Itu adalah kalimat terakhir yang diucapkan Menteri Keuangan dan Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK), seperti yang tercantum dalam transkrip pembicaraan pada “bagian pertama” Rapat KSSK yang digelar tengah malam 20 November hingga dinihari 21 November 2008.
Dokumen transkrip pembicaraan “bagian pertama” Rapat KSSK setebal 59 halaman itu sudah beredar luas sejak pekan lalu. Ia melengkapi berbagai dokumen yang telah muncul sebelumnya, dan semakin membuat terang benderang duduk persoalan di balik keputusan pemerintah “menyelamatkan” Bank Century.
Dokumen mengenai skandal dana talangan Bank Century yang akhirnya membengkak hingga mencapai Rp 6,7 triliun, yang pertama kali beredar di publik, katakanlah begitu, adalah dokumen progress report Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Bank Century per tanggal 26 September 2009. Progress report itu merupakan laporan audit sementara yang dilakukan BPK atas permintaan DPR periode 2004-2009 bulan Desember 2008 setelah DPR mencium keanehan dan kejanggalan dalam mem-bailout Bank Century.
Adalah mantan Menko Ekuin Kwik Kian Gie yang pertama kali membeberkan dokumen progress report itu dalam tulisannya di harian Suara Pembaruan pekan kedua November 2009.
Di dalam progress report itu disebutkan tentang Rapat Koordinasi KSSK dan Rapat KSSK yang dilakukan tengah malam 20 November sampai dinihari subuh 21 November 2008, yang merupakan titik kulminasi dari proses pengambilan kebijakan bailout Bank Century. Rapat ini didahului oleh Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang digelar malam 20 November 2008.
Dalam RDG itu Boediono yang menjadi Gubernur BI sejak Mei 2008 memutuskan bahwa Bank Century layak diberi status “bank gagal”. Tidak hanya itu, menurut Boediono kegagalan Bank Century ini pun ditengarai berdampak sistemik dan membahayakan industri perbankan dan kondisi perekonomian nasional. Hasil RDG inilah yang dibawa oleh Boediono ke dalam Rapat Konsultasi KSSK, yang dilanjutkan dengan Rapat KSSK. Dan memang, Rapat Koordinasi maupun Rapat KSSK digelar khusus untuk membahas proposal Boediono tersebut.
Dokumen kedua yang beredar adalah notulen Rapat KSSK yang digelar dinihari tanggal 21 November 2008. Di dalam dokumen setebal lima halaman itu disebutkan bahwa rapat yang dipimpin Sri Mulyani tersebut dibuka sebelas menit lewat tengah malam. Dalam rekomendasinya, Boediono menilai Bank Century layak ditetapkan sebagai "Bank Gagal yang Berdampak Sistemik". Ia juga meminta agar KSSK menyetujui penambahan modal untuk menaikkan rasio kecukupan modal (CAR) Bank Century menjadi positif 8 persen, dan dana yang diajukan Boediono sebesar Rp 632 miliar. Jumlah ini, sebut Boediono seperti tertera dalam Notulen Rapat KSSK, akan bertambah seiring dengan memburuknya kondisi Bank Century selama bulan November 2008.
Pihak lain yang hadir di dalam rapat itu mempertanyakan proposal Boediono. Mereka menilai status bank gagal plus upaya penyelamatan yang diusulkan Boediono tidak pantas dan tidak pada tempatnya. Bank Century yang sejak didirikan dari hasil merger tiga bank sakit pada Desember 2004 sering mengalami persoalan keuangan dan krisis performance dinilai terlalu kecil bila dibandingkan dengan industri perbankan nasional. Risiko sistemik yang disebutkan Boediono, menurut sebagian peserta rapat, lebih merupakan dampak psikologis semata.
Intinya, dokumen notulen Rapat KSSK itu memperlihatan betapa Boediono sebagai Gubernur BI merupakan pihak yang paling ngotot agar proposal penyelamatannya diterima oleh KSSK. Sri Mulyani sendiri di dalam notulen itu telah memberikan perlawanan yang serius. Namun entah mengapa, belakangan ia menerima begitu saja.
Dokumen ketiga yang kemudian beredar adalah hasil akhir audit investigatif BPK yang disampaikan kepada DPR siang hari tanggal 23 November. Menjelang sore, BPK menyampaikan salinan dokumen itu kepada Presiden SBY.
Berbeda dengan dua dokumen sebelumnya yang beredar di “pasar gelap”, dokumen hasil akhir audit BPK ini dibagikan oleh BPK kepada wartawan di gedung DPR. Ada dua “versi” dokumen audit investigatif itu. Versi pertama merupakan executive summary yang hanya setebal 25 halaman. Sementara versi kedua merupakan versi lengkap yang juga mendetilkan aliran dana bailout kepada nasabah-nasabah legal Bank Century. Dokumen belakangan ini memiliki ketebalan sekitar 500 halaman.
Kerangka dari audit investigatif tertanggal 23 November ini sama seperti progress report audit BPK tertanggal 26 September: memperlihatkan berbagai pelanggaran peraturan dan penyimpangan yang dilakukan oleh Gubernur BI dan Ketua KSSK.
Kini, dua dokumen lagi beredar di tengah publik. Pertama dokumen yang memuat transkrip pembicaraan para pihak yang hadir dalam Rapat KSSK tengah malam 20 November hingga dinihari subuh 21 November 2008 setebal 59 halaman, dan dokumen yang memuat transkrip pembicaraan Rapat KSSK tanggal 24 November 2008 setebal 49 halaman. Rapat tanggal 24 November 2008 ini adalah rapat pertama yang digelar setelah KSSK menyetujui bailout dan meng-install manajemen baru untuk Bank Century.
Dokumen transkrip pembicaraan Rapat KSSK tanggal 20 dan 21 November 2008 ini terang saja memperlihatkan detil pembicaraan yang berkembang dalam rapat. Seperti yang telah diperlihatkan dalam dokumen notulen Rapat KSSK yang beredar sebelumnya, dokumen transkrip ini pun memperlihatkan kebebalan Boediono dalam mengusulkan penyelamatan Bank Century.
Di tengah rapat, setelah Boediono mempresentasikan proposalnya, Sri Mulyani mengatakan bahwa rapat KSSK malam itu akan membahas dua hal yang sepintas sama walaupun sebenarnya berbeda. Pertama, mengenai status gagal untuk Bank Century. Dan kedua, mengenai dampak sistemik yang diakibatkan dari kegagalan itu.
Bagian pertama Rapat KSSK berlangsung terbuka. Sementara bagian kedua berlangsung tertutup, dan hanya dihadiri oleh Sri Mulyani dan Boediono. Untuk sementara tidak diketahui apakah ada atau tidak rekaman pembicaraan dalam rapat pengambilan keputusan itu.
Konon di tengah rapat tertutup itu, yang digelar subuh sekitar pukul 5 pagi, terdengar suara telepon berdering dari dalam ruang rapat. Entah telepon siapa yang berdering, dan entah dari siapa telepon itu. Yang jelas, setelah pembicaraan via telepon itu terputus, Sri Mulyani dan Boediono pun menemukan kesepakatan: mem-bailout Bank Century.