mohammad Yamin menikah dengan Siti Sundari, putri seorang bangsawan dari Kadingalu, DemakJawa Tengah.[5] Mereka dikaruniai satu orang putra, Dang Rahadian Sinayangish Yamin (Dian). Pada tahun 1969, Dian melangsungkan pernikahan dengan Gusti Raden Ayu Retno Satuti, putri tertua dari Mangkunegoro VIII.

Karya-karyanya


  • Tanah Air (puisi), 1922
  • Indonesia, Tumpah Darahku, 1928
  • Kalau Dewa Tara Sudah Berkata (drama), 1932
  • Ken Arok dan Ken Dedes (drama), 1934
  • Sedjarah Peperangan Dipanegara, 1945
  • Tan Malaka, 1945
  • Gadjah Mada (novel), 1948
  • Sapta Dharma, 1950
  • Revolusi Amerika, 1951
  • Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia, 1951
  • Kebudayaan Asia-Afrika, 1955
  • Konstitusi Indonesia dalam Gelanggang Demokrasi, 1956
  • 6000 Tahun Sang Merah Putih, 1958
  • Naskah Persiapan Undang-undang Dasar, 1960, 3 jilid
  • Ketatanegaraan Madjapahit, 7 jilid
  • Penghargaan


    • Bintang Mahaputra RI, tanda penghargaan tertinggi dari Presiden RI atas jasa-jasanya pada nusa dan bangsa
    • Tanda penghargaan dari Corps Polisi Militer sebagai pencipta lambang Gajah Mada dan Panca Darma Corps
    • Tanda penghargaan Panglima Kostrad atas jasanya menciptakan Petaka Komando Strategi Angkatan Darat

Redenominasi Rupiah Perlu Persiapan Panjang

Redenominasi Rupiah Perlu Persiapan Panjang
Rencana pemerintah menyederhanakan nilai rupiah lewat RUU Redenominasi memerlukan waktu sosialisasi yang cukup panjang untuk menghindari kemungkinan terburuk terjadinya lonjakan inflasi. 

Sosialisasi tersebut adalah untuk mengurangi efek psikologis yang diakibatkan berubahnya nominal uang kendati seharusnya nilainya tidak turun. 

"Kapan dan berapa lama ini dilaksanakan menjadi isu. Kalau ini dilaksanakan terlalu awal, misalnya satu tahun setelah UU dilepas tanpa tahu kesiapan pemerintah, tentu ini kekhawatiran. Yang penting bukan keputusan untuk melakukan redenominasi, tapi persiapannya apa," kata anggota Komisi XI DPR Kemal Stamboel saat dihubungi Media Indonesia, Minggu (9/12). 

Menurut politis PKS tersebut, contoh di beberapa negara lain, redenominasi dilakukan dalam kurun yang cukup panjang. Rentang waktu sosialisasi sebelum nominal uang baru resmi diberlakukan penuh bervariasi antara 7-15 tahun. 

"Indonesia juga berbeda secara geografis dengan negara-negara tersebut, jadi tentu waktu yang dibutuhkan berbeda," jelas Kemal. 

Inflasi, lanjut Kemal, adalah tantangan yang dihadapi redenominasi. Namun, di sisi lain, Kemal percaya redenominasi bisa membawa perubahan baik bagi Indonesia. 

"Menurut saya, kalau ini berhasil, secara jangka panjang tentu ini akan membuat nilai tukar kita lebih kuat," katanya. 

Ditemui terpisah, Kepala Ekonom Indonesia Economic Intelligence Sunarsip menyebutkan, sosialisasi memang jadi kunci keberhasilan redenominasi. Pemerintah harus mengantisipasi efek psikologis yang ada di masyarakt ketika nominal uang berubah. 
"Misalnya tadinya beli handphone Rp3 juta, berubah jadi Rp3.000. Dia cenderung akan merasa, ah Rp3.100 saja jualnya tidak apa-apa karena naiknya sedikit. Padahal kan ini sudah inflasi," jelas Sunarsip ditemui di Jakarta. 

Efek psikologis menaikkan harga tersebut akan berangsur mereda setelah masyarakat terbiasa dengan nominal baru. Sosialisasi pemerintah berguna untuk menekan efek psikologis sehingga inflasi yang terjadi tidak berlebihan. 

Kapan waktu yang tepat? "Menurut saya, redenominasi sebaiknya dilakukan setelah 2014. Kalay sebelum 2014, saya khawatir akan menimbulkan gekolak sosial karena situasi sosialnya kurang pas menjelang pemilu," lanjut dosen di Sekolah Tinggi Akutansi Negara tersebut. 

Sunarsip pun sependapat dengan Kemal mengenai potensi menguatnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap valuta asing setelah redenominasi. Sebab, saat ini nominal rupiah dibandingkan dengan sejumlah mata uang asing sudah terlalu besar. 

Seperti diketahui, draft RUU Redenominasi kini tengah mencuat dibicarakan setelah Kementerian Keuangan mengaku tengah melakukan finalisasi. RUU yang menurut Kemal sudah di tangah pimpinan DPR itu akan dibicarakan lebih lanjut dengan Komisi XI DPR RI setelah diterima Badan Musyawarah DPR. 

Menteri Keuangan Agus Martowardojo berjanji akan memulai pembahasan RUU Redenominasi setelah konsultasi publik selesai, yakni dalam kurun 3-5 bulan. RUU diharapkan dapat selesai dibahas dalam dua kali masa sidang, yakni kira-kira pada semester kedua 2013. 

Adapun nominal uang yang berubah adalah tiga angka nol, yaitu nominal Rp1.000 akan berubah menjadi Rp1. Dalam periode sosialisasi, pemerintah dan Bank Indonesia akan memberlakukan dua mata uang, dengan nominal lama dan nominal baru. Secara bertahap, rupiah dengan nominal lama akan ditarik dari peredaran dan seluruh transaksi akan menggunakan nominal baru.

Warga AS Minta Obama Boikot Psy Gangnam Style. Psy akan tampil di Konser Natal di Washington, 21 Desember 2012


Warga Amerika Serikat mendesak Presiden AS, Barack Obama untuk memboikot konser penyanyi rap Korea Selatan Psy, yang tengah meroket dengan lagunya "Gangnam Style". 

Rapper bertubuh tambun ini diketahui akan tampil dalam Konser Natal di Washington, 21 Desember mendatang.

Warga negeri Pamam Sam berang setelah Psy dituding menghina tentara AS dan warga AS pada konser anti-perang yang berlangsung di Seoul 2002 lalu.

"Dia menyanyikan lagu yang mempromosikan kebencian terhadap Amerika. Ini tidak bisa diterima," kata salah seorang warga yang orang tuanya adalah veteran tentara AS seperti dikutip harian Daily Mail, Minggu 9 Desember 2012.

Bagi warga Korsel bukan rahasia lagi jika Psy pernah berpartisipasi dalam konser anti-perang dan juga anti-Amerika. Warga AS baru mengetahui kalau Psy pernah menyanyikan lagu anti-Amerika setelah media AS memberitakan soal konser tersebut, Jumat lalu.

Dalam konser 2002 lalu yang digelar untuk memprotes kehadiran militer AS di Korea Selatan, penyanyi ini menampilkan aksi dengan menabrak sebuah tiruan tank AS yang diletakkan di panggung.

Psy yang juga pernah kuliah di AS tersebut langsung menyatakan menyesal dan meminta maaf kepada seluruh warga AS. Menurutnya lagu itu dinyanyikan saat dunia dilanda demam anti-perang.

BIOGRAFI CHAIRIL ANWAR

 
Chairil Anwar dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada 26 Juli 1922. Ia merupakan anak satu-satunya dari pasangan Toeloes dan Saleha, keduanya berasal dari kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Jabatan terakhir ayahnya adalah sebagai bupati Inderagiri, Riau. Ia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia.[1] Sebagai anak tunggal, orang tuanya selalu memanjakannya.[2] Namun, Chairil cenderung bersikap keras kepala dan tidak ingin kehilangan apa pun; sedikit cerminan dari kepribadian orang tuanya.

Chairil Anwar mulai mengenyam pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi pada masa penjajahan Belanda. Ia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Saat usianya mencapai 18 tahun, ia tidak lagi bersekolah.[3] Chairil mengatakan bahwa sejak usia 15 tahun, ia telah bertekad menjadi seorang seniman.[4]

Pada usia 19 tahun, setelah perceraian orang tuanya, Chairil bersama ibunya pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) dimana ia berkenalan dengan dunia sastra; walau telah bercerai, ayahnya tetap menafkahinya dan ibunya.[5] Meskipun tidak dapat menyelesaikan sekolahnya, ia dapat menguasai berbagai bahasa asing seperti Inggris, Belanda, dan Jerman.[6] Ia juga mengisi jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengarang internasional ternama, seperti: Rainer Maria Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, Hendrik Marsman, J. Slaurhoff, dan Edgar du Perron. Penulis-penulis tersebut sangat memengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung terhadap tatanan kesusasteraan Indonesia.
Penyair

Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan tulisannya di Majalah Nisan pada tahun 1942, saat itu ia baru berusia 20 tahun.[6] Hampir semua puisi-puisi yang ia tulis merujuk pada kematian.[6] Namun saat pertama kali mengirimkan puisi-puisinya di majalah Pandji Pustaka untuk dimuat, banyak yang ditolak karena dianggap terlalu individualistis dan tidak sesuai dengan semangat Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta, Chairil jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Puisi-puisinya beredar di atas kertas murah selama masa pendudukan Jepang di Indonesia dan tidak diterbitkan hingga tahun 1945.[6][7] Kemudian ia memutuskan untuk menikah dengan Hapsah Wiraredja pada 6 Agustus 1946. Mereka dikaruniai seorang putri bernama Evawani Alissa, namun bercerai pada akhir tahun 1948.
Makam Chairil di TPU Karet Bivak

Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya. Sebelum menginjak usia 27 tahun, sejumlah penyakit telah menimpanya. Chairil meninggal dalam usia muda di Rumah Sakit CBZ (sekarang Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo), Jakarta pada tanggal 28 April 1949; penyebab kematiannya tidak diketahui pasti, menurut dugaan lebih karena penyakit TBC. Ia dimakamkan sehari kemudian di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta.[8] Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari masa ke masa. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari Chairil Anwar. Kritikus sastra Indonesia asal Belanda, A. Teeuw menyebutkan bahwa "Chairil telah menyadari akan mati muda, seperti tema menyarah yang terdapat dalam puisi berjudul Jang Terampas Dan Jang Putus".[3]



Chairil Anwar.jpg
Selama hidupnya, Chairil telah menulis sekitar 94 karya, termasuk 70 puisi; kebanyakan tidak dipublikasikan hingga kematiannya. Puisi terakhir Chairil berjudul Cemara Menderai Sampai Jauh, ditulis pada tahun 1949,[4] sedangkan karyanya yang paling terkenal berjudul Aku dan Krawang Bekasi.[5] Semua tulisannya baik yang asli, modifikasi, atau yang diduga diciplak, dikompilasi dalam tiga buku yang diterbitkan oleh Pustaka Rakyat. Kompilasi pertama berjudul Deru Campur Debu (1949), kemudian disusul oleh Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949), dan Tiga Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).
Karya tulis yang diterbitkan
Sampul Buku "Deru Campur Debu"

    Deru Campur Debu (1949)
    Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949)
    Tiga Menguak Takdir (1950) (dengan Asrul Sani dan Rivai Apin)
    "Aku Ini Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949", disunting oleh Pamusuk Eneste, kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986)
    Derai-derai Cemara (1998)
    Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948), terjemahan karya Andre Gide
    Kena Gempur (1951), terjemahan karya John Steinbeck

Terjemahan ke bahasa asing

Karya-karya Chairil juga banyak diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Jerman dan Spanyol. Terjemahan karya-karyanya di antaranya adalah:

    "Sharp gravel, Indonesian poems", oleh Donna M. Dickinson (Berkeley, California, 1960)
    "Cuatro poemas indonesios [por] Amir Hamzah, Chairil Anwar, Walujati" (Madrid: Palma de Mallorca, 1962)
    Chairil Anwar: Selected Poems oleh Burton Raffel dan Nurdin Salam (New York, New Directions, 1963)
    "Only Dust: Three Modern Indonesian Poets", oleh Ulli Beier (Port Moresby [New Guinea]: Papua Pocket Poets, 1969)
    The Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Burton Raffel (Albany, State University of New York Press, 1970)
    The Complete Poems of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Liaw Yock Fang, dengan bantuan H. B. Jassin (Singapore: University Education Press, 1974)
    Feuer und Asche: sämtliche Gedichte, Indonesisch/Deutsch oleh Walter Karwath (Wina: Octopus Verlag, 1978)
    The Voice of the Night: Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, oleh Burton Raffel (Athens, Ohio: Ohio University, Center for International Studies, 1993)

Karya-karya tentang Chairil Anwar
Patung dada Chairil Anwar di Jakarta.

    Chairil Anwar: memperingati hari 28 April 1949, diselenggarakan oleh Bagian Kesenian Djawatan Kebudajaan, Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan (Djakarta, 1953)
    Boen S. Oemarjati, "Chairil Anwar: The Poet and his Language" (Den Haag: Martinus Nijhoff, 1972).
    Abdul Kadir Bakar, "Sekelumit pembicaraan tentang penyair Chairil Anwar" (Ujung Pandang: Lembaga Penelitian dan Pengembangan Ilmu-Ilmu Sastra, Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin, 1974)
    S.U.S. Nababan, "A Linguistic Analysis of the Poetry of Amir Hamzah and Chairil Anwar" (New York, 1976)
    Arief Budiman, "Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan" (Jakarta: Pustaka Jaya, 1976)
    Robin Anne Ross, Some Prominent Themes in the Poetry of Chairil Anwar, Auckland, 1976
    H.B. Jassin, "Chairil Anwar, pelopor Angkatan '45, disertai kumpulan hasil tulisannya", (Jakarta: Gunung Agung, 1983)
    Husain Junus, "Gaya bahasa Chairil Anwar" (Manado: Universitas Sam Ratulangi, 1984)
    Rachmat Djoko Pradopo, "Bahasa puisi penyair utama sastra Indonesia modern" (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985)
    Sjumandjaya, "Aku: berdasarkan perjalanan hidup dan karya penyair Chairil Anwar (Jakarta: Grafitipers, 1987)
    Pamusuk Eneste, "Mengenal Chairil Anwar" (Jakarta: Obor, 1995)
    Zaenal Hakim, "Edisi kritis puisi Chairil Anwar" (Jakarta: Dian Rakyat, 1996) 

Kerinduan pada Keindahan Kepak Si Burung Merak (WS Rendra)

Diyakini, kesusastraan merupakan nafas bagi kebudayaan. Hal ini dilatarbelakangi oleh keberadaan bahasa lisan pada karya sastra yang merupakan sarana paling komunikatif dalam penyampaian gagasan.
Sebelum bergulirnya era modern, bisa dikatakan, kesusastraan adalah pilar kebudayaan yang paling kuat. Karya sastra telah begitu berhasil memberi pengaruh pada pembentukan karakter manusia secara massal. Keberadaan kitab suci membuktikan hal tersebut. Semua kitab suci yang diyakini sebagai “bahasa langit” oleh pemeluknya masing-masing menggunakan bahasa sastra sebagai sarana penyampaian gagasan ideologinya.
Sejarah mencatat, para sastrawan besar dunia mempunyai reputasi mentereng dan pengaruh yang kuat dalam penentuan arah kebudayaan. Hal ini berimbas pada pembentukan karakter masyarakat, minimal di negara mereka masing-masing. Sebut saja Sir Walter Scott, Victor Hugo, Leo Tolstoy, Jean Paul Sastre, Albert Camus dan William Shakespeare.
Begitu pun yang terjadi di Indonesia. Gonjang-ganjing situasi sosial politik di era Orde Baru melahirkan seorang sastrawan besar, WS Rendra. Lewat karya-karyanya, Willy – begitu orang-orang dekatnya memanggil – tidak hanya berbicara tentang romansa percintaan lelaki-perempuan, namun secara kritis juga memberi respons pada realitas kondisi yang terjadi di masyarakat.
Rendra menghabiskan sepanjang hidupnya untuk menulis sajak dan naskah drama, lalu membaca dan memainkan lakonnya sendiri. Karya-karya Rendra diakui sebagai karya-karya besar karena dianggap berhasil mewakili kegelisahan kebanyakan masyarakat yang hidup dalam bayang-bayang distorsi teror penguasa. Keberanian Rendra untuk mengatakan apa yang harus dikatakan membuat masyarakat merasa menemukan “Seorang Pembela”.
Pilihan bahasa dan alur cerita pada karya-karya Rendra dikenal begitu “mencengangkan”. Ketelanjangan dan kejujuran Rendra justru memperkaya keindahan karya-karyanya. Secara kritis, tajam, namun tetap religius dan indah, Rendra menyampaikan pandangannya tentang banyak hal: ketidakadilan dalam penegakan hukum, kepincangan kesejahteraan, otoritas kekuasaan yang kelewatan, kapitalisme, tersesatnya arah pendidikan, kesenian dan kebudayaan, serta ambiguitas sikap kaum beragama dalam kehidupan keagamaan.
Tekanan politik kala itu tak berhasil menyumpal mulut WS Rendra dan Bengkel Teaternya. Berbagai deraan dan tekanan politik justru semakin mengasah kretifitasnya, juga mempertajam keberaniannya untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan. Boleh dibilang, dengan berbagai hal yang terjadi, justru semakin mewarnai keindahan Si Burung Merak. Keindahan ini semakin mengundang daya tarik yang lebih luas.
Dalam situasi ini, WS Rendra menjadi figur yang dimusuhi sejumlah pihak sekaligus disayang. Berbagai penghargaan dari pemerintah kala itu terkesan paradoks dengan realitas yang ada. Bayangkan saja, menurut pengakuan sejumlah kerabatnya, dari tiap sepuluh titik pementasan drama yang direncanakan, rata-rata hanya enam titik yang terselenggara dengan kehadiran Rendra, karena di empat titik yang lain Rendra harus mendekam di bui karena dianggap berpotensi menyebarkan provokasi ke masyarakat luas.
Penghargaan-penghargaan yang pernah diterima WS Rendra, baik dari Pemerintah maupun yang lain, diantaranya: Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Yogyakarta (1954), Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956), Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970), Hadiah Akademi Jakarta (1975), Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976), Penghargaan Adam Malik (1989), The S.E.A. Write Award (1996), Penghargaan Achmad Bakri (2006).
Tak hanya dianggap istimewa oleh pecinta sastra di Indonesia saja, karya-karya Rendra juga menjadi bahan kajian serius oleh beberapa ilmuwan di luar negeri. Profesor Harry Aveling, seorang pakar sastra dari Australia, telah membicarakan dan menerjemahkan beberapa bagian puisi Rendra dalam tulisannya yang berjudul “A Thematic History of Indonesian Poetry: 1920 to 1974”.
Karya Rendra juga dikaji oleh seorang pakar sastra dari Jerman bernama Profesor Rainer Carle dalam bentuk disertasi yang berjudul “Rendras Gedichtsammlungen (1957—1972): Ein Beitrag Zur Kenntnis der Zeitgenossichen Indonesischen Literatur. Verlag von Dietrich Reimer in Berlin: Hamburg 1977.”
Rendra juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur(1992), dan Tokyo Festival (1995).
Perhatian para ilmuwan sastra dunia atas karya-karya WS Rendra tentu menjadi bukti kapasitas seorang WS Rendra. Sudah semestinya, hal tersebut juga menjadi kebanggaan tersendiri bagi dunia sastra tanah air.
“Ketegangan” Rendra yang tersirat lewat karya-karyanya tersebut mengisyarakatkan kepeduliannya terhadap keselamatan masa depan bangsa ini. Tentu saja, yang dikehendaki Rendra adalah rekonstruksi atas nilai-nilai kehidupan bermasyarakat dalam perjuangan menegakkan martabat kemanusiaan di Indonesia.
Pertanyaannya sekarang, apakah sepeninggal WS Rendra, cita-cita luhur itu telah terwujud? “Ketegangan” Rendra kala itu nampaknya menjadi ketegangan sejumlah pihak. Ada kerinduan yang dalam terhadap kehadiran sosok seorang WS Rendra, karena memang hingga sekarang, rasanya belum ada lagi seorang sastrawan yang mampu menggantikan peran WS Rendra.
Kerinduan yang dalam itu dirasakan oleh mereka yang pernah bekerjasama dengan WS Rendra, mereka yang mengikuti proses kreatifnya, para wartawan yang selalu  mengikuti sepak terjang WS Rendra, teman dan sahabat dekatnya, orang-orang yang mencintai Rendra dan karya-karyanya, bahkan mungkin sampai para birokrat yang pernah merasakan kritik pedasnya.
Barangkali, sejumlah judul Sajak dan Pementasan Teater berikut akan mengingatkan kita kembali pada keindahan kepak Si Burung Merak: Sajak Sebatang Lisong, Paman Doblang, Pamflet Cinta, Orang-orang Rangkas Bitung, Aku Mendengar Suara, Orang-orang Miskin, Hai Ma!, Nyai Dasima, Bersatulah Pelacur-pelacur Jakarta, Nyanyian Angsa, Mencari Bapa, Mastodon dan Burung Kondor, Macbeth, Kasidah Barzanji, Panembahan Reso, Kisah Perjuangan Suku Naga dll.
Tiga  tahun sudah WS Rendra meninggalkan kita, yang menyayanginya. Kini kerinduan akan Rendra, kerinduan pada karya-karyanya, begitu dalam ada dihati sahabat-sahabat dan “ pengagumnya”. Rindu Rendra