Friday 24 January 2014

Pelecehan Seks Mengintai Penumpang Wanita di TransJakarta

http://i.poskota.co.id/uploads/2010/06/busway.jpg 
YF, seorang karyawati, belum bisa melupakan peristiwa kelam yang dialaminya di Halte TransJakarta Harmoni, Jakarta Pusat, pada Selasa lalu. Dia trauma setelah dicabuli empat oknum petugas TransJakarta yang berdalih menolongnya, saat pingsan di bus.
Kejadian nahas itu berawal saat ia menumpang bus Koridor II jurusan Pulogadung-Harmoni. Petang itu, dia naik dari depan RS Islam Cempaka Putih. Tak berapa lama, ia merasakan sesak nafas, asmanya kambuh. Wanita 29 tahun itu pingsan.
Sejumlah penumpang dan petugas berusaha menolong, hingga akhirnya wanita berkulit sawo matang itu siuman.

Khawatir penyakitnya kumat, warga Sumur Batu, Kemayoran itu diminta tidak melanjutkan perjalanan. Dalam keadaan lemas, YF yang mengenakan kaus dan celana pendek itu diturunkan petugas di Halte Harmoni. Di sana, ia langsung ditangani petugas keamanan TransJakarta, EKL. YF lalu dibawanya ke dalam ruang genset untuk mendapatkan perawatan.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Pusat Ajun Komisaris Besar, Tatan Dirsan Atmaja, mengatakan, petugas keamanan tadi itu mengaku bisa menyembuhkan penyakit YF. Sebab, ia meyakinkan korban dengan sesumbar memiliki ilmu hitam. "Kemudian EKL meraba tubuh pelapor yang lemas habis pingsan," kata Tatan kepada VIVAnews, Kamis 23 Januari 2014.   

Tak berapa lama datang tiga petugas lainnya, MK, DLS, dan ILA. Dia ruang berukuran 3x6 meter itulah mereka melakukan aksi bejatnya. Empat petugas tersebut mencabuli korban secara bergantian.
"Meraba tubuh pelapor. MK dan DLS meraba-raba bagian dada, yang diawali dengan memijat. Sedangkan ILA mengeluarkan kemaluannya," ujar Tatan.
YF berusaha melawan, tetapi dia tak memiliki daya. Lalu, berteriak histeris hingga terdengar hingga keluar.

Polisi yang sedang bertugas di sekitar lokasi kejadian langsung mencari sumber suara tersebut. Polisi mendapati korban dan empat petugas di ruangan yang berada di dekat loket masuk itu. Dua petugas berhasil diamankan. Sedangkan dua lainnya melarikan diri ke rumah kontrakannya. Namun, keduanya berhasil ditangkap di tempat persembunyiannya di kawasan Jakarta Timur.    

Saat ini, empat petugas itu, DLS, ILA alias Ipank, MK alias Aki, dan EKL masih menjalani pemeriksaan intensif di Polres Jakarta Pusat. Polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti dari lokasi, yakni satu buah kaus warna merah hati milik korban dengan noda sperma, serta satu aroma terapi.

Pecat
Sementara itu, pengelola TransJakarta belum dapat melakukan tindakan apapun terhadap para petugas itu. Kepala Unit Pelaksana TransJakarta, Pargaulan Butar Butar, mengungkapkan bahwa mereka sudah dipanggil oleh manajer untuk dimintai keterangan. Namun, keempatnya membantah berbuat seperti yang dilaporkan korban.

"Empat orangnya belum mengaku, jadi nanti tunggu saja penyidikan polisi," kata Butar Butar.
Mereka, kata dia, berdalih hanya membantu penumpang yang sakit. "Pingsan dan muntah-muntah. Lalu diurut-urut dan diberi teh manis oleh petugas."

Empat petugas tersebut berstatus pegawai kontrak, dan pengelola baru saja memperpanjangnya. Kini UP TransJakarta masih menunggu hasil pemeriksaan polisi untuk menentukan langkah yang akan diambil terhadap petugas-petugas itu. "Kami tidak mau TransJakarta jelek. Kalau terbukti langsung kami pecat," ucapnya.

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo juga meminta petugas yang ketahuan berkelakuan bejat ditindak tegas. Dia sangat menyayangkan, karena seharusnya petugas itu memberikan pelayanan yang baik kepada penumpang.

Beraksi saat bus penuh
Kejadian di halte Harmoni itu bukan kali pertama dialami penumpang TransJakarta. Sudah banyak penumpang wanita yang menjadi korban pelecehan seks di angkutan umum andalan Ibu Kota Jakarta itu.
Tak hanya oknum petugas, kaum hawa pun kerap menjadi sasaran lelaki hidung belang saat bus penuh sesak. Mulai dari gesek-gesek kemaluan hingga pamer alat vital. Ada juga pria yang nekat meremas bagian tubuh penumpang wanita.

Menurut catatan, setidaknya ada dua insiden yang menjadi perhatian publik di tahun lalu. Peristiwa itu ramai diperbincangan, setelah pelakunya tertangkap basah.
Pelaku, Hadi Suhanda (30), beraksi di TransJakarta Koridor IX, jurusan Pluit-Pinang Ranti pada 30 Agustus 2013. Tak kuasa menahan syahwat, dua wanita muda jadi korbannya, OI (19) dan N (20).
Hadi menggesek-gesekkan kemaluannya ke bokong korban. Dia bahkan sempat membuka resleting celana dan mengeluarkan kemaluannya di belakang N. Dan N pun berteriak hingga Hadi nyaris diamuk penumpang lain.

Masih di koridor yang sama, pelecehan seksual juga dialam karyawati swasta, M (32) pada 29 Juli 2013. M kaget bukan kepalang, karena dari belakang dia merasakan digesek-gesek oleh seorang pria bernama Johari (18).
Johari bahkan mencapai klimaks. Itu diketahui, karena M mendapati bagian belakang tubuhnya yang basah terkena cairan yang diduga sperma. Johari langsung diamankan. Dia diturunkan di Halte Pancoran, lalu dibawa ke Polsek Pancoran untuk diproses.
Jokowi memang mengaku sulitnya mengatasi masalah pelecehan seksual di TransJakarta. Menurutnya, kasus seperti itu akan terus terjadi selama kondisi bus masih penuh sesak. Salah satu solusinya adalah menambah armada baru. "Kalau busnya belum cukup, masih desak-desakan, ya memang masih sulit. Kami ngomong apa adanya saja," ujar mantan Wali Kota Solo itu.

Dia menganggap, keamanan di dalam bus sudah cukup baik dengan ditempatkannya satgas. Apalagi, pintu masuk bus dikendalikan oleh sopir, sehingga penumpang tidak bisa membuka-tutup pintu seenaknya. "Ya, memang banyak hal itu juga karena ada yang sakit." Karena itu, kata dia, jika ada tindak kriminal di dalam bus maka itu menjadi urusan polisi.

Untuk mencegah pelecehan, penumpang wanita diminta ikut berperan aktif dengan berani bertindak tegas. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Rikwanto meminta penumpang wanita tidak segan-segan memarahi pria yang memperlihatkan gelagat tidak baik.
Selain itu, pelaku juga harus dibuat jera dengan hukuman sosial. Kata Rikwanto, masyarakat harus peduli pada korban dan menangkap pelaku. Meski demikian, polisi tidak bisa seenaknya menghukum pelaku. Semua harus dibuktikan, salah satunya lewat keterangan saksi.

Polisi mengimbau warga tidak naik angkutan umum sendirian. "Kemudian berpakaian yang pantas di muka umum. Hindari pakaian yang mengundang orang lain untuk melakukan tindak kejahatan, terutama asusila," kata Rikwanto.

SAKSI SAKSI PARPOL DI TPS PADA PEMILU 2014 DI BIAYAI OLEH NEGARA?

http://media.viva.co.id/thumbs2/2013/01/22/189158_penghitungan-suara-di-pilkada_663_382.jpgPemilihan umum 2014 tinggal hitungan bulan. Namun masih ada beberapa kendala teknis terkait pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan itu.

Salah satunya adalah bagaimana membiayai para saksi di tempat-tempat pemungutan suara (TPS). Pada pemilu-pemilu sebelumnya mereka dibiayai oleh para partai politik, sehingga menimbulkan pro dan kontra karena hanya "partai-partai kaya" yang mampu membiayai para saksi di banyak tempat.

Persoalan ini sebenarnya telah dicari solusinya oleh Badan Pengawas Pemilu. Demi azas keadilan dan obyektivitas, Bawaslu mengusulkan agar para saksi di TPS ini dibiayai oleh negara.

Usul itu mendapat sambutan positif dari pemerintah. Kementerian Keuangan telah setuju dan sudah siapkan Rp700 miliar untuk ongkos para saksi, yang akan masuk sebagai salah satu mata anggaran untuk Bawaslu. 

Namun, solusi itu masih mengundang polemik. Kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) menilai alokasi anggaran baru tersebut perampokan uang rakyat, sementara kalangan partai politik masih belum solid. Ada yang mendukung, namun ada yang memperingatkan bahwa pembiayaan untuk para saksi itu akan jadi prahara di kemudian hari.

Partai Persatuan Pembangunan mendukung wacana Badan Pengawas Pemilu yang mengusulkan negara membiayai saksi dalam Pemilu 2014. Menurut Sekretaris Jenderal PPP M  Romahurmuziy, Kamis 23 Januari 2014, jika saksi dibiayai oleh negara maka pertanda Pemilu makin baik.

"Ini bertanda Pemilu semakin jujur dan adil, serta mempersempit ruang penyalahgunaan suara parpol yang lemah dari sisi pembiayaan saksi di TPS," kata Romi, Romahurmuziy, di Jakarta. 

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Moh Mahfud MD setuju wacana negara membiayai saksi dalam Pemilu 2014. Bahkan Mahfud menuturkan, dia sudah lama berpikir mengenai hal itu.

Mahfud tidak khawatir akan terjadi penyelewengan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Sebab, partai yang akan mengajukan saksinya. Kemudian, negara tinggal membayar. 

Anggota Komisi Pemilihan Umum Ferry Kurnia Rizkiyansyah, menyambut baik kebijakan pembiayaan saksi oleh negara itu. Dengan begitu, Ferry yakin kualitas pemilu akan semakin meningkat.

"Seluruh TPS ada saksinya itu top. Proses pemilunya bagus. Soal dibayar dia harus dibayar itu mekanisme lain, pintunya lewat Bawaslu. Dalam konteks menghasilkan pemilu yang lebih baik, objektif, tidak ada kecurangan bagus," kata Ferry.

Peran Bawaslu

Pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk membiayai saksi partai politik yang bertugas mengawasi jalannya pemungutan suara pada pemilihan umum 2014. Pos anggaran itu dititipkan kepada Badan Pengawasan Pemilu untuk membagikannya kepada parpol.

"Bukan Bawaslu yang membiayai tapi negara. Bawaslu hanya dititipi untuk mendistribusikan," kata Ketua Bawaslu Muhammad.

Muhammad mengatakan, anggaran yang akan digunakan tersebut di luar dari jatah operasional Bawaslu. Muhammad merinci, setiap saksi akan diberikan Rp100 ribu tanpa potongan. 

"Di setiap TPS, terdapat 12 orang untuk setiap partai politik. Negara mengeluarkan Rp1,2 juta setiap TPS, dikali sekian ratus ribu TPS seluruh Indonesia," katanya.

Dia menjanjikan, Bawaslu akan menjalankan tugas negara tersebut secara terbuka dan penuh tanggung jawab. Untuk itu, BPK dan juga PPATK diminta turut memantau kinerja mereka. "Ada BPK, PPATK. Jadi pertanggungjawaban jelas," katanya.

Banjir Kecaman

Koalisi Masyarakat Sipil Pemerhati Pemilu kritik kebijakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) membiayai saksi pemungutan suara dari partai politik di tiap-tiap tempat pemungutan suara. Anggarannya tak tanggung-tanggung, sebesar Rp700 miliar untuk honor saksi partai politik di TPS.

"Gagasan ini merupakan perampokan uang rakyat," kata Peneliti KIPP, Jojo Rohi, di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu 22 Januari 2014.

Sementara itu, Direktur Perludem, Very Junaidi menilai, kebijakan Bawaslu ini disinyalir sebagai bentuk perselingkuhan partai politik dengan negara. Di mana beban yang selama ini harusnya ditanggung partai politik, malah dibebankan ke negara seutuhnya.

"Saksi ini kan alat partai politik. Kenapa harus dibiayai negara?" ujar Very.

Ia mendorong Bawaslu agar mengevaluasi kebijakan itu. Bahkan kata dia, sebaiknya dana sebesar itu bisa digunakan untuk meningkatkan pengawasan pemilu di lapangan dan percepatan penilaian pemilu. "Biar masyarakat tahu pemilu tahun ini bagaimana kualitasnya, bagaimana pelaksanaanya. Bukan dengan membiayai saksi parpol," katanya.

“Bom waktu”

Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo mengkhawatirkan alokasi duit negara untuk saksi partai politik itu justru meninggalkan bom waktu pidana korupsi di kemudian hari.

Kekhawatiran utamanya adalah akan ada banyak indikasi struktur Partai yang akan bermasalah dan terkena tuduhan korupsi dana saksi yang sumbernya dari keuangan negara. Menurutnya, partai lebih baik partai membiayai saksinya masing-masing daripada terjerat penyalahgunaan keuangan negara.

"Hal ini harus matang jadi pertimbangan Parpol-parpol," kata anggota Komisi I DPR itu.

Menurut dia, kalau hal itu tidak clear sejak awal maka akan menjadi bom waktu bagi seluruh partai politik. Sebab, tidak mungkin seluruh partai politik akan mampu mengawasi penggunaannya sampai di tingkat TPS. Kecuali, semua parpol siap sampai pengawasan di struktur tingkat desa/kelurahan.

"Sementara, tanggung jawab pemakaian dana tersebut berada pada pucuk pimpinan partai."

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Keuangan telah menyetujui anggaran pengawasan pemilihan legislatif kepada Badan Pengawas Pemilu Rp1,5 triliun. Dari jumlah itu, Rp800 miliar untuk pembiayaan pengawasan pemilu. Adapun Rp700 miliar untuk pembiayaan saksi partai politik pada saat hari pemungutan suara