Bulan
ini penduduk Bumi akan disajikan pemandangan menakjubkan di langit.
Ratusan hingga ribuan cahaya akan berkelebatan di angkasa. Jika dilihat
malam hari akan lebih indah, seperti neon yang berjatuhan dari
langit--hujan Meteor.
Menurut ahli NASA, hujan benda langit ini diperkirakan terjadi pada 23 dan 24 Mei 2014. Sebelumnya, peristiwa ini terjadi pada 2004 lalu berdasarkan pemantauan Lincoln Near-Earth Asteroid Research yang menamainya Komet 209P/LINEAR.
Asteroid ini mengorbit Matahari setiap lima tahun, bahkan lebih. Tahun ini, posisi asteroid tersebut tepat pada orbit Bumi dan alirannya diposisikan tepat untuk pertemuan antarplanet. Jika prediksi ini benar, bersiaplah menyaksikan langit yang bermandi cahaya komet yang mengandung es, batu, dan debu saat bertabrakan dengan atmosfer Bumi.
"Ini akan menjadi pemandangan yang mengesankan sepanjang malam," kata Bill Cooke, kepala Dinas Lingkungan NASA, sambil mengatakan bahwa hujan meteor ini akan menjadi yang terbaik pada 2014.
Fenomena hujan meteor di Bumi memang memanjakan mata. Namun, apakah hal yang sama akan terjadi jika meteor yang jatuh ke bumi seukuran bus? Sebab, Bumi kian hari kian rentan dihantam meteor ukuran besar.
Seperti diungkap peneliti di Laboratorium Propulsi Jet NASA, di California, Bumi berpotensi kedatangan tamu tak diundang--sebuah asteroid dengan lebar 7,6 meter. Ditemukan pada April lalu oleh astronom dan tim Mount Lemmon Survey, jarak asteroid itu ke Bumi yaitu 299.388 kilometer, lebih dekat dari jarak Bumi ke Bulan.
Walaupun menurut peneliti asteroid ini kecil kemungkinannya masuk ke Bumi, namun tetap harus diwaspadai. Sebab, berdasarkan studi terbaru B612, lembaga bentukan para astronom dan mantan astronot, Bumi telah dihantam asteroid setidaknya sekali dalam enam bulan. Sejak tahun 2000 hingga 2013, ada 26 asteroid yang masuk ke Bumi.
Asteroid-asteroid ini juga memiliki energi yang besar. Perhitungannya antara satu hingga 600 kiloton. Sebagai perbandingan, ledakan nuklir yang meratakan Hiroshima tahun 1945 "hanya" memiliki energi 15 kiloton.
Dr. Ed Lu, mantan astronot NASA dan pendiri B612 Foundation mengatakan bahwa asteroid sebesar 40 meter yang jatuh ke Bumi bisa meluluhlantakkan sebuah kota. Apalagi dengan kecepatan fantastis. Setelah menembus atmosfir, asteroid bisa melesat 50 hingga 100 Mach. Satu Mach sama dengan 1.225 kilometer per jam.
Beruntung kita punya atmosfir sebagai pelindung pertama dari asteroid. Lapisan atmosfir akan membakar benda yang melintasinya, asal lebih kecil dari 82 kaki dan 70 persen permukaannya adalah air. Jadi, kemungkinan asteroid menghantam permukaan bumi adalah 70 per 30.
Menurut ahli NASA, hujan benda langit ini diperkirakan terjadi pada 23 dan 24 Mei 2014. Sebelumnya, peristiwa ini terjadi pada 2004 lalu berdasarkan pemantauan Lincoln Near-Earth Asteroid Research yang menamainya Komet 209P/LINEAR.
Asteroid ini mengorbit Matahari setiap lima tahun, bahkan lebih. Tahun ini, posisi asteroid tersebut tepat pada orbit Bumi dan alirannya diposisikan tepat untuk pertemuan antarplanet. Jika prediksi ini benar, bersiaplah menyaksikan langit yang bermandi cahaya komet yang mengandung es, batu, dan debu saat bertabrakan dengan atmosfer Bumi.
"Ini akan menjadi pemandangan yang mengesankan sepanjang malam," kata Bill Cooke, kepala Dinas Lingkungan NASA, sambil mengatakan bahwa hujan meteor ini akan menjadi yang terbaik pada 2014.
Fenomena hujan meteor di Bumi memang memanjakan mata. Namun, apakah hal yang sama akan terjadi jika meteor yang jatuh ke bumi seukuran bus? Sebab, Bumi kian hari kian rentan dihantam meteor ukuran besar.
Seperti diungkap peneliti di Laboratorium Propulsi Jet NASA, di California, Bumi berpotensi kedatangan tamu tak diundang--sebuah asteroid dengan lebar 7,6 meter. Ditemukan pada April lalu oleh astronom dan tim Mount Lemmon Survey, jarak asteroid itu ke Bumi yaitu 299.388 kilometer, lebih dekat dari jarak Bumi ke Bulan.
Walaupun menurut peneliti asteroid ini kecil kemungkinannya masuk ke Bumi, namun tetap harus diwaspadai. Sebab, berdasarkan studi terbaru B612, lembaga bentukan para astronom dan mantan astronot, Bumi telah dihantam asteroid setidaknya sekali dalam enam bulan. Sejak tahun 2000 hingga 2013, ada 26 asteroid yang masuk ke Bumi.
Asteroid-asteroid ini juga memiliki energi yang besar. Perhitungannya antara satu hingga 600 kiloton. Sebagai perbandingan, ledakan nuklir yang meratakan Hiroshima tahun 1945 "hanya" memiliki energi 15 kiloton.
Dr. Ed Lu, mantan astronot NASA dan pendiri B612 Foundation mengatakan bahwa asteroid sebesar 40 meter yang jatuh ke Bumi bisa meluluhlantakkan sebuah kota. Apalagi dengan kecepatan fantastis. Setelah menembus atmosfir, asteroid bisa melesat 50 hingga 100 Mach. Satu Mach sama dengan 1.225 kilometer per jam.
Beruntung kita punya atmosfir sebagai pelindung pertama dari asteroid. Lapisan atmosfir akan membakar benda yang melintasinya, asal lebih kecil dari 82 kaki dan 70 persen permukaannya adalah air. Jadi, kemungkinan asteroid menghantam permukaan bumi adalah 70 per 30.
Selain itu, kemungkinan
asteroid menghantam permukiman warga juga cukup kecil. Sebab, hanya 28
persen daratan yang ada di Bumi, sisanya lautan, dan hanya satu persen
yang dihuni manusia.
Namun, yang mengancam manusia bukan saja hantaman langsung meteor. Lu mengatakan, yang paling merusak adalah ledakan saat meteor terbakar asteroid dan efek setelahnya. Inilah yang terjadi di Chelyabinsk, Rusia, 15 Februari 2013 lalu.
Saat itu, meteor meledak di udara. Cahaya ledakan yang menyilaukan tertangkap kamera. Kecepatan meteor saat memasuki atmosfir saat itu adalah 57.600 km/jam. Meteor meledak sekitar 30 km di atas tanah.
Sebanyak 7.200 rumah di enam kota dengan radius 49 kilometer rusak, 1.500 orang terluka. Lu mengatakan bahwa meteor yang meledak di Chelyabinsk energinya 600 kiloton, 30 kali lipat dari ledakan nuklir Hiroshima. Tapi untungnya, meteor meledak di udara dan memperkecil kerusakan.
"Gelombang kejutnya yang membunuh dan merusak. Jadi, kebanyakan meteor sangat kecil dan berada di ketinggian sehingga tidak membuat kerusakan di permukaan. Tidak seperti yang terjadi di Chelyabinsk," kata Lu.
Meteor di Chelyabinsk tahun lalu adalah benda langit terbesar yang menembus atmosfir bumi sejak tahun 1908 di Tunguska. Saat itu, meteor meledak di atas Siberia, mencabut 80 juta pohon dari akarnya di radius lebih dari 830 mil persegi.
Sedikitnya, peluang meteor masuk ke atmosfir Bumi tidak berarti kita bisa santai-santai. Lu mengatakan, ada lebih dari satu juta asteroid berbahaya berpotensi mengancam Bumi, 10.000 di antaranya telah diidentifikasi.
Jangan sampai peristiwa 65 juta tahun lalu kembali terjadi di Bumi. Saat itu, disinyalir ada meteor berdiameter 9600 meter yang menghantam Bumi. Dampaknya luar biasa, iklim berubah dan dinosaurus punah.
Namun, yang mengancam manusia bukan saja hantaman langsung meteor. Lu mengatakan, yang paling merusak adalah ledakan saat meteor terbakar asteroid dan efek setelahnya. Inilah yang terjadi di Chelyabinsk, Rusia, 15 Februari 2013 lalu.
Saat itu, meteor meledak di udara. Cahaya ledakan yang menyilaukan tertangkap kamera. Kecepatan meteor saat memasuki atmosfir saat itu adalah 57.600 km/jam. Meteor meledak sekitar 30 km di atas tanah.
Sebanyak 7.200 rumah di enam kota dengan radius 49 kilometer rusak, 1.500 orang terluka. Lu mengatakan bahwa meteor yang meledak di Chelyabinsk energinya 600 kiloton, 30 kali lipat dari ledakan nuklir Hiroshima. Tapi untungnya, meteor meledak di udara dan memperkecil kerusakan.
"Gelombang kejutnya yang membunuh dan merusak. Jadi, kebanyakan meteor sangat kecil dan berada di ketinggian sehingga tidak membuat kerusakan di permukaan. Tidak seperti yang terjadi di Chelyabinsk," kata Lu.
Meteor di Chelyabinsk tahun lalu adalah benda langit terbesar yang menembus atmosfir bumi sejak tahun 1908 di Tunguska. Saat itu, meteor meledak di atas Siberia, mencabut 80 juta pohon dari akarnya di radius lebih dari 830 mil persegi.
Sedikitnya, peluang meteor masuk ke atmosfir Bumi tidak berarti kita bisa santai-santai. Lu mengatakan, ada lebih dari satu juta asteroid berbahaya berpotensi mengancam Bumi, 10.000 di antaranya telah diidentifikasi.
Jangan sampai peristiwa 65 juta tahun lalu kembali terjadi di Bumi. Saat itu, disinyalir ada meteor berdiameter 9600 meter yang menghantam Bumi. Dampaknya luar biasa, iklim berubah dan dinosaurus punah.
Teleskop Sentinel
Untuk itu, diperlukan
langkah pencegahan, yaitu identifikasi meteor berbahaya di angkasa. B612
sendiri telah mulai insiatif untuk menemukan asteroid berbahaya yang
berpotensi mencelakakan Bumi. Salah satunya adalah dengan menempatkan
teleskop Sentinel di jarak 274 juta kilometer dari Bumi, dekat Venus
tepatnya.
Teleskop dengan infra merah ini rencananya akan diluncurkan 2018 mendatang. Di bulan pertama operasinya, Sentinel diharapkan bisa melacak dan mendeteksi 20 ribu asteroid dekat Bumi. Jika berhasil, teknologi ini akan melampaui seluruh pencapaian teleskop canggih lainnya dalam 30 tahun terakhir.
Sentinel mampu memprediksi mana asteroid berbahaya yang kemungkinan akan menghantam Bumi dalam waktu tahunan atau beberapa dekade ke depan.
Setelah berhasil terdeteksi, kata Lu, maka Bumi harus melakukan pencegahan. Salah satunya adalah mengirim kapal luar angkasa untuk menggiring asteroid yang masih jauh itu keluar jalur, sehingga tidak menabrak Bumi.
Namun masalahnya, proyek ini tidak murah. Satelit swasta buatan B612 ini butuh dana US$250 juta (Rp2,8 triliun) untuk membuatnya, dan tambahan US$200 juta (Rp2,3 triliun) untuk mengoperasikannya. B612 tengah menggalang dana masyarakat untuk ini.
"Karena, kita tidak tahu di mana dan kapan dampak terbesar selanjutnya akan terjadi. Satu-satunya cara adalah dengan mencegah terjadinya bencana akibat asteroid sebesar kota menghantam Bumi. Dan, ini hanya masalah keberuntungan," ujar Lu.
Saking seriusnya ancaman Meteor ini, PBB membentuk tim khusus untuk memantau asteroid. Februari 2014 lalu sekelompok ahli di bidang objek dekat-Bumi (NEO) bertemu di Wina, Austria, membentuk Jaringan Peringatan Asteroid Internasional (IAWN).
Tugas IAWN ini adalah memberikan rekomendasi respon internasional jika ada ancaman asteroid terhadap Bumi. Tujuannya sama dengan B612, yaitu mendeteksi dan menjauhkan asteroid berbahaya dari Bumi. Menurut Ketua NEO Detlef Koschny, ini adalah langkah besar dalam melindungi Bumi.
Sejak 2001 lalu, PBB telah membentuk Tim Aksi untuk Objek Dekat Bumi, atau dikenal dengan nama Tim Aksi 14 (AT-14). Tim ini mengusulkan untuk membentuk Jaringan Peringatan Asteroid Internasional sebagai lembaga berbagi informasi soal serangan asteroid.
Teleskop dengan infra merah ini rencananya akan diluncurkan 2018 mendatang. Di bulan pertama operasinya, Sentinel diharapkan bisa melacak dan mendeteksi 20 ribu asteroid dekat Bumi. Jika berhasil, teknologi ini akan melampaui seluruh pencapaian teleskop canggih lainnya dalam 30 tahun terakhir.
Sentinel mampu memprediksi mana asteroid berbahaya yang kemungkinan akan menghantam Bumi dalam waktu tahunan atau beberapa dekade ke depan.
Setelah berhasil terdeteksi, kata Lu, maka Bumi harus melakukan pencegahan. Salah satunya adalah mengirim kapal luar angkasa untuk menggiring asteroid yang masih jauh itu keluar jalur, sehingga tidak menabrak Bumi.
Namun masalahnya, proyek ini tidak murah. Satelit swasta buatan B612 ini butuh dana US$250 juta (Rp2,8 triliun) untuk membuatnya, dan tambahan US$200 juta (Rp2,3 triliun) untuk mengoperasikannya. B612 tengah menggalang dana masyarakat untuk ini.
"Karena, kita tidak tahu di mana dan kapan dampak terbesar selanjutnya akan terjadi. Satu-satunya cara adalah dengan mencegah terjadinya bencana akibat asteroid sebesar kota menghantam Bumi. Dan, ini hanya masalah keberuntungan," ujar Lu.
Saking seriusnya ancaman Meteor ini, PBB membentuk tim khusus untuk memantau asteroid. Februari 2014 lalu sekelompok ahli di bidang objek dekat-Bumi (NEO) bertemu di Wina, Austria, membentuk Jaringan Peringatan Asteroid Internasional (IAWN).
Tugas IAWN ini adalah memberikan rekomendasi respon internasional jika ada ancaman asteroid terhadap Bumi. Tujuannya sama dengan B612, yaitu mendeteksi dan menjauhkan asteroid berbahaya dari Bumi. Menurut Ketua NEO Detlef Koschny, ini adalah langkah besar dalam melindungi Bumi.
Sejak 2001 lalu, PBB telah membentuk Tim Aksi untuk Objek Dekat Bumi, atau dikenal dengan nama Tim Aksi 14 (AT-14). Tim ini mengusulkan untuk membentuk Jaringan Peringatan Asteroid Internasional sebagai lembaga berbagi informasi soal serangan asteroid.
Berdoa SajaMenurut NASA, dari seluruh benda langit di angkasa, 95 persennya berukuran besar dan berada di dekat Bumi. Ukuran besar di sini berarti berdiameter satu kilometer atau lebih. "Asteroid sebesar itu, satu kilometer atau lebih, bisa menghancurkan satu peradaban," kata penasehat sains Gedung Putih, John Holdren, diberitakan Reuters, Maret lalu.
Menurut Kepala NASA, Charles Bolden, hanya 10 persen dari 10 ribu asteroid ini yang mengancam Bumi. Rata-rata, kata Bolden, asteroid yang merusak menghantam Bumi sekali dalam 1.000 tahun.
Tapi sekali lagi, hal ini tidak bisa diprediksi. Seperti halnya meteor yang meledak di Chelyabinsk yang tanpa woro-woro. Jika demikian, hanya ada satu cara yang bisa dilakukan manusia di Bumi: Berdoa.
"Dari informasi yang kami miliki, kami tidak tahu asteroid mana yang akan mengancam populasi Amerika Serikat. Tetapi, jika asteroid itu diketahui menghantam Bumi tingga minggu lagi, maka berdoalah," kata Bolden