Thursday, 15 May 2014

KETIKA SANG POLITIKUS BEKEN SUTAN BHATOEGANA TERSANDUNG KASUS KORUPSI, DAN TERDEPAK DARI SENAYAN

http://cahayareformasi.com/wp-content/uploads/2012/12/sutan-bhatoegana.jpgSudah jauh tertimpa tangga, begitu suasana yang tepat menggambarkan kondisi Politikus Demokrat, Sutan Bhatoegana. Betapa tidak, setelah gagal lolos ke Senayan, Sutan malah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu 14 Mei 2014.

Sutan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait dengan pembahasan anggaran APBNP tahun 2013 di Kementerian ESDM. Penetapan Sutan sebagai tersangka merupakan hasil pengembangan penyidikan dan persidangan kasus suap SKK Migas yang menjerat Mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini.

Sebelumnya KPK telah lebih dulu mencegah Sutan berpergian ke luar negeri  terkait kasus korupsi di Kementerian ESDM. Dia dicegah bersama anggota Komisi VII, Tri Yulianto pada Kamis 13 Februari 2014 lalu. Surat permohonan cegah itu dikirim KPK ke Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.

KPK juga telah menggeledah ruangan kerja Sutan dan Tri di Gedung Nusantara I DPR RI. Rumah pribadi Sutan di Villa Duta Bogor pun tak luput dari penggeledahan penyidik KPK.

Juru Bicara KPK, Johan Budi SP mengatakan, dari hasil pengembangan kasus suap SKK Migas itu, KPK menemukan dua alat bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan kasus ini naik ke tingkat penyidikan. "Kemudian disimpulkan ada tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh SB," kata Johan di kantornya.

Johan menjelaskan, penetapan Sutan sebagai tersangka disepakati dalam forum gelar perkara penyidik dan pimpinan KPK yang kemudian menjadi dasar terbitnya surat perintah penyidikan tertanggal 13 Mei 2014. Surat tersebut menyatakan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Ketua Departemen Perekonomian Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat itu.

KPK menjerat Sutan Bhatoegana dengan pasal alternatif, yakni Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHPidana.

Pasal tersebut mengatur pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Politikus Demokrat itu terancam hukuman pidana maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

Menanggapi statusnya yang telah ditetapkan sebagai tersangka, Ketua Komisi VII DPR RI itu hanya menjawab singkat. "Saya belum tahu tuh," ujar Sutan kepada VIVAnews.

Selebihnya, anggota DPR dari Daerah Pemilihan Sumatera I itu memilih irit bicara. Sutan justru mengirimkan pesan berantai berisi renungan nikmat dan ujian yang diberikan Tuhan kepada umatnya. Baca isinya di tautan ini.

Selain Sutan, KPK juga menetapkan Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri, Artha Meris Simbolon, sebagai tersangka. KPK menduga, Artha Meris Simbolon selaku Presdir Kaltim Parna Industri memberikan hadiah atau janji kepada mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini.

Pemberian tersebut diduga agar Rudi selaku Kepala SKK Migas memberikan rekomendasi/persetujuan untuk menurunkan formula harga gas untuk PT KPI. Rekomendasi itu nantinya direncanakan akan diserahkan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik. Tetapi rekomendasi tersebut belum terpenuhi.

Artha Meris disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHPidana. Dia terancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp250 juta.

Peran Bhatoegana

Sutan Bhatoegana bukan nama baru di pusaran kasus korupsi SKK Migas. Dia pernah menjadi saksi saat penyidikan kasus itu di KPK, dan juga saat kasusnya bergulir di persidangan. Bahkan nama Sutan disebut dalam surat dakwaan mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini menerima uang US$200 ribu melalui kolegannya di Komisi VII DPR Tri Yulianto.

Meski di persidangan Sutan telah membantah menerima uang US$200 ribu dari Rudi Rubiandini, namun majelis hakim tetap mencatut namanya dalam analisa yuridis putusan Rudi Rubiandini telah menerima uang US$200 ribu dari Rudi, dan merupakan bagian yang diterima Rudi dari bos Kernel Oil Singapura, Widodo Ratanachaitong sebesar US$300 ribu

"Dan keesokan harinya tanggal 26 Juli 2013 uang tersebut diserahkan oleh Deviardi kepada terdakwa di kantornya di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, dan oleh terdakwa diserahkan ke Sutan Bhatoegana US$200 ribu dan sisanya disimpan di safe deposit box," kata hakim anggota Purwono Edi Santosa saat membacakan uraian putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Selatan, Selasa 29 April 2014.

Selama persidangan, Rudi Rubiandini menegaskan bahwa Sutan Bhatoegana selaku Ketua Komisi VII DPR pernah mendesak untuk memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada DPR.  Menurut Rudi, Sutan pernah membicarakan soal THR saat pertemuan di Hotel Crown, Juli 2013 saat buka puasa.

Di situ Sutan mengingatkan Rudi soal THR, dimana 'ritual' itu biasa dilakukan sejak SKK Migas masih bernama BP Migas. Rudi menganggap permintaan itu juga harus dipenuhinya saat dia memimpin SKK Migas.
"Apakah saudara ingat pernah sindir terdakwa dalam hal ini saya, soal THR sejak BP Migas?" tanya Rudi serius. "Tidak," timpal Sutan singkat.

Disamping itu, Kementerian ESDM juga diketahui pernah mengkoordinir pengumpulan uang saweran untuk Komisi VII DPR RI. Hal tersebut terungkap saat jaksa penuntut umum memutarkan rekaman percakapan antara Mantan Sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno dan Rudi Rubiandini.
Meski berkali-kali dibantah Waryono soal adanya pemberian ke Komisi VII DPR itu, namun saat rekaman penyadapan itu diputar Waryono Karno tak berkutik.
Dalam rekaman itu, Waryono membicarakan urunan uang yang harus disetorkan SKK Migas dan Pertamina kepada Komisi VII DPR melalui Sutan Bhatoegana selaku mitra kerja.  Isi Percakapannya di tautan ini.

Fakta tersebut masih ditambah dengan pengakuan Mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian ESDM, Didi Dwi Sutrisnohadi di persidangan terkait adanya penggelontoran dana ke Komisi VII DPR RI. Menurut Didi, dia pernah diminta Waryono Karno menyiapkan dana yang akan diberikan kepada Komisi VII DPR. Selengkapnya disini.

Bagi KPK, semua fakta yang terungkap di persidangan dan keputusan majelis hakim menjadi informasi penting untuk pengembangan kasus. Johan menegaskan, KPK akan menindaklanjuti semua fakta dan keterangan yang terungkap melalui saksi maupun terdakwa yang disampaikan di persidangan.

Majelis hakim tambah Johan, mempunyai pertimbangan-pertimbangan dalam memutus perkara Rudi Rubiandini. Termasuk soal fakta adanya aliran dana suap yang mengalir ke Komisi VII DPR. "Putusan hakim itu tentu masuk dalam kategori penting (untuk mengembangkan kasus)," tambah Johan.

Harus Mundur

Penetapan Sutan Bhatoegana sebagai tersangka korupsi menambah daftar panjang politikus Demokrat yang terjerat kasus korupsi. Nama Sutan akan bersanding dengan nama elit Demokrat yang lebih dulu menjadi tersangka korupsi. Antara lain Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng dan Anas Urbaningrum.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga merangkap sebagai Ketua Umum Partai Demokrat menanggapi normatif penetapan Sutan Bhatoegana sebagai tersangka. SBY menghormati proses hukum yang dilakukan KPK terhadap salah satu kader partainya itu.

"Proses hukum kan kita hormati semuanya. Siapa pun dari partai manapun. Dan tidak hanya Sutan saja, kan banyak juga yang seperti itu," kata SBY di sela-sela pertemuannya dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu 14 Mei 2014.

SBY mengatakan, siapa pun, dari partai manapun bisa terkena jeratan hukum. Hal ini menurutnya tidak unik, karena banyak yang terjerat. "Kenapa hanya Sutan saja ditanyain, kenapa tidak yang lain?" ucapnya kepada wartawan.

Demokrat akan segera membahas kasus hukum yang menjerat Sutan Bhatoegana. Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Amir Syamsudin mengatakan, Partai Demokrat memiliki komisi pengawas yang akan mempelajari kasus ini. Bila terbukti, partainya akan memperlakukan Sutan dengan standar yang sama dengan anggota partai lainnya yang terkena kasus korupsi.

Sementara itu, Ketua Harian DPP Partai Demokrat, Syarief Hasan menyatakan, sikap Demokrat tegas bila ada kadernya yang terlibat kasus korupsi. Menurutnya, jika Sutan Bhatoegana telah menjadi tersangka, maka Sutan harus mundur sebagai kader Demokrat. Sutan sendiri masih tercatat sebagai Ketua DPP Partai Demokrat dan Ketua Komisi VII DPR RI.

"Pakta Integritas tetap berlaku," kata Syarief usai rapat internal Fraksi Demokrat di Gedung DPR, Jakarta.

Seperti diketahui, poin kedelapan Pakta Integritas Demokrat berbunyi: Saya tersangka, terdakwa, atau terpidana, saya bersedia mengundurkan diri dan siap menerima sanksi pemecatan dari dewan kehormatan partai.

Meski demikian, menurut Syarief, Demokrat akan memberikan bantuan hukum untuk Bhatoegana jika diperlukan.

Kolega Sutan di DPR yang juga Wakil Ketua Umum Demokrat Nurhayati Ali Assegaf mengaku prihatin dengan penetapan Sutan sebagai tersangka. Namun Partai Demokrat tetap menghargai proses hukum yang berlaku. Nurhayati berharap Bhatoegana tabah menghadapi cobaan itu.

"Kami mendoakan Pak Sutan tabah menghadapi cobaan. Kami berpegang pada asas praduga tak bersalah. Kita akan berikan bantuan hukum kalau diperlukan, tetapi kita doakan tidak terbukti," ujar dia.

No comments:

Post a Comment