Komjen Pol Drs. Susno Duadji, SH. MH. MSC
Bab I : PENDAHULUAN
Rabu, tanggal 25 Nopember 2009 jam 20.43 WIB adalah waktu yang tidak mungkin kulupakan karena pada detik itu terukir kesan yang sangat mendalam dalam diri pribadiku, istri, anak, menantu, cucu dan sanak saudaraku. Sepanjang sejarah berkarir di Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang telah kulalui selama 32 tahun dengan penuh suka dan duka.
Malam itu aku baru pulang dari kantor sekitar jam 20.15 WIB kemudian mandi, sholat Isya’, lalu makan malam, tanpa kuduga TvOne menyiarkan press release Kadiv Humas Polri IRJEN POL Drs. NANAN SUKARNA yang mengumumkan mutasi di lingkungan Polri yang terdiri dari 35 orang Perwira Tinggi dan Perwira Menengah. Kaget bercampur dengan berbagai pertanyaan karena namaku ada pada urutan pertama : KOMISARIS JENDERAL POLISI Drs. SUSNO DUADJI, SH, MH, Msc. (SD) Jabatan Semula Kabareskim Polri, Jabatan baru Perwira Tinggi Pada Mabes Polri, tanpa ada keterangan lain. Ini artinya sama dengan Non Job. Kaget karena saya tidak pernah sama sekali diberi tahu sebelumnya, penuh tanda tanya karena tanpa harus diumumkan dengan press release sebab sudah berkali-kali mutasi diadakan tidak pernah diumumkan seperti ini.
Mutasi seperti ini adalah mutasi bersifat demosi yang dijatuhkan berupa hukuman terhadap Perwira yang sebelumnya dilakukan pemeriksaan, pembelaan, dan penjatuhan hukuman. Terhadap diriku sama sekali proses ini tidak pernah dilakukan, dan saya siap untuk melaksanakan dengan ikhlas dan tidak akan pernah mempertanyakan mengapa dan akan dikemanakan diriku.
Bhayangkara sejati akan tetap : patuh, taat, loyal, setia, jujur dan bertanggung jawab serta tidak kenal mengeluh.
Mimpi buruk ini sebenarnya sudah ada pertanda yaitu sejak dibentuknya Tim Pencari Fakta tentang dugaan rekayasa kasus CHANDRA HAMZAH (CH) dan BIBIT SAMAT RIYANTO (BSR), Pimpinan KPK Non Aktif. Hari Pertama Tim 8 bekerja, belum mengadakan pemeriksaan pada siapapun juga, telah mengeluarkan rekomendasi yang lebih tepat disebut dengan ‘pemaksaan’ kepada Kapolri untuk : membebaskan CH dan BSR, menangkap ANGGODO dan menonaktifkan SD. Di antara tiga rekomendasi ini ternyata Kapolri sangat sulit untuk melaksanakan rekomendasi menonaktifkan SD karena tidak ada alasan yang tepat untuk melakukan hal itu. Sebab Komjen SD tidak dilibatkan dalam penyidikan pimpinan KPK non aktif CH dan BSR, sehingga bagaimana mungkin orang yang tidak dilibatkan harus memikul tanggung jawab Penyidikan, karena Penyidikan langsung di-handle oleh Kapolri dan melaporkan hasilnya kepada Presiden RI.
Bahwa terkait dengan issue/rumor yang dituduhkan kepada SD adalah : Melontarkan istilah cicak – buaya, Membantu untuk mencairkan dana BUDI SAMPOERNA di Bank Century dengan imbalan Rp. 10 Milyar, Merekayasa Kasus CH dan BSR, Berbicara di TV tanpa Ijin Kapolri, dan Pemanggilan Wartawan. Issue ini akan dijelaskan pada Bab II.
Catatan ini bukanlah dimaksudkan sebagai keluhan, namun dibuat sebagai share pengalaman untuk bhayangkara-bhayangkara yang lain sehingga mereka kelak akan menjadi bhayangkara sejati, pemimpin yang bijak dan bertanggung jawab serta berani, tidak mengorbankan bawahan untuk kelestarian jabatan dan apabila menjadi seorang bawahan akan menjadi bawahan yang setia, loyal, jujur, dan ikhlas.[1]
Bab II: ISSUE/RUMOR YANG DITUDUHKAN KEPADA SUSNO
1. Isu Cicak Buaya
Berawal dari wawancara saya dengan Wartawan terkait dengan pertanyaan bagaimana bisa tahu bahwa HP-nya disadap dan seberapa jauh perbedaan kemampuan alat sadap Polri dengan KPK. Menjawab pertanyaan ini saya mengambil perumpamaan hewan yang kebetulan di akurium ada seekor Cicak maka hewan sejenis yang lebih besar dari Cicak adalah Tokek atau Buaya dengan Cicak tetapi perbandingan alat sadap Polri dengan KPK seperti Tokek/Buaya dengan Cicak tetapi perbandingan kewenangan dan kekuasaan justru berbanding terbalik, Cicak adalah Polri dan Tokek/Buaya adalah KPK, karena KPK diberi kewenangan dan kekuasaan lebih besar daripada Polri. [Kisah Cicak vs Buaya]
2. Isu Menerima Rp 10 M
Isu ini berasal dari adanya penyadapan illegal oleh suatu institusi terhadap HP saya dan pejabat Mabes Polri lainnya. Penyadapan ini telah saya informasikan kepada Pimpinan Polri dalam suatu rapat staf pada bulan Desember 2008 yang lalu dan untuk mengetahui siapa dan apa tujuan penyadapan maka saya bersama beberapa orang mengadakan upaya untuk mengetahui dengan cara suatu skenario pembicaraan pertelepon yang dilakukan dengan beberapa orang termasuk Pengacara BUDI SAMPOERNA yaitu Saudara LUCAS.
Untuk memberikan klarifikasi hal ini saya telah dua kali datang ke KPK bertemu Pimpinan KPK untuk minta disidik dan klarifikasi, namun Pimpinan KPK tidak bisa melakukan karena tidak cukup bukti untuk disidik. Irwasum dan Propam Polri telah melakukan pemeriksaan terkait dengan laporan LSM MAKI dan Pengacara BSR dan CMH hasilnya dituangkan dalam Surat Kapolri No. Pol.: R/2647/X/2009/Itwasum tanggal 8 Oktober 2009 yang menyatakan tidak terbukti. Perlu diketahui Lembaga Irwasum dan Propam di lingkungan Polri sangat kredibel, kita dapat lihat kasus beberapa Jenderal Polri yang pernah diperiksa dan dijatuhkan sanksi pidana mohon tidak mengecilkan kredibilitas dari lembaga Irwasum Polri.
3. Isu Membantu Pencairan Dana Budi Sampoerna
Terkait dengan Surat saya No. Pol.: R/217/IV/2009/Bareskim tanggal 7 April 2009 dan Surat No. Pol.: R/240/IV/2009/Bareskim tanggal 17 April 2009 yang ditujukan kepada Direksi Bank Century, dan untuk diketahui bahwa Surat tersebut bukanlah inisiatif saya melainkan atas permintaan dari Direksi Bank Century.
Surat tersebut bukanlah surat perintah pencairan dana atau permintaan bantuan untuk pencairan dana melainkan hanya surat keterangan klarifikasi yang menyatakan bahwa dana sebesar USD 18 juta milik BUDI SAMPOERNA yang semula diduga bodong ternyata dana tersebut setelah dilakukan penelitian bersama oleh Tim yang melibatkan beberapa instansi, ternyata benar-benar ada hanya dana tersebut dicairkan/diambil oleh Saudari DEWI TANTULAR tanpa seizin pemiliknya. Hal ini sudah diklarifikasi dengan Surat Kapolri No. Pol.: R/2647/X/2009/Itwasum tanggal 8 Oktober 2009 bahwa apa yang saya lakukan benar masih dalam lingkup kewenangannya.
4. Isu Bepergian Ke Singapura
Terkait dengan hal ini perlu diketahui bahwa Saudara ANGGORO WIDJOJO statusnya di kepolisian bukanlah Tersangka melainkan Saksi Korban yang keterangannya sangat dibutuhkan. Status Tersangka oleh pihak KPK dilakukan secara mendadak hampir satu tahun setelah yang bersangkutan berpergian ke luar negeri dan pihak Kepolisian melakukan Penyelidikan terhadap pimpinan KPK, dan pemberitahuan dari KPK kepada pihak Polri tidak pernah ada.
Kepergian saya ke Singapore menemui Saudara ANGGORO atas sepengetahuan dan perintah dari Kapolri, bukanlah perjalanan liar melainkan dinas atas biaya negara yang tujuannya untuk mempertemukan Penyidik dengan Saudara ANGGORO. Apa hasil penyidikannya saya tidak tahu dan tidak harus perlu tahu karena bukan tanggung jawab saya, setelah bertemu dengan Tim Penydik, saya langsung pulang ke Jakarta.
Jika sebagian pihak ada yang menyayangkan mengapa Saudara ANGGORO tidak ditangkap di Singapore, sebenarnya untuk pertanyaan ini kita sudah tahu semua jawabannya sebab tidak mungkin Polisi Indonesia melakukan penangkapan di negara lain tanpa sepengetahuan dari aparat yang berwenang setempat, apalagi sementara Indonesia dan Singapore sampai dengan saat ini tidak ada perjanjian ekstradisi, sehingga banyak sekali buronan Indonesia bersembunyi di Singapore dan Indonesia tidak bisa berbuat apa-apa.
5. Isu Melahirkan Rekayasa Kasus Pimpinan KPK Terkait Dengan Rekaman yang Diperdengarkan kepada Publik Oleh Mahkamah Konstitusi
Isu ini adalah fitnah yang keji yang bertujuan untuk membunuh karakter saya karena dari transkip pembicaraan tersebut kalau kita perhatikan dengan seksama tidak satu kalimat pun yang menyatakan saya merekayasa kasus Pimpinan KPK. Saya tidak pernah berbicara langsung pertelepon dengan Saudara ANGGODO, yang ada adalah nama saya disebut oleh Saudara ANGGODO sama halnya dengan Presiden SBY namanya juga disebut.
Apa bedanya dengan saya, tidak benar saya namanya disebut sampai 28 kali seperti yang ditayangkan oleh media elektronik dikarenakan yang dimaksud dengan TRUNO-3 itu bukanlah Klien kami melainkan Direktur III, Ketua Tim Penyidik Brigjen Pol YOVIANES MAHAR. Untuk nama panggilan Kabareskrim adalah TRI BRATA-5 bukan TRUNO-3 dan dari hasil pemeriksaan terhadap Saudara ANGGODO bahwa yang dia maksud dengan TRUNO-3 adalah Direktur III bukan Kabareskrim, sehingga bagaimana mungkin saya merekayasa kasus Pimpinan KPK bersama Saudara ANGGODO hanya dengan menggunakan bukti transkip sadapan yang sangat sumir?
Lagi pula saya tidak diikutkan dalam penyidikan kasus-kasus yang terkait dengan KPK karena sudah ada Tim sendiri yang menangani yang langsung bertanggung jawab kepada Kapolri.
6. Isu Pemanggilan Pimred/Wartawan Media Massa
Berawal dari rasa simpati Kapolri kepada aparat Kejaksaan karena pembicaraan telepon pejabat Kejaksaan Agung disadap dan ditayangkan di Media, lalu Kapolri menemui Jaksa Agung di Kantornya dan sekembalinya Kapolri memerintahkan agar pelaku Penyadapan diproses oleh Direktorat II, untuk itu serah terima Direktur II dari Brigjen Pol EDMON ILYAS ke Kombes Pol RAJA ERIZMAN dipercepat dan diberi perintah khusus untuk memproses kasus tersebut.
Dalam menangani kasus ini saya juga tidak diikutsertakan karena merupakan bagian dari kasus ini saya juga tidak diikutsertakan karena merupakan bagian dari kasus pejabat KPK dan juga untuk diketahui, masalah pemanggilan adalah sebagai bagian dari Penyelidikan dan Penyidikan yang decision-nya tidak sampai level saya sebagai Kabareskrim atau Kapolri cukup sampai level kanit. Jadi tidak adil dan kurang tepat kalaupun ada masalah terkait pemanggilan wartawan atau redaksi media dibebankan kepada saya. Dan mestinya saat ditanya oleh Wartawan di gedung DPR waktu itu harusnya beliau tahu karena hal tersebut adalah kebijakan dan perintah Kapolri yang belum dicabut, sedangkan saya tidak berwenang untuk mengambil kebijakan terkait masalah ini karena kasus ini adalah bagian dari kasus pimpinan KPK dimana saya tidak dilibatkan.
7. Isu Berbicara di TV Tanpa Sepengetahuan Kapolri
Isu ini terlalu dibesarkan karena saya adalah Pati Polri bintang tiga yang tentunya tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan terkait dengan bidang tugas dan tanggung jawabnya. Masalah berbicara di TV atau media lainnya level Kapolres pun tidak dilarang, asal tahu etikanya dan tidak merugikan institusi Polri. Apa yang saya lakukan, semua terkait dengan bidang tugas dan tanggung jawabnya serta sangat bermanfaat untuk institusi Polri maupun pribadi yang memanfaatkannya sebagai media klarifikasi atas isu-isu yang dialamatkan pada diri saya yang selama in tidak pernah diklarifikasi oleh fungsi yang berwenang dalam hal ini Div Humas Polri yang kami tidak tahu apa alasannya.
Demikian isu-isu yang sudah merupakan perbuatan pidana fitnah yang dialamatkan kepada saya selama ini dan inilah juga yang dijadikan dasar oleh Tim-8 untuk merekomendasikan saya dinonaktifkan dan ternyata semua ini tidak terbukti. Apakah adil kalau saya sampai dengan melepas jabatannya karena fitnah yang demikian kejam ini?
Mari kita bandingkan dengan pimpinan KPK BSR dan CMH yang disidik oleh Tim Khusus Polri yang sudah dinyatakan P-21 oleh Kejaksaan Agung kemudian diterbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) yang tidak lazim dilakukan, dan beliau berdua saat ini sudah direhabiltasi kembali ke posisi jabatan semula, dimana penggantinya yang dikuatkan dengan Perpu dan Keppres juga bisa dibatalkan dan ditarik kembali. Mengapa saya yang posisinya lebih kuat dari kedua Pimpinan KPK tersebut yang tidak terbukti pada tingkat awal dan pemberhentiannya hanya dengan Surat Keputusan Kapolri, tidak/belum dikembalikan pada posisi semula? Adilkah ini? Kami mohon tanggapan dari Kapolri. [2]
Bab III : YANG DIRENCANAKAN DAN DICAPAI
Sebagai Kabareskrim Polri yang mulai menjabat sejak 16 Oktober 2008, sebagaimana setiap menajer yang baru memulai tugasnya sebagai Nahkoda suatu organisasi, tentunya saya mempunyai impian, perlu suatu perencanaan matang dan kerja keras yang serius agar impian tersebut dapat diwujudkan.
1. Impian yang Ingin Diwujudkan
- a. Menangkap Gambong Teroris, membongkar dan menghancurkan jaringannya.
- b. Membasmi Premanisme.
- c. Pelanggaran Hukum Pemilu Legislatif 2009 tuntas 100 % dan aman.
- d. Pelanggaran Hukum Pemilu Presiden 2009 tuntas 100% dan aman.
- e. Kasus Bank Century selesai dan Asset Recovery minimal 25 %.
- f. Penindakan illegal logging, illegal fishing, illegal mining meningkat 20 %.
- g. Penindakan kasus Korupsi meningkat 10 %.
- h. Membongkar dan menangkap jaringan dan pelaku Kejahatan Narkoba Internasional dan Pabrik Narkoba.
- I. Penyelesaian kasus kejahatan konvensional meningkat 10 %.
- j. Public Complain turun 20 %.
- k. Untuk Transparansi Penyidikan Penggunaan IT dalam rangka menghubungkan (meng-online-kan) Bareskirm dengan seluruh Polda, Polwil/tabes, Polres/ta, dan 90 % Polsek/ta.
2. IMPIAN YANG SUDAH TERWUJUD
a. Menangkap Gembong Teroris, membongkar dan menghancurkan jaringannya.
Berkat kerja yang tekun dan tak kenal lelah Densus 88/AT Bareksrim Polri maka kasus Bom Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton dapat diungkapkan dan ditangkap pelakunya dalam waktu kurang dari 1 bulan, penangkapan NOORDIN M. TOP dan jaringannya, pengungkapan dan penangkapan Pok teroris yang berencana meledakkan iring-iringan kendaraan RI 1.
b. Membasmi Premanisme
Melakukan Operasi Premanisme berhasil menggulung ribuan preman dan menyita berbagai jenis senjata api dan senjata tajam.
c. Pelanggaran Hukum Pemilu Legislatif 2009 tuntas 100% dan aman.
Tercapai
d. Pelanggaran Hukum Pemilu Presiden/ Wapres 2009 tuntas 100% dan aman.
Tercapai
e. Kasus Bank Century selesai dan Asset Recovery mininal 25%.
Tercapai, bahkan Asset Recovey over prestasi s.d 200 % yang belum pernah terjadi sepanjang sejarah pengungkapan kasus perbankan dapat berhasil menemukan asset sebesar ini.
f. Penindakan illegal logging, illegal fishing, illegal mining meningkat 20%.
Tercapai
g. Penindakan kasus korupsi meningkat 10 %
Tercapai
h. Membongkar dan menangkap jaringan dan pelaku kejahatan narkoba internasional, dan pabrik narkoba.
Sangat Sukses
i. Penyelesaian kasus kejhatan konvensional meningkat 10%
Tercapai
j. Public Complaint turun 20%
Tercapai
k. Untuk transparansi Penyidikan Penggunaaan IT untuk menghubungkan Bareskrim dengan seluruh Polda, Polwik/tabes, Polres/ta, dan 90% Polsek/ta.
Tercapai
l. Pada bulan Juli 2009 berangkat ke Belanda dan berhasil menggagalkan adanya tuntunan senilai Rp 7 triliun dari negara-negara Eropa terhadap Pemerintah RI terkait dengan bangkrutnya/jatuhnya Bank INDOVER. [3]
Bab IV : TIGA KASUS BESAR BERSKALA NASIONAL DAN RAWAN POLITISASI
1. Kasus Teroris
a. Kasus Bom Hotel JW. Marriot
b. Kasus Bom Hotel Ritz Carlton
c. Kasus Rencana Pengeboman Cikeas/RI-1
d. Penangkapan Buron Gembong Teroris NOORDIN M. TOP dan Jaringannya.
2. Kasus Dua Pimpinan KPK Non-Aktif
Awal mulai Penyidikan kasus pimpinan KPK dimulai dari keinginan Kapolri untuk mengungkap apa motif sebenarnya pembunuhan NASRUDIN, kemudian Kapolri menunjuk Wakabereskrim IRJEN POL Drs. HADIATMOKO mengkoordinir penyelidikan dan Penyidikan motif pembunuhan NASRUDIN, kemudian IRJEN POL Drs. HADIATMOKO membentuk 5 (lima) Tim.
Setelah beberapa bulan kemudian kelima Tim tersebut bekerja tidak menemukan bukti untuk mengungkap motif pembunuhan, namun Kapolri sudah terlanjur melaporkan kepada Presiden tentang adanya kejahatan suap yang melibatkan Pimpinan KPK sebagai motif terjadinya pembunuhan NASRUDIN.
Kapolri merasa malu kalau laporannya tersebut tidak bisa dibuktikan, untuk itulah Kapolri memerintahkan Tim Penyidik yang sudah dibentuk untuk mencari kasus yang dapat dibuktikan guna menjerat pimpinan KPK.
- Selanjutnya Tim Penyidik mendapat kasus sebagaimana yang bergulir saat ini yang menyebabkan kontroversi.
- Penyidikan sepenuhnya di bawah kendali Kapolri.
- Kabareskrim tidak diberi peran signifikan kecuali atas perintah Kapolri.
- Anehnya TPF atau Tim 8 menuntuk Kabareskrim KOMJEN POL SD dinonaktifkan sebagai pertanggung-jawaban Penyidikan Pimpinan KPK, CH dan BSR.
Adilkah ini ??? Seorang Bhayangkara sejati tidak akan mempersoalkan adil atau tidak, dan hanya berharap tidak terjadi pada Bhayangkara yang lain.
3. Kasus Bank Century
a. Bahwa yang dikenal dengan kasus Bank Century sebenarnya terdiri dari tiga kasus besar, dimana masing-masing kasus tersebut mempunyai modus operandi tersendiri yang berbeda satu sama lain, kasus tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Kasus Murni Perbankan dengan tersangka ROBERT TANTULAR dan kroninya, yang melakukan tindak pidana perbankan dengan modus oeprandi: kredit fiktif, kontrak kelola dan fiktif, pencairan deposito valas tanpa seizin pemiliknya, menggelapkan surat berhaga, LC fiktif, dengan jumlah kerugian seluruh sekitar Rp 3,4 Trilyun.
2. Kasus Non Perbankan, yaitu kejahatan di bidang pasar modal yang dilakukan oleh ROBERT TANTULAR dan kroninya dengan menggunakan Securitas PT Antaboga dan PT SCI dengan jumlah kerugian Rp 1,5565 Trilyun.
3. Kasus dugaan korupsi bailout/penyertaan dana LPS ke Bank Century sebesar Rp 6,762 Trilyun.
Keterangan
a. Kasus Pertama dan Kedua sudah disidik oleh Bareskrim Polri dengan delapan tersangka meliput kasus perbankan, money laundering, penggelapan, penipuan dan kejahatan di bidang pasar modal. Sebagaian kasus telah divonis oleh Pengadilan dan sebagaian lagi masih dalam proses persidangan, dan para tersangka yang masih dalam pengejaran karena melarikan diri ke laur negeri terdiri dari RAFAT ALI RIZVI, HESHAM ALWARRAQ, THERESIA DEWI TANTULAR, ANTON TANTULAR, HARTAWAN ALWI, dan HENDRO WIYANTO.
b. Kasus Ketiga, yaitu dugaan korupsi Bailout/Penyertaan Modal Sementara (PMS) LPS ke Bank Century sebesar Rp 6,762 Trilyun, yang saat ini sedang hangat dibahas dalam pansus hak angket Pansus DPR RI. Kasus PMS yang diduga merugikan negara sebsar Rp 6,762 Trilyun masih dalam tahap penyelidikan oleh Bareskrim Polri, dikarenakan penyidik Bareskrim Polri mengutamakan kasus yang merugikan rakyat banyak. Berdasarkan hasil analisa sementara kasus PMS sebesar Rp 6,762 Trilyu terdiri dari dua anak kasus yaitu:
Kasus Pertama, yaitu pengucuran dana/uang negara tanpa didasari oleh dasar hukum yang kuat, maka para pelakunya dapat diduga melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan rumusan “Setiap orang yang melakukan pelanggarana hukum yang dapat menguntungkan diri sendiri dan / atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara dan / atau perekonomian negara”. Yang dapat dijadikan tersangka adalah para pembuat kebijakan yang berwenang memutus pengucuran dana.
Kasus Kedua, yaitu apabila dana yang dikucurkan sebesar Rp 6,762 Trilyun ada diantaranya yang diterima oleh pihak-pihak yang tidak berhak menerima, maka terhadap mereka dapat dilakukan dugaan turut serta melakukan tindakan pidana korupsi, pemalsuan, perbankan, penggelapan dan / atau penipuan. Untuk tindak lanjut pembuktian kasus terkait dengan PMS sebsar Rp. 6,762 Trilyun masih perlu dilakukan pendalaman dan pengumpulan bukti-bukti lainnya. Untuk tindak lanjut kasus bailout perlu pendalama dan pengumpulan alat bukti.
b. Asset Recovery
Bareskrim Polri telah berhasil melakukan upaya pelacakan asset dari kasus Bank Century ini yang disimpan oleh ROBERT TANTULAR dan kroninya, HESHAM ALWARRAQ dan RAFAT ALI RIZVI sebagai berikut:
1. Di dalam negeri
Berupa uang senilai Rp. 258,5 Milyar ditambah dengan Saham KSEI sebanyak 3.295.837.885 lembar, dana Saham di PT. Bahana Securitas 269.250.000 lembar.
2. Di luar negeri
Temuan asset tersangka di luar negeri senilai Rp. 11,832 Trilyun, terdiri dari sebagai berikut :
a) Asset milik ROBERT TANTULAR total senilai USD 19,25 Juta atau setara dengan Rp 192,5 M
- USB AG Bank Hongkong sejumlah USD1,822,082.67.
- Trust Structure di PJK Jersey sejumlah USD16,5 Juta.
- Private Wealth Management Division (Divisi Pengelolaan Kekayaan Pribadi) di British Virgin Island (Inggris) sejumlah USD927,776.54.
b) Asset milik HESHAM AL WARRAQ dan RAFAT ALI RIZVI (DPO) total senilai USD 1,164
Milyar atau setara dengan Rp 11,64 Trilyun:
- UBS AG Bank sejumlah USD 3,503,435.96.
- Standard Chartered Bank sejumlah USD 650,005,942 dan sejumlah SGD 4,006.
- ING Bank sejumlah USD 388,843,415
c) Asset milik ROBERT TANTULAR yang lain
- Asset di Greensey bernama JASMICO TRUST sejumlah USD 14,8 juta
- Asset di Bermuda berupa polis asuransi senilai USD 7,227,573.00.
- Asset di Swiss berupa deposit di Dresdner Bank sebesar USD 220 juta
Semua asset yang di luar negeri telah dilakukan pembekuan secara permanen untuk ditindak-lanjuti pengembaliannya ke Pemerintah RI melalui Mutual Legal Assistance (MLA), hal in baru dapat dilakukan setelah adanya putusan Pengadilan Indonesia yang mempunyai kekuatan hukum tetap, tentunya masih membutuhkan waktu yang cukup lama.
Ada kemungkinan penyelesaian dengan cara cepat yaitu dengan menindak-lanjuti surat Saudara HESHAM ALWARRAQ dan RAFAT ALI RIZVI tertanggal 3 Juni 2009 yang pada intinya bersedia mengembalikan kerugian Bank Century dan bersedia membeli kembali Bank tersebut. Apabila skema ini dapat ditindak-lanjuti dan disepakati besama, maka
keuntungan yang dapat Indonesia adalah:
- a) Dana LPS senilai Rp. 6,762 Trilyun dapat kembali.
- b) Uang hasil penjualan Bank dapat menjadi kas Pemerintah Indonesia, tentunya harga
penjualan Bank adalah menurut kesepakatan bersama.
Bahwa surat tersebut ditujukan kepada Kabareskrim Polri waktu itu KOMJEN POL SUSNO DUADJI. Terkait surat tersebut sudah dilaporkan dan diserahkan kepada Menteri Keuangan RI, Ibu SRI MULYANI. Dan tawaran tersebut sudah ditanyakan beberapa kali oleh Pengacara HESHAM ALWARRAQ dan RAFAT ALI RIZVI kepada Kabareskrim waktu KOMJEN POL SUSNO DUADJI, namun belum dapat ditindak-lanjuti dikarenakan belum mendapat petunjuk atau signal dari Pemerintahan RI dalam hal ini Menteri Keuangan RI.
c. Sebagai Catatan, Bareskrim memang tidak memprioritaskan penyidikan kasus penyertaan dana LPS sebesar Rp 6,762 Trilyun dikarenakan pertimbangan sebagai berikut:
“Ada di antara anggota KSSK saat itu yang sedang mengikuti Pemilu Wakil Presiden, kemudian memang sehingga menunggu persiapan pelantikan Wakil Presiden, yang tentunya kalau langung disidik akan terjadi kehebohan, walaupun sebesarnya untuk membuktikan adanya korupsi dalam kasus penyertaan modal dari LPS senilai Rp 6,762 Trilyun ke Bank Century tidak terlalu sulit.” [4]
V. PENUTUP
Demikian catatan detik-detik terakhir KOMJEN POL Drs. SUSNO DUADJI, SH. MH. Msc menjabat Kabreskrim Polri dibuat sesuai dengan fakta-fakta yang ada, namun tentunya masih banyak ketidak-sempurnaan dan kekurangan dalam catatan ini karena keterbatasan waktu dan ada hal-hal yang belum saatnya untuk diungkapkan kepada publik. Semoga catatan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.
Jakarta, 27 November ‘09
Penyusun,
KOMJEN POL Drs. SUSNO DUADJI, SH. MH. MSc. [5]
Catatan Nusantaraku (Kejutan dan Keanehannya)
Terlepas dari keabsahan fakta yang disampaikan Komjen Susno Duadji (SD) dalam testimoninya berjudul “BHAYANGKARA SEJATI SETIA DAN LOYAL“, ada beberapa catatan saya mengenai testimoni Komjen SD.
1 . Kasus Kriminalisasi Bibit SR dan Chandra MH Dibawah Instruksi Kapolri (Kejutan)
Selama ini, informasi yang beredar terutama dari pihak pengacara Bibit dan Chandra (B&C) menunjukkan keterlibatan SD dalam kasus kriminalisasi dua pimpinan KPK ini. Sebagai Kabareskrim tentu publik akan menyimpulkan bahwa beliau bertanggungjawab langsung dalam kasus kriminalisasi B&C.
Namun, dari dokumen testimoni SD (Bagian : Kasus Dua Pimpinan KPK Non-Aktif), ternyata kriminalisasi kedua pimpinan KPK berawal dari kesalahan Kapolri “mencari muka” kepada Presiden SBY. Melalui Wakabereskrim IRJEN POL Drs. HADIATMOKO (bukan Kabareskrim SD), Kapolri berusaha mencari motif pembunuhan Nasruddin.
Setelah beberapa bulan kemudian kelima Tim tersebut bekerja tidak menemukan bukti untuk mengungkap motif pembunuhan Nasruddin, namun Kapolri sudah terlanjur melaporkan kepada Presiden tentang adanya kejahatan suap yang melibatkan Pimpinan KPK sebagai motif terjadinya pembunuhan NASRUDIN. Kapolri merasa malu kalau laporannya tersebut tidak bisa dibuktikan, untuk itulah Kapolri memerintahkan Tim Penyidik yang sudah dibentuk untuk mencari kasus yang dapat dibuktikan guna menjerat pimpinan KPK.
Memang sampai saat ini, kasus kriminalisasi Bibit dan Chandra belum tuntas. Meski Bibit dan Chandra telah dibebaskan dan dipulihkan namanya, namun aktor intelektual dibalik kriminalisasi ini belum terungkap. Usaha mencari keadilan dan kebenaran atas kasus Bibit dan Chandra berhenti, dan tidak ada niat atau usaha dari pihak-pihak berwajib untuk membongkar Grand Design untuk mengamputasi KPK. (Baca Juga : Fakta-Fakta Kemunafikan Polri dalam Mengasuskan Bibit dan Chandra )
2. Waktu Testimoni Kasus Bank Century (Keanehan)
Dalam testimoni ini, tertulis bahwa SD membuatnya pada tanggal 27 November 2009. Dan anehnya, dokumen tersebut telah membahas bahwa kasus Bank Century saat itu (tanggal 27 Nov 2009) sedang hangat dibahas dalam pansus hak angket Pansus DPR RI. Padahal, pansus hak Angket Century baru terbentuk pada tanggal 4 Desember 2008 [6]
Bagaimana mungkin SD bisa membuat testimoni tentang pembahasan di pansus Hak Angket Century di DPR, sementara pansus itu sendiri belum terbentuk? Ini adalah salah satu kesalahan fatal dari draft buku ‘testimoni SD’, bila kita menganalisis timing-nya.
3. Penuntasan Pelanggaran Hukum Pemilu Presiden/ Wapres 2009 (Keanehan)
Dalam draft buku ‘testimoni’, dikutip bahwa SD mengatakan bahwa sebagai Kabareskrim, ia berhasil menuntaskan pelanggaran hukum Pilpres 2009 silam. Namun, faktanya tidak demikian. Meskipun Bawaslu dan berbagai LSM telah mengumpulkan dan menyerahkan bukti yang kuat terjadinya pelanggaran pidana dana kampanye pasangan capres-cawapres pada Pemilu Presiden 2009 silam, namun Bareskrim Mabes Polri menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terkait dugaan pelanggaran dana kampanye atas laporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Penghentikan perkara penyidikan menimbulkan kecurigaan, lantaran tanpa ada keterangan jelas dari Bareskrim. Hal itu menyebabkan, Bawaslu kecewa dengan kinerja Kepolisian.
Dalam surat yang ditandatangani Direktur I Keamanan Transnasional Badan Reserse Kriminal Brigadir Jenderal Bachtiar Tambunan itu, kata Tio, tak disebutkan alasan penghentian penyidikan. Surat itu hanya menyebutkan, “Penyidikan dihentikan sejak 2 Oktober 2009 demi hukum,” katanya.[7]
Padahal, pasangan SBY-Boediono dapat dijadikan tersangka karena menerima dana kampanye dari perusahaan afiliasi menyumbang sebesar Rp 8.5 miliar (lebih dari Rp 5 miliar seperti diatur UU) dengan rincian PT Northstar Pasific Investasi (Rp 1 miliar) + PT Northstar Pasific Capital (Rp 1 miliar), PT Sumber Alfaria Trijaya (Rp 3,5 miliar), dan PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (Rp 3 miliar). Selain itu, pasangan Megawati-Prabowo dan JK-Wiranto juga diduga melanggar aturan dana kampanye, karena masing-masing didapat bukti menerima sumbangan dari perusahaan asing dan penerimaan yang tidak dicatat. Lengkapnya di Fakta-Fakta Kemunafikan Polri dalam Mengasuskan Bibit dan Chandra.
SUMBER DARI : http://nusantaranews.wordpress.com/2010/01/27/inilah-testimoni-susno-duadji/
No comments:
Post a Comment