Diabetes melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik kadar gula darah berlebihan (hiperglikemia). Ini terjadi karena kelainan sekresi insulin, resistensi insulin, atau kedua-duanya. "Pada kasus kronis, ada kaitannya dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung, dan pembuluh darah," papar dr Ida Ayu Kshanti dari bagian Penyakit Dalam RSUP Fatmawati di Jakarta, beberapa waktu lalu. Penyakit ini, paparnya, ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk memroduksi atau menggunakan hormon insulin secara tepat. Ada tiga tipe utama diabetes yang ditentukan berdasarkan ketergantungannya terhadap insulin.
Diabetes tipe 1 sangat tergantung insulin (juvenile-onset). Ini terjadi pada usia balita dan anak. Prevalensinya mencapai 5-10 persen dari seluruh penderita diabetes. Pada tipe 2 tubuh tak bisa memroduksi insulin secara memadai. Sebanyak 85-90 persen penderita diabetes terkena tipe ini. Tipe ini terutama terjadi pada penderita berusia lebih dari 40 tahun. Sedangkan tipe 3 adalah diabetes gestational, yakni merupakan bentuk resistensi insulin sementara yang mungkin terjadi selama masa kehamilan. Sebanyak empat persen wanita hamil menderita tipe ini. Diabetes melitus saat ini dapat ditemukan hampir di tiap populasi di dunia. Bukti-bukti epidemiologi menyebutkan bahwa tanpa program-program pencegahan dan pengendalian yang efektif, diabetes akan terus meningkat secara global.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada 2000 hampir 180 juta orang menderita diabetes. Di negara maju diabetes menjadi penyebab kematian nomor empat atau lima. Di Indonesia angkanya mencapai 5,6 juta penderita. Sebanyak 1,2-2,3 persen terjadi pada usia di atas 15 tahun. Diperkirakan, pada 2020 penderita DM mencapai 8,2 juta orang. Diabetes menimbulkan komplikasi arteri koroner dan penyakit jantung periferal, stroke, diabetes neuropati, amputasi, gagal ginjal, dan kebutaan. Juga menyebabkan meningkatnya ketidakmampuan, menurunkan harapan hidup, dan menimbulkan biaya kesehatan sangat besar.
Tes mandiri
Swamonitor (memantau sendiri) gula darah merupakan komponen dasar untuk memahami diabetes dan mengelolanya dengan baik. Dengan memantau gula darah sendiri, penderita diabetes dapat berperan lebih aktif dalam penatalaksanaan diabetesnya. Saat ini ada perangkat yang memudahkan penderita penyakit kencing manis untuk memantau kadar gula dalam darahnya. Alat ini dinamai Accu-Chek Go.
"Kebutuhan mendasar bagi orang dengan diabetes adalah mengetes gula darah mereka berkali-kali dalam satu hari. Perlu alat tes yang dapat dioperasikan dengan mudah dan nyaman serta memberikan hasil terpercaya," jelas dr Beny Kurniawan, manajer pemasaran PT Roche di Jakarta, beberapa waktu lalu. Faktor-faktor itu mendorong para peneliti untuk meningkatkan swamonitor diabetes yang dapat memberikan solusi tes yang lebih unggul bagi penderita diabetes. Hasilnya adalah alat yang dilengkapi dengan alarm pengingat yang memberi peringatan jika hasil tes tidak normal, dan tombol
ejector strip yang lebih nyaman. Strip tes Accu-Chek Go memiliki sistem pengisian kapiler. Sampel darah dalam ukuran sangat sedikit (kurang dari 1.5 mikroliter) dimasukkan ke dalam meter (alat pengukur) melalui strip kapiler. Caranya, tes strip dimasukkan ke dalam meter. Ini akan secara otomatis menyalakan meter. Darah yang dikeluarkan dari jari dengan tusukan jarum akan diserap sendiri oleh strip tadi (cara kerja secara kapiler). Dalam waktu lima detik kemudian hasilnya akan ditayangkan oleh monitor pada meter. Pemakai tak perlu repot membuang strip yang sudah terpakai karena tombol ejector strip akan membuang sendiri. Setiap strip tes otomatis terdapat data kedaluwarsa sehingga pasien mengetahui batas waktu penggunaannya. Selain itu, sampel darah dinilai higienis karena ditempatkan di luar alat meter. Strip tes menyerap darah.
Fitur lain yang dapat digunakan dalam alat ini adalah alarm dengan tiga program waktu sebagai pengingat pasien untuk memeriksakan kadar gula darahnya. Juga terdapat fitur menu simbol metode sampling di luar jari, dan menu peringatan ambang hipoglikemia (kadar gula rendah). Semua data yang masuk ke dalam alat ini disimpan secara otomatis sebanyak 300 hasil tes dengan waktu dan tanggal masuk uji. Data itu dikelola dalam sistem kalkulasi nilai rata-rata dalam 7, 14, atau 30 hari terakhir. Transfer data ke komputer menggunakan teknologi sinar infra merah yang ada dalam perangkat alat ini. Semua itu memudahkan bagi penderita untuk memantau kadar gula darah dalam mengontrol penyakit yang dideritanya secara mandiri.
Kontrol Rutin
Penyakit diabetes melitus (DM) lebih banyak disebabkan karena pola hidup tak sehat. Menurut dr Ida Ayu Kshanti dari bagian Penyakit Dalam RSUP Fatmawati, mereka yang sudah mengalami DM sebaiknya menerapkan pola hidup sehat. "Semakin tak sehat pola hidupnya, maka risiko terjadinya diabetes semakin besar," tuturnya.
Mereka yang mengidap DM perlu mengontrol kadar gula darahnya secara rutin karena kadar gula darah dapat melonjak sewaktu-waktu bila tidak terpantau dengan baik. Yang dikontrol adalah hiperglikemia (kadar gula darah terlalu tinggi), dan menghindari terjadinya hipoglikemia (kadar gula darah terlalu rendah). Kedua kondisi ini bila dibiarkan bisa mengakibatkan penyakit semakin parah dan terjadi komplikasi. Kadar gula darah dikontrol sebelum dan setelah makan, beberapa kali dalam sehari. Selain melakukan kontrol secara rutin, menurut Ida, kegiatan fisik seperti latihan jasmani perlu dilakukan secara teratur.
Berolahraga dapat memperbaiki kadar gula darah, mempertahankan berat badan ideal, dan yang penting adalah mengurangi komplikasi diabetes. Langkah yang juga penting adalah konsultasi secara teratur dengan dokter atau edukator diabetes. Ida juga menegaskan bahwa penderita diabetes itu perlu mengontrol pola makannya dan mematuhi pengobatan sesuai saran dokter. Hasil penelitian, kontrol diabetes ternyata mengendalikan DM tipe 1 dan menurunkan komplikasi sebesar 20-30 persen. Dalam kadar gula darah terdapat unsur HbA1c yang berpengaruh terhadap tekanan darah. Setiap penurunan 1 persen dari HbA1c akan menurunkan risiko komplikasi sebesar 35 persen.
No comments:
Post a Comment