Wednesday 15 October 2014

Perketat Bandara untuk Cegah Ebola, Efektifkah?

Penumpang melalui pemeriksaan keamanan di bandara JFk New York.Bandara Heathrow di London mulai menerapkan pemeriksaan ketat, Selasa 14 Oktober 2014, dalam upaya mencegah masuknya ebola ke Inggris. Langkah itu diambil pemerintah Inggris setelah sebelumnya Amerika Serikat (AS) melakukan hal serupa pekan lalu.

Pada Rabu 8 Oktober lalu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular AS (CDC) mengumumkan pemeriksaan ketat di lima bandara terbesar dan tersibuk, antara lain di New York, Atlanta, Chicago, Newark, dan Dulles.

Jajak pendapat yang dilakukan NBC memperlihatkan 51 persen warga AS khawatir dengan pandemi ebola di negaranya. Sementara 58 persen warga AS mendukung adanya larangan perjalanan dan penerbangan dari dan ke Guinea, Liberia, dan Sierra Leone.

Ketiga negara di Afrika Barat itu saat ini mengalami wabah ebola terburuk dengan lebih dari 4.000 orang telah dilaporkan meninggal. Pejabat militer AS Jenderal John F Kaelly mengatakan sulit untuk membuat ebola tetap di Afrika Barat dan tidak menyebar ke kawasan lin.

Jika ebola telah menular ke negara-negara Amerika Tengah, kata Kelly, maka akan ada imigrasi dalam jumlah besar dari Honduras atau El Salavador ke wilayah AS. "Mereka akan berusaha menghindari ebola atau jika mereka terinfeksi, maka mereka akan berusaha mendapatkan perawatan di AS," katanya.

Saat ini pembicaraan tentang Ebola telah menyebar luas di AS, mulai dari obrolan di warung kopi hingga acara di televisi. Muncul pertanyaan sejauh mana efektivitas pengetatan pemeriksaan di Bandara untuk mencegah penyebaran ebola.

Ebola Masuk AS dan Eropa

Seorang turis asal Liberia, Thomas Eric Duncan, menjadi pasien pertama yang didiagnosa terinfeksi ebola pada akhir September lalu. Itu sekaligus membuktikan kekhawatiran pejabat kesehatan dan legislator AS sebelumnya, tentang kemungkinan pasien terinfeksi ebola akan tiba di AS tanpa terdeteksi.

Ebola memiliki masa inkubasi yang panjang hingga 21 hari, artinya orang-orang yang tertular bisa saja tidak menyadari dia terinfeksi hingga tubuhnya menunjukkan gejala. Artinya, seorang turis yang terpapar ebola di Afrika Barat, mungkin baru diketahui terinfeksi setelah berada di negara lain.

Seperti pada kasus Duncan yang terpapar setelah membantu seorang perempuan hamil yang kemudian meninggal karena Ebola di Liberia, hanya beberapa hari sebelum melakukan perjalanan ke Texas melalui Brussel dan Washington. Dia baru memperlihatkan gejala terinfeksi saat berada di AS.

Direktur CDC Thomas Frieden, mengatakan Duncan melakukan pemeriksaan kesehatan enam hari setelah tiba di Texas, pada 20 September, namun baru dirawat di ruang isolasi dua hari kemudian. Duncan sebelumnya disuruh pulang hanya dengan antibiotik walau mengatakan dia berasal dari Liberia.

Insiden salah diagnosa itu turut menjadi perdebatan serius tentang kesiapan AS menangani ebola. Apalagi setelah seorang perawat Rumah Sakit Presbyterian Texas, Nina Pham yang merawat Duncan positif dinyatakan tertular.

Pada 6 Oktober, seorang perawat di Spanyol dilaporkan orang pertama yang terinfeksi ebola di luar Afrika. Perawat itu terinfeksi, setelah merawat dua pastor yang terinfeksi ebola di Afrika dan dirawat di Spanyol.

Ahli virus Benjamin Neuman dari Universitas Reading, mengatakan pekerja kesehatan tetap menghadapi resiko dalam merawat pasien ebola, sekali pun telah menggunakan pelindung yang lengkap.

"Perawat menghadapi masalah, karena pasien mengeluarkan cairan melalui kotoran dan muntah. Cairan tubuh itu dapat mengandung jutaan virus Ebola dan hanya butuh satu untuk membuat orang lain tertular," kata Neuman.

Pemeriksaan Di Bandara

Pemeriksaan akan difokuskan pada mereka yang melakukan perjalanan dari negara endemik ebola di Afrika Barat yaitu Guinea, Liberia, dan Sierra Leone. Pemeriksaan dipusatkan di lima bandara yang menjadi pintu masuk kedatangan 94 persen turis asal Afrika Barat.

Para turis asal Afrika Barat itu akan mendapat perlakukan khusus termasuk pemeriksaan temperatur, serta menjawab pertanyaan apakah mereka telah melakukan kontak dengan orang yang terinfeksi ebola.

Wakil Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Alejandro Mayorkas, mengatakan bahwa AS memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi seluruh jadwal perjalanan setiap orang yang tiba di AS.

Frieden mengakui langkah itu bukan solusi yang mujarab. Pakar kesehatan mengatakan para petugas kesehatan mungkin akan menemukan beberapa orang yang mengalami demam tapi hasil pemeriksaan tidak membuktikan adanya virus ebola.

Seseorang masih dapat masuk membawa virus ke dalam wilayah AS tanpa tanda atau gejala terinfeksi sama sekali, karena ada waktu antara dua hingga 21 hari sejak seseorang terpapar hingga jatuh sakit.

Frieden mengatakan sejauh ini ada sekitar 74 penumpang yang diperiksa karena mengalami demam dan tiga lainnya dengan gejala lain yang dicurigai ebola. Tapi belum ada yang positif didiagnosa terinfeksi ebola, melainkan malaria yang juga penyakit endemik di Afrika tapi tidak ditularkan langsung antar manusia.

Menteri Kesehatan Inggris Jeremy Hunt mengatakan pemeriksaan ebola akan dimulai di Bandara Heathrow, Selasa, kemudian juga di stasiun kereta Gatwick dan Euro Star pada pekan depan. Hunt mengatakan resiko masuknya ebola ke Inggris rendah, namun bisa ditemukan beberapa kasus.

Pada September, tercatat sekitar 1.000 orang tiba di Inggris dari negara-negara endemik ebola. Hunt mengakui sangat sulit untuk memprediksi akan ada berapa banyak kasus, tapi dia yakin jumlahnya tidak akan begitu besar hingga tiga bulan mendatang.

Departemen Kesehatan Inggris memperkirakan 85 persen pendatang dari Afrika Barat akan tiba di Inggris melalui Heathrow. Petugas perbatasan akan mengidentifikasi penumpang untuk diperiksa. Petugas dari departemen kesehatan yang akan melakukan pemeriksaan.

Sampel darah akan diambil dari penumpang yang dicurigai beresiko tinggi melakukan kontak dengan pasien ebola. Mereka yang positif akan dibawa ke rumah sakit. Namun mereka yang beresiko tapi tidak menunjukkan gejala terinfeksi, akan dihubungi oleh departemen kesehatan Inggris setiap hari.

Pemerintah Inggris sebelumnya telah menolak penerapan pemeriksaan ketat pekan lalu, tapi perubahan kebijakan terjadi dengan cepat. Hunt mengatakan sikap pemerintah berubah dan Inggris kini bersiap menghadapi situasi yang memburuk di Afrika Barat.

Efektivitas

Pakar kesehatan Inggris David Heymann mengatakan pemeriksaan ketat di bandara tidak akan menghentikan penyebaran ebola. Dia merujuk pada kasus Duncan yang dapat lolos masuk ke AS setelah terpapar ebola di Liberia.

Pejabat kesehatan AS juga mengakui bahwa prosedur pemeriksaan baru yang diterapkan di bandara tidak akan dapat menjaring penumpang yang terpapar ebola, jika penumpang itu berusaha menghindari karantina.

Terutama para penderita ebola asal Afrika Barat yang berusaha mendapatkan perawatan di AS. Seperti Duncan, mereka bisa berbohong dengan mengatakan tidak pernah melakukan kontak dengan penderita ebola.

Ada waktu hingga 21 hari hingga mereka akhirnya jatuh sakit. Dengan begitu mereka baru akan didiagnosa positif terinfeksi ebola saat telah berada di AS dan akan memperoleh perawatan medis di AS.

Fakta saat ini adalah satu kasus ebola di AS telah memicu kekhawatiran yang demikian besar. Selain pemeriksaan ketat di bandara, anggota parlemen AS pun telah menyerukan larangan penerbangan dari Afrika Barat.

Walau larangan penerbangan tidak disetujui, tapi hal itu mengindikasikan bagaimana ebola dapat memicu kepanikan. Pada Jumat 10 Oktober, sebuah pesawat di karantina di bandara McCarran Las Vegas karena seorang penumpang dilaporkan mengalami demam.

Penumpang itu akhirnya dipastikan tidak terinfeksi ebola setelah pemeriksaan. Saham sejumlah maskapai penerbangan dilaporkan turun seiring meningkatnya kekhawatiran atas penyebaran ebola.

Sebelumnya seorang penumpang pesawat dilaporkan berbohong bahwa dia terinfeksi ebola, yang membuat gempar seisi pesawat dalam penerbangan dari Philadelphia ke Macedonia, Rabu 8 Oktober.

Insiden itu mendorong kekhawatiran para pekerja medis akan keterbatasan sumber daya, baik peralatan maupun pengetahuan tentang cara penanganan Ebola. "Hasilnya akan lebih buruk dari kenyataan," kata Peter Taillac, pakar pengobatan dari Universitas Utah.

Taillac memperingatkan jika kekhawatiran akan Ebola dapat menyebabkan kepanikan, membuat situasi dapat menjadi sangat tidak terkendali. Pemeriksaan di bandara dengan pengambilan sampel darah mungkin cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat virus dalam tubuh seseorang.

Namun para pakar kesehatan tetap berpendapat bahwa pemeriksaan ketat bukan solusi terbaik, karena yang harus menjadi fokus adalah menghentikan penyebaran virus dari sumbernya yaitu negara-negara endemik ebola di Afrika Barat.

Pemeriksaan di bandara atau langkah lain yang dilakukan suatu negara untuk mencegah masuknya virus, dinilai hanya solusi sesaat untuk menghindari terjadinya kepanikan warga di negara itu. Sayangnya perhatian terhadap ebola saat ini disebut masih sangat kurang.

Presiden AS Barack Obama telah menyerukan agar lebih banyak negara mau berpartisipasi dalam penanganan ebola di Afrika Barat.

Prosedur penanganan


Sebagian ahli mengatakan kasus ebola di Dallas, Texas, tidak berhasil memperlihatkan ketangguhan sistem kesehatan AS dengan terinfeksinya Nina Pham. Frieden menuding rumah sakit melakukan kesalahan prosedur.

Pengelola rumah sakit mengatakan Nina telah mengenakan baju pelindung, sarung tangan, masker, dan peralatan lain yang diwajibkan sesuai prosedur saat merawat pasien. Tertularnya perawat itu mendorong pertanyaan bagaimana perawat itu dapat terpapar virus.

Pakar kesehatan AS mengecam pernyataan Frieden yang menuding rumah sakit di Dallas salah menjalankan prosedur dalam kasus penularan ebola. Pekerja kesehatan seharusnya mendapat pelatihan untuk memastikan mereka tahu bagaimana menggunakannya secara benar.

Tidak diketahui apakah rumah sakit Texas yang merawat Duncan telah mempersiapkan para pekerjanya dengan pelatihan, tapi sebuah jajak pendapat nasional pada para perawat di AS mengungkap bahwa hanya sedikit sekali perawat yang sudah diberikan pelatihan.

Pernyataan CDC bahwa setiap rumah sakit di AS harus siap merawat pasien ebola turut dipertanyakan. Mengingat dibutuhkannya pelatihan khusus untuk melakukan penanganan secara aman, sulit berharap kesiapan dari semua rumah sakit.

Oleh karena itu dinilai jika sebaiknya otoritas kesehatan AS mempersiapkan sebuah rumah sakit di tiap wilayah, dilengkapi dengan peralatan yang memadai dan petugas kesehatan terlatih.

"Anda tidak dapat mencari kambing hitam untuk disalahkan saat terjadi wabah. Kita melihat sistem yang gagal dan itu yang harus kita perbaiki," kata Bonnie Castillo, seorang perawat yang juga pakar penanganan bencana dari Persatuan Perawat Nasional AS.

Menurut Castillo, bagaimana informasi penanganan ebola dikomunikasikan pada para pekerja medis di garis depan sangat bervariasi. Pada banyak kasus, rumah sakit hanya menempelkan pedoman penanganan Ebola di papan pengumuman.

"Bukan itu cara Anda melatih dan berlatih untuk menjadi ahli," ujar Castillo. Pakar kesehatan publik Gavin Macgregor juga menyatakan tidak setuju pada tudingan pelanggaran prosedur yang dituduhkan CDC pada rumah sakit.

Macgregor yang membantu pemerintah Nigeria melatih pekerja kesehatan, mengatakan AS belum memiliki program pelatihan nasional penanganan ebola bagi para pekerja medis. Belum ada ahli-ahli di rumah sakit yang benar-benar pernah bekerja menangani ebola.
Persiapan Indonesia

Wakil Menteri Kesehatan Indonesia Ali Gufron, Selasa 14 Oktober, mengatakan potensi masuknya ebola ke Indonesia ada walaupun kecil. "Bagaimana pun kita tidak bisa tertutup pada mobilitas orang dari dan keluar negeri. Sehingga potensi ada walau tidak adapenerbangan langsung dari Afrika Barat," katanya.

Dikatakan Ali, Kementerian Kesehatan sudah siap dengan langkah-langkah antisipasi seperti pemindai suhu tubuh di bandara. Petugas telah mendapat pelatihan tata kelola penanganan penyakit menular termasuk dengan simulasi. Juga rumah sakit rujukan nasional untuk kasus-kasus resiko tinggi.