Melihat cahaya di
ujung terowongan mungkin merupakan persepsi dari kematian yang paling
populer, tetapi Rachel Nuwer menemukan sejumlah laporan yang menjelaskan
banyak pengalaman aneh lainnya.
Terlepas dari hal itu, dia ingat apa yang terjadi selanjutnya. Staf medis kemudian mengambil Automated External Defibrilator (AED), alat kejut yang digunakan untuk mengaktifkan kembali jantungnya. Pak A mendengar sebuah suara mekanis yang dua kali mengatakan, “Kejutkan pasien”.
Diantara perintah-perintah itu dia melihat seorang perempuan memberi isyarat kepadanya dari balik sudut kamar, dekat langit-langit. Dia menghampirinya, dan meninggalkan jasadnya. “Saya merasa dia mengenal saya, saya merasa saya dapat mempercayai dia, dan saya merasa dia ada di sana dengan maksud tertentu (tetapi) saya tidak tahu apakah itu,” kata A. “Tak lama kemudian, saya berada di atas langit-langit sana, menatap ke bawah ke jasad saya, seorang perawat dan lelaki berkepala botak.”
Catatan rumah sakit kemudian memverifikasi dua perintah lisan untuk melakukan AED. Deskripsi A mengenai orang-orang yang berada di ruangan – orang yang dia tak pernah lihat sebelum dia kehilangan kesadaran – dan tindakan yang mereka lakukan ternyata akurat. Dia menggambarkan sesuatu yang terjadi selama selang waktu tiga menit yang, menurut apa yang kami ketahui mengenai biologi, dia seharusnya tak menyadarinya.
Kisah A – yang digambarkan dalam sebuah makalah dalam jurnal Resuscitation – merupakan salah satu dari laporan yang menantang keyakinan yang selama ini diterima mengenai pengalaman di momentum dekat kematian.
Sampai saat ini, para peneliti berasumsi bahwa ketika jantung berhenti berdetak dan tak lagi mengirimkan aliran darah ke otak, seluruh kesadaran akan berakhir. Pada titik ini, seseorang sudah mati – walaupun seperti yang kita pelajari lebih jauh mengenai pengetahuan ilmiah tentang kematian, kami mulai memahaminya, bahwa terkadang kondisi tersebut dapat dikembalikan.
Selama bertahun-tahun, mereka yang kembali dari tempat yang gaib itu seringkali menyampaikan ingatan tentang peristiwa tersebut.
Para dokter seringkali mengabaikan bukti-bukti yang seakan anekdot itu sebagai halusinasi belaka, dan para peneliti enggan untuk mendalami studi tentang pengalaman hampir mati, sebagian besar karena itu hal itu dipandang sebagai sesuatu diluar jangkauan eksplorasi ilmiah.
Tetapi, Sam Parnia, seorang dokter dan direktur riset resusitasi (upaya menghidupkan kembali) di Stony Brook University School of Medicine di New York, bersama dengan koleganya dari 17 institusi di AS dan Inggris, ingin mengesampingkan asumsi mengenai apa yang dialami atau tak dialami saat ajal tiba.
Mereka yakin dapat mengumpukan data ilmiah mengenai peristiwa - yang mungkin merupakan ujung dari hidup seseorang. Selama empat tahun, mereka menganalisa lebih dari 2.000 kasus serangan jantung – peristiwa ketika jantung seorang pasien berhenti dan mereka resminya mengalami kematian.
Dokter dapat mengembalikan 16% dari pasien-pasien tersebut dari kematian, dan Parnia serta koleganya dapat mewawancarai 101 atau sekitar sepertiga dari mereka.
“Tujuannya berupaya untuk memahami, pertama kali, apa pengalaman kognitif dan mental seputar kematian?“ kata Parnia. “Dan kemudian, jika kami menemukan orang yang mengaku mengalami kesadaran pendengaran dan visual pada saat kematian, kami akan berupaya untuk dapat memastikan jika mereka benar-benar sadar.”
Tujuh kesan tentang kematian
- Ketakutan
- Melihat hewan atau tanaman
- Cahaya terang
- Kekerasan dan permusuhan
- Deja-vu
- Melihat keluarga
- Ingatan peristiwa pasca-serangan jantung
Sebaliknya, mereka menyampaikan kisah bagai mimpi atau halusinasi, yang dikategorikan Parnia dan tim penulisnya dalam tujuh tema besar.
“Sebagian besar diantaranya tidak selaras dengan apa yang disebut “pengalaman menjelang kematian,” kata Parnia. “Tampaknya pengalaman batin tentang kematian lebih luas dibandingkan yang dulu diasumsikan.”
Pengalaman batin ini mencakup dari hal yang mengerikan sampai sangat bahagia. Sebagai contoh, ada diantara mereka yang dilaporkan merasa takut atau merasa dipersekusi.
"Saya harus melalui sebuah upacara... dan upacara itu adalah mengalami pembakaran," ungkap seorang pasien. "Ada empat pria bersama saya, dan yang siapapun yang berbaring akan mati.... saya melihat seorang pria dibakar, di dalam peti mati yang diberdirikan tegak lurus."
Pasien lainnya mengingat bahwa ia "ditarik ke dalam kolam yang dalam," dan masih orang lain lagi mengatakan "saya diberitahu bahwa saya akan meninggal dan cara yang paling cepat adalah dengan mengatakan kata terakhir yang sempat saya ingat."
Pasien lainnya, bagaimanapun, mengalami sensasi yang bertolak belakang, dengan 22% melaporkan "sebuah perasaan damai atau kenyamanan". Beberapa diantaranya melihat mahluk hidup: "Tetumbuhan, tanpa bunga" atau "Sejumlah singa dan harimau"; sementara lainnya mandi dalam "pancaram cahaya yang sangat terang," atau berkumpul kembali dengan keluarga. Sementara itu, sejumlah orang mengalami perasaan yang kuat akan deja-vu: "Saya merasa saya mengetahui apa yang akan orang lakukan sebelum mereka melakukannya".
Perasaan memuncak, sebuah persepsi yang terpiuhkan dari perjalanan waktu dan suatu perasaan terputuskan hubungan dari tubuh merupakan sensasi-sensasi yang umumnya disampaikan para penyintas.
"Sangat jelas bahwa orang mendapatkan pengalaman tertentu pada saat mereka mati", kata Parnia. Namun bagaimana individu memilih untuk menafsirkan pengalaman-pengalaman itu, tergantung sepenuhnya pada latar belakang dan kepercayaan mereka sebelumnya.
Seseorang dari India bisa jadi kembali dari kematian dan mengatakan mereka melihat Krishna, sementara seseorang dari Midwest AS memiliki pengalaman yang serupa namun yang dilihatnya adalah Yesus.
"Jika ayah di Midwest mengatakan pada anaknya ," Ketika kamu mati, kamu akan bertemu Yesus dan dia akan penuh dengan cinta dan kasih,' tentu saja itulah yang akan dia lihat itu," kata Parnia.
"Dia akan kembali dan mengatakan," Oh ayah, kamu benar, Aku benar-benar melihat Yesus!' Tetapi apakah diantara kita benar-benar mengenali Yesus atau Tuhan? Anda tidak tahu apa Tuhan itu. Saya tidak mengetahui apa itu Tuhan. Selain seorang laki-laki dengan janggut putih, yang hanyalaha sebuah penggambaran.
"Dan semua itu - apa itu ruh, apa itu surga dan neraka - saya tidak mengetahui apa arti semua itu, dan mungkin ada ribuan dan ribuan interpretasi yang berdasar pada di mana Anda lahir dan apa latar belakang Anda," lanjut dia. "Sangat penting untuk beranjak dalam alam ajaran agama ke dalam obyektivitas."
Kasus yang umum
Sejauh ini, tim belum menemukan siapa yang paling dapat mengingat sesuatu dari kematian mereka, dan kurang sekali penjelasan mengapa ada yang mendapatkan pengalaman yang menakutkan sementara lainnya merasakan kegembiraan.Parnia juga mengungkapkan tampaknya lebih banyak orang yang memiliki pengalaman jelang kematian lebih banyak dibandingkan jumlah yang ditemukan dalam penelitian. Bagi banyak orang, ingatan seringkali terhapus oleh kerusakan otak yang hebat akibat serangan jantung, atau oleh obat penenang yang kuat yang diberikan di rumah sakit. Namun kendati orang tidak secara eksplisit mengingat kembali pengalaman mereka seputar kematian, hal itu tetap dapat memberikan dampak terhadap alam bawah sadar mereka.
Parnia berhipotesa bahwa ini mungkin membantu menjelaskan bahwa perbedaan reaksi pasien serangan jantung yang begitu berbeda itu seringkali memperoleh hal ini dalam pemulihan mereka: beberapa menjadi tidak takut dengan kematian dan jadi kurang mementingkan diri sendiri dalam hidup mereka, sementara yang lain mengalami gangguan stres pasca trauma Post-traumatic stress disorder PTSD.
Parnia dan koleganya telah merencanakan untuk melanjutkan penelitian untuk menjawab berbagai pertanyaan tersebut. Mereka juga berharap apa yang mereka lakukan akan membantu memperluas pembahasan tentang kematian yang secara tradisional biasanya saling bertentangan, untuk membebaskannya dari kungkungan pandangan keagamaan maupun pandangan skeptis.
Mereka menganggap, kematian seharusnya diperlakukan sebagai subyek ilmiah seperti hal lainnya. "Mereka yang memiliki pandangan relatif obyektif akan sepakat bahwa ini merupakan sesuatu yang harus diselidiki lebih lanjut," jelas Parnia. "Kami memiliki sarana dan teknologi. Sekarang saat untuk melakukannya.
No comments:
Post a Comment