Wednesday 28 November 2012

Menghina Gus Dur, Bhatoegana "Tersandung Batu" Jika Bhatoegana tak minta maaf, NU tak akan memilih Demokrat di 2014

Ratusan anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama (NU) menggeruduk kantor DPP Partai Demokrat, Kramat Raya, Jakarta, Selasa 27 November 2012. Dalam aksi itu, massa menuntut Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono memecat politikus Demokrat Sutan Bhatoegana karena telah menghina mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

"Kami menuntut DPP Demokrat memberikan sanksi dan memecat Sutan Bhatoegana dari jabatan apapun di Partai Demokrat termasuk di DPR. Sutan telah menghina dan memfitnah Gus Dur terlibat korupsi," kata Ketua Banser NU DKI Jakarta, Saiful, dalam orasinya, Selasa, 27 November 2012.

Jika Partai Demokrat tidak mengindahkan tuntutan itu, kader NU mengancam akan menggelar aksi yang lebih besar di kediaman Sutan Bhatoegana. "Ini adalah penghinaan terbesar kepada NU. Padahal Kejaksaan Agung telah menyatakan bahwa Gus Dur bersih dari indikasi korupsi," kata Saiful.

Saiful benar. Isu korupsi terkait Badan Urusan Logistik (Bulog) yang menerpa Gus Dur di masa kepresidenannya tak pernah terbukti. Kejaksaan Agung bahkan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Gus Dur dianggap bersih atau tidak bersalah hingga akhir hayatnya.

Dipantik di diskusi

Bukan sekali atau dua kali Sutan tersandung pernyataannya. Namun "batu sandungan" Sutan Bhatoegana kali ini terjadi dalam sebuah diskusi mengenai BP Migas di Gedung DPD pada Jumat 23 November 2012 lalu. Dalam diskusi itu, politikus asal Sumatera Utara itu beradu pendapat dengan Adhie Massardi, juru bicara Gus Dur saat jadi Presiden.

Bhatoegana menegaskan dia tidak bermaksud melecehkan Gus Dur. “Tidak ada niat itu. Tak ada sama sekali. Itu saya bantah. Bisa dilihat di rekaman dialog hari Rabu pekan lalu. Tidak ada sama sekali penghinaan,” kata dia di gedung DPR RI, Jakarta, Selasa 27 November 2012.

Dialog yang dimaksud Bhatoegana terjadi di suatu forum diskusi di DPR. Saat itu, menurutnya, Koordinator Gerakan Indonesia Bersih Adhie Massardi mendiskreditkan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seolah-olah telah melindungi koruptor dan mafia minyak dan gas.

Tak terima presidennya dituduh demikian, Bhatoegana berang. “Tuduhan itu menyakitkan dan sadis. Saya membantahnya. Saya bilang, 'Anda dari Gerakan Indonesia Bersih mestinya berhati bersih. Kalau mau mendukung pemerintah bersih, saya dukung seratus persen. Tapi, bukan dengan cara menuduh-nuduh seperti ini,’” kata Bhatoegana mengulangi ucapannya Rabu pekan lalu itu.

Bhatoegana mengatakan BP Migas adalah produk pemerintahan yang lalu. Ia lantas menyatakan pemerintahan yang lalu juga banyak melakukan kesalahan. “Beliau (Adi) katakan Gus Dur bersih. Maka saya bilang, ‘Kalau begitu kenapa dia (Gus Dur) diturunkan di tengah jalan?’ Itu saja yang saya bilang,” kata Bhatoegana.

Namun Adhie Massardi dan aktivis-aktivis Nahdlatul Ulama, organisasi yang didirikan kakek Gus Dur dan juga pernah dipimpinnya sendiri, menilai pernyataan politikus Demokrat ini sudah menghina.

"Sutan Bhatoegana telah melecehkan almarhum Gus Dur. Gus Dur lengser sebagai presiden RI keempat karena krisis politik kebangsaan dan krisis politik bernegara saat itu, bukan korupsi," kata Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia NU Cabang Kota Pontianak, Hasan Basri, Senin 26 November 2012.

Dan Gerakan Pemuda Ansor sebagai ormas afiliasi NU merasa terhina dengan pernyataan Bhatoegana yang menyebut Gus Dur lengser karena terlibat skandal korupsi Bulloggate dan Bruneigate. “Jika Sutan tidak meminta maaf, maka warga NU tidak akan memilih Demokrat di Pemilu 2014,” kata Sekretaris GP Ansor DKI Jakarta, Abdul Aziz, di kantor Dewan Pimpinan Pusat Demokrat, Jakarta, Selasa 27 November 2012.

GP Ansor memberi waktu 2 x 24 jam kepada Sutan Bhatoegana untuk meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia dan NU atas pernyataannya tersebut. "Kami mendesak Sutan untuk menyampaikan permintaan maafnya di media nasional," kata Saiful, Ketua GP Ansor Jakarta.

Demokrat minta maaf

Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hayono Isman menyayangkan kolega separtainya, Sutan Bhatoegana, mengeluarkan pernyataan yang dinilai melecehkan mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.  "Disayangkan, tidak boleh ada ucapan-ucapan yang merendahkan presiden," kata Hayono di kantor Wakil Gubernur DKI Jakarta, Selasa, 27 November 2012.

Menurutnya, pemimpin bangsa terdahulu harus dihormati. "Sudah jelas garisnya tidak boleh tidak menghormati presiden terdahulu, yang kita angkat kelebihannya," ujar Hayono.

Hayono menyatakan akan mengonfirmasikan hal itu kepada Sutan Bhatoegana agar jelas konteksnya. "Kalau memang benar seperti yang dituduhkan, tidak boleh kita menjelekkan presiden." 

Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum juga meminta maaf atas pernyataan Sutan. "Sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, sebagai bagian dari keluarga besar Nahdlatul Ulama, dan sebagai pengagum Gus Dur, saya menyampaikan permohonan maaf kepada almarhum Gus Dur, keluarga, pengikut dan warga NU," ujar Anas dalam pesan tertulis kepada VIVAnews, Selasa 27 November 2012.

Menurut Anas, meski Sutan Bhatoegana saat itu bicara sebagai individu dalam suatu forum diskusi di DPR, namun ia tak bisa dipisahkan dari Partai Demokrat. Saat itu Bhatoegana mengatakan semua pemerintahan punya masalah, termasuk Gus Dur. Oleh sebab itu Gus Dur turun di tengah jalan.

Bagi Anas, Gus Dur merupakan sosok pemimpin yang layak dihormati dan dimuliakan. "Gus Dur adalah mantan presiden, guru bangsa, ulama besar, dan cendekiawan terkemuka, bukan saja di Indonesia tetapi juga di dunia internasional," ujar Anas.

No comments:

Post a Comment