Saturday, 3 May 2014

Menggeliatnya Gunung Berapi di Jawa

Polisi Tutup Jalur Pendakian MerapiStatus Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah ditingkatkan dari normal menjadi waspada. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Gatot Saptadi ketika dihubungi VIVAnews, Rabu 30 April 2014 mengatakan peningkatan status dilakukan berdasarkan rekomendasi dari Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta.

"Selasa, 29 April 2014 Pukul 23.50 WIB kami nyatakan status Merapi meningkat menjadi waspada," katanya.

Menurut Gatot, BPBD sudah berkoordinasi dengan pemerintah Kabupaten Sleman agar menyampaikan informasi peningkatan status Merapi kepada masyarakat agar meningkatkan mitigasi kebencanaan. Dari sisi kebencanaan menurutnya BPBD akan mengoptimalkan semua kebutuhan. Gatot juga merekomendasikan agar jalur pendakian di Gunung Merapi untuk sementara ditutup. Selain itu, aktivitas galian atau pertambangan agar dikurangi, terutama yang jaraknya dekat dari Gunung Merapi.

"Masyarakat di sekitar Merapi juga akan segera dikondisikan mengenai status ini. Kami harap semua tetap tenang sambil tentunya tetap waspada," ujarnya.

Kepala BPPTK Yogyakarta, Subandriyo menjelaskan, meningkatnya status Merapi dikarenakan gempa low frequency (LF) yang sering terjadi. Menurutnya gempa yang terdengar berupa dentuman berkali-kali dari radius 8 kilometer mengindikasikan pergerakan fluida gas yang meningkat. Peningkatan aktivitas di Gunung Merapi saat ini disebabkan oleh aktivitas gas vulkanik yang dapat memicu terjadinya letusan minor.

"Naiknya status dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat, aparat dan pemangku kepentingan. Kami minta masyarakat tidak terpancing isu-isu mengenai status Merapi ini," katanya.

Namun menurut Subandriyo, untuk gempa saat ini berbeda dengan kondisi pada 2010 lalu. Gempa menurutnya belum mengarah ke erupsi magmatis. Subandriyo mengatakan gempa tektonik sejak Selasa, 29 April hingga Rabu, 30 April 2014 berdasarkan hasil pemantauan sementara peningkatan aktivitas Gunung Merapi lebih disebabkan oleh aktivitas gas vulkanik.

"Sampai saat ini belum ada indikasi pergerakan magma sampai ke permukaan,” katanya.

Menurut Subandriyo, saat ini gempa masih bersifat low frequency (LF), dalam catatan BPPTK sejak Selasa malam hingga Rabu siang tercatat sudah 29 kali terjadi gempat tektonik.  Sedangkan mengenai suara gemuruh yang sering terdengar, menurut Subandriyo disebabkan adanya turbulensi vulkanik yang memicu suara gemuruh hingga terdengar dalam radius 8 km.

Saat ini BPPTK juga merekomendasikan dalam suratnya bernomor 326/04/BGV.K/2014 agar jalur pendakian untuk sementara dilarang kecuali untuk penelitian.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah menyiapkan 35 lokasi pengungsian jika sewaktu-waktu Gunung Merapi meletus. Kesiapan tersebut disampaikan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman Yuli Setiono, Rabu 30 April 2014.

"Untuk evakuasi terakhir ada di balai desa. Kami juga siapkan 24 jam Posko Bayu induk di BPBD di kompleks Pemkab Sleman, dan posko utama Pakem yang berada di selatan Pasar Pakem,” ujarnya.

Mengenai jalur evakuasi, diakui oleh Yuli sebagian jalur yang mengalami kerusakan saat ini dalam proses pengajuan anggaran ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

“Semoga segera dapat direalisasikan, untuk itu juga kami meminta kepada penambang pasir agar jangan menggunakan jalur evakuasi. Kami sendiri sudah menyiapkan jalur bagi penambang pasir,” jelasnya.

Yuli mengatakan Pemkab Sleman telah menyiapkan titik kumpul di seluruh dusun jika diperlukan. Menurutnya untuk lokasi titik kumpul yang telah beralih fungsi agar dikembalikan ke fungsi semula.

“Dengan peningkatan status oleh BPPTK tadi malam, kami sudah menginformasikan kepada masyarakat yang pertama jangan panik dan tetap beraktivitas seperti biasa. Karena ketenangan adalah modal awal untuk kesiapsiagaan masyarakat saat menyelamatkan diri jika terjadi letusan,” katanya.

Yuli juga mengingatkan masyarakat Sleman untuk mengurangi aktivitas di malam hari. “Untuk kegiatan malam hari  agar dikurangi kemudian kendaraan disiapkan hal ini sebagai bentuk kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi status Gunung Merapi. Tapi sekali lagi kami imbau warga tetap tenang,” katanya.

Selain itu langkah lain yang harus dilakukan warga, sambung dia  adalah menyiapkan tas siaga. Tas siaga tersebut berisi surat berharga, obat-obatan, pakaian secukupnya dan makanan.

“Sedangkan jalur pendakian kami nyatakan tertutup bagi pendaki kecuali mitigasi bencana dan penelitian,” ungkapnya.

Gunung Slamet Dinyatakan Siaga
Selain Merapi, status Gunung Slamet di Provinsi Jawa Tengah juga telah dinaikkan dari waspada (level II) menjadi siaga (level III) terhitung mulai Rabu 30 April 2014.

"Status dinaikkan oleh  Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi karena adanya peningkatan aktivitas sejak pukul 10.00," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, Rabu 30 April 2014.

Menurut Sutopo pada Selasa, 29 April 2014 kemarin, sejak pukul 00.00 hingga 06.00 Waktu Indonesia Barat (WIB) terjadi 30 kali gempa letusan. Tidak hanya itu, juga terjadi 67 kali gempa hembusan asap. Asap berwarna putih tebal kecoklatan - kelabu tebal setinggi 150 - 700 m. Selain itu juga terdengar 26 kali suara dentuman dan terlihat luncuran lava pijar mencapai 1.500 meter dari kawah.  

Secara umum intensitas dan frekuensi letusan semakin meningkat. Tubuh gunung menurut Sutopo memperlihatkan penggelembungan dari pos pengamatan di stasiun Cilik dan Buncis yang menunjukkan inflasi. Rekomendasi daerah yang harus dikosongkan dinaikkan menjadi radius 4 km dari puncak kawah. Sutopo menambahkan dilarang untuk melakukan pendakian, berkemah atau melakukan wisata hingga berada di dalam radius 4 km.  

"Masyarakat diimbau tetap tenang, jangan terpancing isu-isu menyesatkan," ujarnya.

Sutopo mengatakan belum perlu ada pengungsian karena permukiman yang ada saat ini masih berada pada zona aman. Permukiman penduduk terdekat sekitar 10 - 12 km dari puncak G. Slamet yaitu  di Desa Jurang Manggu, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang.

"Aktivitas masyarakat dapat berlangsung normal," jelasnya.
  
Kepala BNPB Syamsul Maarif menurut Sutopo setelah menerima laporan dari Kepala PVMBG terkait peningkatan status Siaga dan telah memerintahkan jajaran BNPB segera melakukan koordinasi dengan BPBD Provinsi Jawa Tengah dan BPBD lima kabupaten yang berada di sekitar Gunung Slamet yaitu Kabupaten Pemalang, Banyumas, Brebes, Tegal, dan Purbalingga.

"Rencana kontinjensi agar segera disempurnakan, disosialisasikan dan dilatihkan kepada masyarakat. Semua potensi sumber daya di daerah agar didata dan dihitung semua kebutuhannya," ungkap Sutopo.


Geolog sekaligus pemerhati merapi dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Yogyakarta, Sari Bahagiarti Kusumayudha ketika dihubungi VIVAnews mengatakan peningkatan status di Gunung Slamet harus lebih diperhatikan oleh semua pihak daripada peningkatan status di Gunung Merapi.

"Slamet dari waspada menjadi siaga, Merapi dari normal menjadi waspada," ujarnya, Rabu 30 April 2014.

Sari menjelaskan peningkatan status yang terjadi di Merapi sudah menjadi siklus setiap empat atau lima tahunan. Menurutnya sangat wajar apabila Merapi yang telah cukup lama tertidur kembali bangun, menggeliat dan batuk. Namun bukan berarti siklus tersebut diabaikan. Peningkatan status menurutnya terjadi karena beberapa hal seperti peningkatan intensitas gempa, guguran lava atau hembusan asap.

"Itu semua berhasil dideteksi oleh alat-alat pemantau," katanya.

Setelah dideteksi, langkah antisipasi yang harus ditempuh adalah terus memantau peningkatan aktivitas dan melakukan sosialisasi ke masyarakat agar terhindar dari bahaya erupsi. Menurut Sari apabila Merapi kembali mengalami erupsi seperti pada tahun 2006 maupun 2010, maka erupsi yang akan terjadi belum bisa diprediksi akan seperti apa.

"Jadi harus terus menerus dipantau agar tidak kecolongan," katanya.

Sari kembali mengingatkan Slamet tidur lebih lama daripada Merapi. Selain itu tipe letusan Slamet juga lebih lemah dibandingkan Merapi. Selain karakteristik dan tipe letusan yang harus diperhatikan menurut Sari adalah kepadatan penduduk. Sari mengatakan kepadatan penduduk di Slamet jauh lebih rendah dibanding Merapi. Selain itu radius pemukiman penduduk yang tinggal di Slamet juga jauh dari radius berbahaya apabila terjadi erupsi.

Pada tahun 2010 lalu menurut Sari letusan yang terjadi di Merapi selain meledak ke atas juga ada guguran awan panas yang turun melalui lereng.

"Jadi Slamet harus diperhatikan dan Merapi juga harus terus dipantau," katanya

No comments:

Post a Comment