Penyakit
ini adalah tipe penyakit granulomatosa
pada saraf tepi dan mukosa dari saluran
pernapasan atas; dan lesi pada kulit
adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat
progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata.
Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta
tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah, seperti pada
penyakit tzaraath.
Sejarah
Konon,
kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM, dan telah dikenal oleh peradaban Tiongkok kuna, Mesir kuna, dan India.
Pada 1995, Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan terdapat dua hingga tiga juta
jiwa yang cacat permanen karena kusta. Walaupun pengisolasian atau pemisahan
penderita dengan masyarakat dirasakan kurang perlu dan tidak etis,
beberapa kelompok penderita masih dapat ditemukan di berbagai belahan dunia,
seperti India dan Vietnam.
Pengobatan
yang efektif terhadap penyakit kusta ditemukan pada akir 1940-an dengan diperkenalkannya dapson
dan derivatnya. Bagaimanapun juga, bakteri penyebab lepra secara bertahap
menjadi kebal terhadap dapson dan menjadi kian menyebar. Hal ini terjadi hingga
ditemukannya pengobatan multiobat pada awal 1980-an dan penyakit ini pun mampu ditangani
kembali
.
Ciri-ciri
Lesi
kulit pada paha.
Manifestasi
klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai kulit, saraf, dan membran mukosa. Pasien dengan penyakit ini dapat
dikelompokkan lagi menjadi 'kusta tuberkuloid (Inggris: paucibacillary), kusta
lepromatosa (penyakit Hansen multibasiler), atau kusta multibasiler (borderline
leprosy).
Kusta
multibasiler, dengan tingkat keparahan yang sedang, adalah tipe yang sering
ditemukan. Terdapat lesi kulit yang menyerupai kusta tuberkuloid namun
jumlahnya lebih banyak dan tak beraturan; bagian yang besar dapat mengganggu
seluruh tungkai, dan gangguan saraf tepi dengan kelemahan dan kehilangan rasa
rangsang. Tipe ini tidak stabil dan dapat menjadi seperti kusta lepromatosa
atau kusta tuberkuloid.
Kusta
tuberkuloid ditandai dengan satu atau lebih hipopigmentasi
makula
kulit dan bagian yang tidak berasa (anestetik).
Kusta
lepormatosa dihubungkan dengan lesi, nodul,
plak
kulit simetris, dermis kulit yang menipis, dan perkembangan pada mukosa hidung
yang menyebabkan penyumbatan hidung (kongesti nasal) dan epistaksis (hidung berdarah) namun
pendeteksian terhadap kerusakan saraf sering kali terlambat.
Tidak
sejalan dengan mitos atau kepercayaan yang ada, penyakit ini tidak menyebabkan
pembusukan bagian tubuh. Menurut penelitian yang lama oleh Paul
Brand, disebutkan bahwa ketidakberdayaan merasakan rangsang pada
anggota gerak sering menyebabkan luka atau lesi. Kini, kusta juga dapat
menyebabkan masalah pada penderita AIDS.
Penyebab
Mycobacterium
leprae
adalah penyebab dari kusta.[5] Sebuah bakteri yang tahan
asam M. leprae juga merupakan bakteri aerobik, gram positif, berbentuk batang, dan
dikelilimgi oleh membran sel lilin
yang merupakan ciri dari spesies Mycobacterium. M. leprae belum dapat dikultur pada laboratorium.
Patofisiologi
Mekanisme
penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan
seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Selain manusia, hewan yang dapat tekena kusta
adalah armadilo, simpanse, dan monyet pemakan
kepiting. Terdapat bukti bahwa tidak semua orang yang
terinfeksi oleh kuman M. leprae menderita kusta, dan diduga faktor
genetika juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada
kelompok penyakit kusta di keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa
dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu. Faktor
ketidakcukupan gizi juga diduga merupakan faktor penyebab.
Penyakit
ini sering dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak antara orang
yang terinfeksi dan orang yang sehat. Dalam penelitian terhadap insidensi, tingkat
infeksi untuk kontak lepra lepromatosa beragam dari 6,2 per 1000 per tahun di Cebu,
Philipina hingga 55,8 per 1000 per tahun di India
Selatan.
Dua
pintu keluar dari M. leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit
dan mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa kasus lepromatosa menunjukkan adanya
sejumlah organisme di dermis
kulit. Bagaimanapun masih belum dapat dibuktikan bahwa organisme tersebut dapat
berpindah ke permukaan kulit. Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukanya
bakteri tahan asam di epitel deskuamosa
di kulit, Weddel et al melaporkan bahwa mereka tidak menemukan bakteri
tahan asam di epidermis. Dalam penelitian
terbaru, Job et al menemukan adanya sejumlah M. leprae yang besar
di lapisan keratin superfisial
kulit di penderita kusta lepromatosa. Hal ini membentuk sebuah pendugaan bahwa
organisme tersebut dapat keluar melalui kelenjar keringat.
Pentingnya
mukosa hidung telah dikemukakan oleh Schäffer pada 1898.
Jumlah dari bakteri dari lesi mukosa hidung di kusta lepromatosa, menurut
Shepard, antara 10.000 hingga 10.000.000 bakteri. Pedley melaporkan
bahwa sebagian besar pasien lepromatosa memperlihatkan adanya bakteri di sekret
hidung mereka. Davey dan Rees mengindikasi bahwa sekret
hidung dari pasien lepromatosa dapat memproduksi 10.000.000 organisme per hari.
Pintu
masuk dari M. leprae ke tubuh manusia masih menjadi tanda tanya. Saat
ini diperkirakan bahwa kulit dan saluran pernapasan atas menjadi gerbang dari
masuknya bakteri. Rees dan McDougall telah sukses mencoba penularan kusta
melalui aerosol di mencit yang ditekan sistem
imunnya. Laporan yang berhasil juga dikemukakan dengan pencobaan
pada mencit dengan pemaparan bakteri di lubang pernapasan. Banyak ilmuwan yang mempercayai bahwa
saluran pernapasan adalah rute yang paling dimungkinkan menjadi gerbang
masuknya bakteri, walaupun demikian pendapat mengenai kulit belum dapat
disingkirkan.
Masa
inkubasi pasti dari kusta belum dapat dikemukakan. Beberapa peneliti
berusaha mengukur masa inkubasinya. Masa inkubasi minimum dilaporkan adalah
beberapa minggu, berdasarkan adanya kasus kusta pada bayi muda. Masa inkubasi maksimum dilaporkan
selama 30 tahun. Hal ini dilaporan berdasarkan pengamatan pada veteran perang yang pernah terekspos di
daerah endemik dan kemudian berpindah ke daerah non-endemik. Secara umum, telah
disetujui, bahwa masa inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun.
Pengobatan
Sampai
pengembangan dapson,
rifampin,
dan klofazimin
pada 1940an, tidak ada pengobatan yang efektif untuk kusta. Namun, dapson
hanyalah obat bakterisidal (pembasmi bakteri) yang lemah terhadap M. leprae.
Penggunaan tunggal dapson menyebabkan populasi bakteri menjadi kebal. Pada
1960an, dapson tidak digunakan lagi.
Pencarian
terhadap obat anti kusta yang lebih baik dari dapson, akhirnya menemukan
klofazimin dan rifampisin pada 1960an dan 1970an.
Obat
terapi multiobat kusta.
Kemudian,
Shantaram Yawalkar dan rekannya merumuskan terapi kombinasi dengan rifampisin
dan dapson, untuk mengakali kekebalan bakteri. Terapi multiobat dan kombinasi tiga
obat di atas pertama kali direkomendasi oleh Panitia Ahli WHO pada 1981.
Cara ini menjadi standar pengobatan multiobat. Tiga obat ini tidak digunakan
sebagai obat tunggal untuk mencegah kekebalan atau resistensi bakteri.
Terapi
di atas lumayan mahal, maka dari itu cukup sulit untuk masuk ke negara yang
endemik. Pada 1985, kusta masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di 122 negara. Pada Pertemuan Kesehatan Dunia (WHA) ke-44 di Jenewa, 1991, menelurkan sebuah
resolusi untuk menghapus kusta sebagai masalah kesehatan masyarakat pada tahun 2000,
dan berusaha untuk ditekan menjadi 1 kasus per 100.000. WHO diberikan mandat
untuk mengembangkan strategi penghapusan kusta.
Kelompok
Kerja WHO melaporkan Kemoterapi Kusta pada 1993
dan merekomendasikan dua tipe terapi multiobat standar. Yang pertama
adalah pengobatan selama 24 bulan untuk kusta lepromatosa dengan rifampisin,
klofazimin, dan dapson. Yang kedua adalah pengobatan 6 bulan untuk kusta
tuberkuloid dengan rifampisin dan dapson.
Sejak
1995,
WHO memberikan paket obat terapoi kusta secara gratis pada negara endemik,
melalui Kementrian Kesehatan. Strategi ini akan bejalan hingga akhir 2010.
Pengobatan
multiobat masih efektif dan pasien tidak lagi terinfeksi pada pemakaian bulan
pertama. Cara ini aman dan mudah. jangka waktu pemakaian telah
tercantum pada kemasan obat.
Epidemiologi
Distribusi
penyakit kusta dunia pada 2003.
Di
seluruh dunia, dua hingga tiga juta orang diperkirakan menderita kusta. India
adalah negara dengan jumlah penderita terbesar, diikuti oleh Brasil dan Myanmar.
Pada
1999,
insidensi penyakit kusta di dunia diperkirakan 640.000, pada 2000,
738.284 kasus ditemukan. Pada 1999, 108 kasus terjadi di
Amerika Serikat. Pada 2000, WHO membuat
daftar 91 negara yang endemik kusta. 70% kasus dunia terdapat di India,
Myanmar, dan Nepal.
Pada 2002, 763.917 kasus ditemukan di seluruh
dunia, dan menurut WHO pada tahun itu, 90% kasus kusta dunia terdapat di Brasil, Madagaskar, Mozambik, Tanzania dan Nepal.
Kelompok berisiko
Kelompok
yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal di daerah endemik dengan
kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak
bersih, asupan gizi yang buruk, dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV
yang dapat menekan sistem imun. Pria memiliki tingkat terkena kusta dua kali
lebih tinggi dari wanita.
Situasi global
Tabel
1:
Prevalensi pada awal 2006, dan tren penemuan kasus baru pada 2001-2005, tidak
termasuk di Eropa
|
||||||
Daerah
|
Prevalensi terdaftar
(rate/10,000 pop.)
|
Kasus baru yang ditemukan pada tahun
|
||||
Awal 2006
|
2001
|
2002
|
2003
|
2004
|
2005
|
|
40.830
(0.56)
|
39.612
|
48.248
|
47.006
|
46.918
|
42.814
|
|
32.904
(0.39)
|
42.830
|
39.939
|
52.435
|
52.662
|
41.780
|
|
133.422
(0.81)
|
668.658
|
520.632
|
405.147
|
298.603
|
201.635
|
|
Mediterania
Timur
|
4.024
(0.09)
|
4.758
|
4.665
|
3.940
|
3.392
|
3.133
|
8.646
(0.05)
|
7.404
|
7.154
|
6.190
|
6.216
|
7.137
|
|
Total
|
219.826
|
763.262
|
620.638
|
514.718
|
407.791
|
296.499
|
Tabel
2:
Prevalensi dan Penemuan
|
||||||
Negara
|
Prevalensi terdaftar
(rate/10,000 pop.)
|
(rate/100,000 pop.)
|
||||
Awal 2004
|
Awal 2005
|
Awal 2006
|
Selama 2003
|
Selama 2004
|
Selama 2005
|
|
79.908
(4.6)
|
30.693
(1.7)
|
27.313
(1.5)
|
49.206
(28.6)
|
49.384
(26.9)
|
38.410
(20.6)
|
|
6.891
(1.3)
|
10.530
(1.9)
|
9.785
(1.7)
|
7.165
(13.5)
|
11.781
(21.1)
|
10.737
(18.7)
|
|
5.514
(3.4)
|
4.610
(2.5)
|
2.094
(1.1)
|
5.104
(31.1)
|
3.710
(20.5)
|
2.709
(14.6)
|
|
6.810
(3.4)
|
4.692
(2.4)
|
4.889
(2.5)
|
5.907
(29.4)
|
4.266
(22.0)
|
5.371
(27.1)
|
|
7.549
(3.1)
|
4.699
(1.8)
|
4.921
(1.8)
|
8.046
(32.9)
|
6.958
(26.2)
|
6.150
(22.7)
|
|
5.420
(1.6)
|
4.777
(1.3)
|
4.190
(1.1)
|
5.279
(15.4)
|
5.190
(13.8)
|
4.237
(11.1)
|
|
Total
|
112.092
|
60.001
|
53.192
|
80.707
|
81.289
|
67.614
|
Sebagaimana
yang dlaporkan oleh WHO pada 115 negara dan teritori pada 2006
dan diterbitkan di Weekly Epidemiological Record, prevalensi terdaftar
kusta pada awal tahun 2006 adalah 219.826 kasus. ] Penemuan kasus baru pada tahun
sebelumnya adlaah 296.499 kasus. Alasan jumlah penemuan tahunan lebih tinggi
dari prevalensi akhir tahun dijelaskan dengan adanya fakta bahwa proporsi kasus
baru yang terapinya selesai pada tahun yang sama sehingga tidak lagi dimasukkan
ke prevalensi terdaftar. Penemuan secara globa terhadap kasus baru menunjukkan
penurunan.
Tabel
1
menunjukkan penemuan kasus secara global menurun sejak 2001.
Tabel 2 menunjukkan situasi kusta pada enam negara utama.
No comments:
Post a Comment