Sekitar 6.000 warga Suriah berbondong-bondong melintasi perbatasan Masnaa, Lebanon, Rabu waktu setempat. Jumlah ini berkali-kali lipat lebih banyak ketimbang sebelum penyerangan senjata kimia pekan lalu di wilayah Ghouta, pinggiran Damaskus.
Di hari
normal, biasanya hanya sekitar 500 sampai 1.000 pengungsi Suriah datang
ke Lebanon, tergantung intensitas dan luas area pertempuran, seperti
dilansir CBS News, Kamis 29 Agustus 2013. Sekitar 2.000 orang menyeberang dari Lebanon ke Suriah, mengevakuasi keluarga mereka dari zona tempur.
Selain
takut jadi sasaran senjata kimia rezim Bashar al-Assad, kali ini warga
Suriah eksodus lantaran khawatir akan serangan Barat. Salah satu dari
mereka adalah seorang wanita, sebut saja namanya Ummu Ahmad, 45, yang
menyeberang ke Lebanon bersama lima anaknya.
"Seakan
tidak cukup seluruh kekerasan dan pertempuran di negara ini, sekarang
Amerika ingin mengebom kami?" kata Ummu Ahmad yang enggan memberikan
nama aslinya demi keselamatan.
Dia
kini menjadi bagian dari dua juta rakyat Suriah yang tinggal di
pengungsian di negara-negara tetangga, seperti Turki, Yordania dan
Lebanon. Hidup mereka terkatung-katung, bahkan melarat. "Apa yang akan
kami lakukan di sini? Akan ke mana kami? Saya tidak tahu, tapi
setidaknya kami aman," kata Ummu Ahmad.
Ketakutan
yang sama tidak hanya dialami oleh rakyat Suriah. Pemerintah Israel
juga ikut ketar-ketir. Pasalnya, mereka kemungkinan akan kena getah
pertempuran antara Assad dan Barat.
Untuk
itulah Israel mempersiapkan warga sipilnya untuk menghadapi peperangan.
Kantor pos Israel ditugaskan mengirimkan masker gas ke lima juta atau
sekitar 60 persen dari populasi Israel, untuk mengantisipasi serangan
gas beracun. Selain itu, tentara juga ditarik ke dalam untuk melindungi
rakyat.
Ketegangan
semakin menjadi saat Presiden Barack Obama secara langsung mengatakan
bahwa serangan senjata kimia pekan lalu yang menewaskan 1.700 orang
adalah ulah rezim Assad. Dalam acara PBS Newshour, Obama mengatakan bahwa dia menyangsikan tuduhan Assad kepada pasukan oposisi.
"Kami
tidak percaya, dengan sistem peluncuran yang menggunakan roket, tentara
oposisi mampu melakukannya. Kami menyimpulkan bahwa adalah pemerintah
Suriah yang telah melakukan aksi keji ini," ujar Obama.
Wakil Presiden AS Joe Biden juga dengan lantang menegaskan "tidak diragukan lagi" Assad menggunakan senjata kimia.
Tuduhan
terhadap rezim Assad juga datang dari NATO dan Liga Arab yang
mengatakan bahwa Suriah menimbun senjata kimia. "Penggunaan senjata ini
tidak bisa diterima dan tidak bisa dibiarkan. Mereka yang bertanggung
jawab harus diadili. Kami menganggap penggunaan senjata kimia adalah
ancaman pada perdamaian dan keamanan internasional," ujar NATO dalam
pernyataannya.
Upaya
menghentikan kekerasan Assad di Suriah melalui Dewan Keamanan PBB juga
masih buntu. Rancangan resolusi tindakan militer yang diajukan Inggris
tidak mencapai mufakat di DK PBB, terutama karena sekali lagi dijegal
Rusia dan China.
Menteri
Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan bahwa resolusi yang diajukan
Inggris terlalu prematur. Menurut dia, DK PBB masih harus menunggu
laporan dari tim investigasi PBB di Suriah yang telah mengambil sampel
dari lokasi insiden senjata kimia.
Obama
mengatakan bahwa dia belum mengeluarkan keputusan apapun soal serangan
terhadap Suriah. Namun, empat kapal perang AS telah siaga di Laut
Mediterania, siap menunggu perintah serang. Begitu pula dengan Inggris
dan Prancis. Mereka bersikeras, serangan bisa dilakukan walaupun tanpa
restu DK PBB.
"Apakah mungkin merespons serangan senjata kimia tanpa persetujuan Dewan Keamanan PBB? Saya katakan: bisa," Hague menegaskan.
Jika diserang
Menurut
para analis, jika memang diserang, Suriah akan menghindari pertempuran
langsung dengan AS dan hanya akan menerima hantaman roket, selama
serangan itu tidak mengganggu pusat pemerintahannya.
Lagipula,
serangan AS nanti dianggap tidak akan memakan waktu lama. Seperti
disampaikan berbagai sumber di Gedung Putih, serangan itu bukan untuk
menggulingkan Assad, hanya menghukum saja. Diperkirakan, AS hanya akan
memborbardir Suriah selama tiga hari.
"Saya
kira kalkulasinya adalah, 'Mari merunduk, terima saja serangan yang
terbatas dan bertempur di lain hari,'" kata Shawn Brimley, ahli
pertahanan dari Center for a New American Security, sebagaimana
diberitakan Reuters.
"Saya
justru akan terkejut jika Assad coba menyerang balik, karena itu malah
hanya akan memperparah serangan AS," lanjut Brimley, yang juga anggota
Dewan Keamanan Nasional Obama.
Namun
yang jadi masalah adalah sekutu-sekutu dekat Suriah, seperti Iran dan
Hizbullah. Pengamat mengatakan Suriah memang menghindari pertempuran
langsung dengan AS. Namun, Assad dan sekutunya bisa menyerang
negara-negara tetangga mitra AS di kawasan, seperti Israel, Yordania
atau Turki. Pengamat menyebutnya "reaksi asimetris".
Baik
Suriah dan Iran memang memiliki kapasitas militer yang tidak bisa
dianggap enteng. Itulah sebabnya, Barat lebih memilih menyerang dari
jarak jauh ketimbang masuk ke wilayah darat atau udara Suriah.
Kedua
negara, Suriah dan Iran, memiliki rudal balistik yang bisa menjangkau
Israel, Turki dan Yordania. Belum lagi jika dibantu pasukan Syiah
Hizbullah dari Lebanon yang dibekingi Iran. Dengan puluhan ribu roket
jarak dekatnya, Hizbullah bisa menyerang hingga pusat kota Israel.
Bantuan
dari Iran ini sudah bisa dipastikan. Presiden Hassan Rohani dalam
percakapannya dengan Presiden Vladimir Putin seperti diberitakan Press TV mengatakan Iran akan mengupayakan segala cara untuk mencegah serangan Barat ke Suriah.
"Aksi
militer akan memiliki dampak yang besar terhadap kawasan. Penting sekali
untuk menerapkan seluruh upaya untuk mencegahnya," kata Rohani.
Pernyataan
jauh lebih keras disampaikan Panglima Militer Iran, Hassan Firouzabadi,
Rabu lalu. Dia mengancam bahwa "setiap serangan ke Suriah, berarti juga
membumihanguskan Israel."
Iran
diprediksi akan memegang kata-katanya. Namun pengamat menyangsikan Iran
akan melakukan serangan langsung terhadap Israel. Pasalnya, serangan ke
Israel akan mencoreng citra Rohani yang berjanji meningkatkan hubungan
luar negeri Iran.
Hayat
Alvi, dosen studi Timur Tengah di U.S. Naval War College mengatakan,
Iran kemungkinan akan menggunakan tangan Hizbullah untuk pekerjaan kotor
ini. "Serangan Hizbullah ke Israel sangat mungkin, dan banyak yang
berspekulasi soal perang Hizbullah-Israel lainnya di Lebanon," kata
Alvi.
Hal ini
sebelumnya telah disampaikan oleh pemuka Syiah pro-Hizbullah di
Lebanon, Syeikh Afif Nabulsi. "Setiap serangan AS terhadap Suriah akan
dibalas dengan keras pada kepentingan-kepentingan AS di kawasan dan
Israel secara langsung," ujarnya seperti dilansir Daily Star.
Selain
negara-negara di kawasan, yang bisa menjadi korban serangan asimetris
ini adalah warga Suriah. Serangan terutama akan dilakukan oleh Hizbullah
yang telah menurunkan ribuan tentaranya ke wilayah Suriah.
"Hizbullah
kemungkinan akan merespons serangan AS dengan menyerukan semua operasi
di lapangan yang merencanakan serangan dan pembunuhan, untuk
mempercepatnya," kata Matthew Levitt, pakar terorisme dari The
Washington Institute for Near East Policy, yang akan meluncurkan buku
tentang Hizbullah pekan depan.
"Iran, Suriah dan Hizbullah semuanya cenderung melakukan serangan asimetris," kata Levitt.
Selain
itu, konflik ini berpeluang meluas jika Iran mengerahkan kelompok
militan Syiah yang didukungnya di Irak. Menurut pejabat AS yang
berpengalaman di Timur Tengah, selama ini militan Syiah di Irak belum
bergerak menanggapi serangan yang dilakukan kelompok militan Islam.
"Masih
ada militan di Irak yang kemungkinan besar akan merespons jika ditekan
Iran. Ini yang menjadi keprihatinan dan menganggu pikiran semua orang,"
kata pejabat yang enggan disebut namanya ini.
Selain
itu, serangan tidak hanya dilakukan di ranah pertempuran militer. Alvi
memperkirakan, saling serang juga akan terjadi di dunia maya alias
siber. "Iran dan Suriah bisa mengincar infrastruktur siber tentara
koalisi dan target-target potensial lainnya. Mereka terbukti cukup
mumpuni di bidang ini," kata Alvi.
No comments:
Post a Comment