Thursday, 14 February 2013

Ibas Yudhoyono Mundur, Anas Teken Pakta Integritas

Ibas Yudhoyono dan Anas Urbaningrum berupaya menyelamatkan Partai Demokrat di tengah ketidakpercayaan publik dan kemelut internal.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Eddhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) mengakhiri kiprah politiknya di DPR. Ia mengikuti jejak seniornya Anas Urbaningrum yang mundur dari Dewan ketika terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat pada 2010.

Tugasnya sebagai Sekretaris Jenderal Partai Demokrat yang sedang melorot popularitasnya itu membuat Ibas harus bekerja lebih keras. “Sebagai Sekjen Partai, saya memikul tugas tidak ringan, sedangkan masalah partai begitu berat,” kata Ibas dalam konferensi pers di gedung DPR RI, Jakarta, Kamis 14 Februari 2013.  Dia resmi mundur sebagai wakil rakyat, dan menyatakan akan bekerja penuh untuk tugas kepartaian.
Putra bungsu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu juga mengatakan, bila dia rangkap jabatan, maka tugas kedewanannya tak akan optimal. Fraksi Demokrat akan ketiban beban, padahal sudah punya tugas berat mengkritisi sekaligus mendukung kebijakan pemerintah. “Saya berharap bisa menjalankan tugas saya sebagai sekjen partai hingga selesai Pemilu,” ujar Ibas yang tercatat sebagai anggota Komisi I DPR bidang pertahanan, intelijen, luar negeri, serta komunikasi dan informatika.
Ibas juga meminta maaf kepada konstituennya di daerah pemilihan Jawa Timur VII, yakni Ngawi, Magetan, Pacitan, Ponorogo, dan Trenggalek. Meskipun tak lagi menyuarakan aspirasi masyarakat Jawa Timur, Ibas berjanji terus berkunjung ke dapilnya.
Dalam konferensi persnya, Ibas menyatakan partai bukan satu-satunya alasan pengunduran diri dia. Ada dua alasan lagi, yakni soal gaya absen yang membuat dirinya disorot dua hari belakangan ini, dan masalah keluarga.

Insiden Absen
Ibas kepergok “titip absen” pada rapat paripurna Selasa, 12 Februari 2013. Tak seperti anggota DPR lain yang absen dengan membubuhkan tanda tangan di meja depan pintu ruang masuk rapat paripurna, Ibas agak istimewa. Staf ahlinyalah yang mengantarkan daftar presensi kepada dia.

Begitu keluar dari lift bersama staf ahli dan Paspampres yang mengawalnya, salah seorang staf Ibas mengambil map berisi presensi manual dari petugas Sekretariat Jenderal DPR. Ibas menunggu di balik samping pintu ruang sidang.

Staf itu lalu menyerahkan daftar presensi kepada Ibas untuk ditandatangani. Usai menandatangani daftar presensi, Ibas langsung melenggang pergi lewat tangga darurat. Ia tak mengikuti sidang paripurna meski telah membubuhkan tanda tangannya di daftar hadir.

Aksi Ibas itu tertangkap kamera televisi. Kritik pun mengalir deras dari anggota DPR lainnya. Ulahnya disebut serupa “titip” absen tanpa benar-benar menghadiri rapat. Ibas pun dituduh hanya melakukan absensi manual, tidak lewat presensi elektronik finger print seperti yang kini telah diterapkan DPR kepada para anggotanya.

Ketua Badan Kehormatan DPR M. Prakosa pun berniat memperingatkan Ibas. Ia menyatakan semua anggota DPR harus absen di tempat, dan daftar presensi tak boleh dibawa ke mana-mana seenaknya oleh staf ahli. Namun peringatan belum turun, Ibas kini keburu mundur dari DPR.

Dalam pengunduran dirinya, Ibas menjelaskan duduk perkara soal absen itu. Ia mengatakan, ia juga absen lewat finger print seperti anggota DPR lainnya. “Saya benar-benar menandatangani daftar hadir dan melakukan finger print. Tidak ada niat saya untuk tidak mengikuti sidang. Tapi berhubung rapat belum dimulai, saya naik ke fraksi karena ada tugas mendesak dan penting yang harus saya lakukan sebagai Sekjen untuk melaksanakan Rapimnas pada hari Minggu ini,” ujar Ibas.

Ibas pun meminta maaf kepada pimpinan DPR dan Ketua Fraksi Demokrat karena telah membuat repot. “Saya tengah menghadapi persoalan berat. Sebagai Sekjen Partai saya ikut bertanggung jawab atas partai dan bekerja sangat keras melakukan langkah-langkah penyelamatan, membantu Ketua Umum melakukan penataan dan konsolidasi,” kata dia.

Ibas mengatakan, ia harus ikut mengurus Demokrat karena Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Majelis Tinggi tidak bisa terus-menerus seorang diri menyelamatkan partai sehubungan dengan prioritas tugasnya sebagai Presiden RI.

Selain itu, Ibas pun menghadapi persoalan keluarga terkait kondisi anaknya yang tak sehat. “Besok anak saya akan menjalani operasi akibat gangguan pencernaan. Semua ini membuat tugas saya sebagai anggota DPR menjadi terganggu,” kata dia. Mempertimbangan semua hal itulah, Ibas memilih untuk mundur dari DPR.

Didukung SBY
Keputusan Ibas untuk mundur ini mendapat dukungan dari SBY yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. SBY menyatakan, Ibas sudah berkonsultasi dengan pihak keluarga, termasuk dirinya, mengenai pengunduran diri dia.

“Ibas berkonsultasi dengan saya, istri saya – Ibu Ani, serta Agus (Harimurti Yudhoyono). Kami dengan jernih, tenang, serta rasional membahas apa yang dihadapi oleh keluarga kami – bukan hanya Ibas. Maka salah satu hal yang kami pikir tepat dilakukan adalah pengunduran Ibas dari DPR. Kami bulat mendukungnya,” kata SBY di Istana Negara beberapa saat setelah Ibas mengumumkan pengunduran dirinya di DPR.

SBY menyatakan, inisiatif pengunduran diri itu murni berasal dari Ibas. Awalnya keluarga keberatan dengan keputusan Ibas. “Mengapa? Karena sebagai ayah, saya tahu pada Pemilu 2009 lalu Ibas menghabiskan waktu berminggu-minggu berputar-putar mengelilingi daerah pemilihannya, dari kecamatan ke kecamatan, desa ke desa, di Magetan, Ponorogo, Trenggalek. Jadi dia sungguh berkeringat. Masa reses DPR pun dia datang ke desa-desa untuk mendengar aspirasi warga,” kata SBY.

Namun pada akhirnya, ujar SBY, ia dan keluarga menghormati dan mendukung keputusan Ibas. SBY pun menyatakan kebanggaannya pada Ibas. “Saya mungkin subyektif, tapi sebagai ayah, saya bangga Ibas tanggung jawab,” kata dia. SBY pun ikut meminta maaf atas insiden absen Ibas.

Usai mengumumkan mundur dari DPR, Ibas menghadap Ketua DPR Marzuki Alie untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Ibas mengatakan kepada Marzuki yang juga anggota Dewan Pembina Demokrat, dia akan berkonsentrasi mengurus Partai Demokrat, dan putra tunggalnya Airlangga Satriadhi Yudhoyono.

Anggota Fraksi Demokrat menyambut baik pengunduran diri Ibas walaupun merasa terkejut. Anggota Komisi VIII DPR Inggrid Kansil misalnya, berpendapat sikap Ibas perlu diteladani. “Beliau memutuskan pilihan terbaik supaya konsentrasinya tidak pecah,” kata istri anggota Dewan Pembina Demokrat Syarief Hasan itu.

Mantan Ketua Fraksi Demokrat, Jafar Hafsah, mengatakan Ibas relatif menjalankan tugasnya dengan baik selama di DPR. Namun dengan terus merosotnya elektabilitas Demokrat, Jafar mendukung Ibas melepas posisinya di DPR demi mengurus partai.

Apresiasi juga dilontarkan Wasekjen Demokrat yang rekan sekomisi Ibas di DPR, Ramadhan Pohan, dan Ketua DPP Partai Demokrat Ulil Abshar Abdalla. “Ada seorang yang rela mengorbankan jabatannya di DPR untuk partai. Itu sinyal bagus untuk seluruh kader. Saya menyambut gembira keputusan Mas Ibas,” kata Ulil.

Anas Teken Pakta Integritas
Sementara itu, gonjang-ganjing dan spekulasi perpecahan di tubuh Demokrat sedikit terjawab dengan kemunculan Ketua Umum Anas Urbaningrum di kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, Kamis 14 Februari 2013. Anas datang menandatangani pakta integritas, tak lama setelah pengumuman pengunduran diri Ibas.

Sebelumnya, ketidakhadiran Anas di Cikeas meneken pakta integritas Minggu malam, 10 Februari 2013, sempat menghembuskan kabar perlawanan yang bakal ia lakukan terhadap Ketua Majelis Tinggi yang mengambil alih kendali partai dari tangannya.

Namun Anas menepis dugaan itu. Ia, katanya, justru  melontarkan inisiatif penandatanganan pakta integritas oleh pengurus DPP secara bersama-sama. “Hari ini kami lakukan penandatanganan pakta integritas. Ini adalah kelanjutan dari penandatanganan pakta integritas tanggal 10 Februari di Cikeas. Kebetulan saya waktu itu tidak bisa hadir, sementara sebagian besar jajaran Dewan Pimpinan Pusat belum melakukan penandatanganan juga karena forumnya waktu itu terbatas,” kata Anas.

Anas mengatakan, penandatanganan pakta integritas itu kini menjadi gerakan nasional kader-kader Demokrat di berbagai tingkatan, baik level Dewan Pimpinan Daerah maupun Dewan Pimpinan Cabang di seluruh Indonesia. “Ingin saya garis bawahi, pakta integritas ini merupakan penegasan komitmen dan idealisme organisasi Partai Demokrat yang harus dipegang teguh sebagai panduan kader Demokrat di seluruh Indonesia,” ujar Anas.

Ia mengatakan, pakta integritas menjadi tonggak bersejarah bagi Demokrat untuk menjadi partai mapan dan berintegritas politik tinggi, baik secara internal maupun di mata publik. Dengan demikian, Anas berharap Demokrat bisa dititipi harapan oleh rakyat, dan bisa memperjuangkan kepentingan rakyat di masa ini dan masa mendatang.

Dalam kesempatan itu, Anas juga menyinggung soal kecurigaan beberapa pihak terkait dirinya yang sakit bertepatan penandatanganan pakta integritas di Cikeas. “Ada yang berspekulasi, Ketum Anas itu sakit betulan atau tidak. Sakit itu boleh karena manusiawi. Firaun itu sehat terus, tidak pernah sakit, maka merasa jadi Tuhan,” kata pria yang bergabung dengan Partai Demokrat sejak tahun 2005 itu.

Selain Anas, dalam acara penandatanganan pakta integritas itu juga hadir jajaran pengurus DPP seperti Sartono, Kastorius Sinaga, Saan Mustofa, Herman Khaeron, dan Gede Pasek Suardika.

Selanjutnya, Minggu 17 Februari 2013, Partai Demokrat akan menggelar Rapat Pimpinan Nasional. Salah satu agendanya adalah penandatanganan pakta integritas oleh para pengurus DPC Demokrat se-Indonesia. “Semua pengurus DPC Kabupaten/Kota dan para caleg Demokrat akan ke Jakarta 17 Februari guna menandatangani pakta integritas penyelamatan partai,” kata Ketua DPD Demokrat Papua, Lukas Enembe, yang baru terpilih sebagai Gubernur Papua.

Berebut Proyek Mangkrak Monorel

Proyek monorel yang mangkrak di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta
Proyek monorel Jakarta sudah lama mangkrak. Tiang-tiangnya hanya jadi pajangan di sepanjang Jalan Rasuna Said dan Jalan Asia Afrika. Kondisi lebih terpuruk saat pemilik modal, PT Adhi Karya Tbk, menyatakan mundur dari proyek yang digagas sejak Sutiyoso menjabat Gubernur itu.

Namun, tiba-tiba pada Selasa 12 Desember, proyek ini ramai dibicarakan lantaran pengusaha kawakan Edward Soeryadjaya mengumumkan akan melanjutkan pembangunan.

Melalui Ortus Holdings Group, putra pendiri Astra International William Soeryadjaya ini mengaku telah mendapat dukungan Gubernur DKI, Joko Widodo melanjutkan proyek ini, melalui pengambilalihan saham PT Jakarta Monorail.
Direktur Ortus Group Fachmi Zarkasi mengatakan, Ortus akan menjadi pemegang saham pengendali di Jakarta Monorail.

Bovananto, Direktur PT Jakarta Monorail mengatakan, bersama Ortus perusahaan akan membangun dua jalur sepanjang 30 km. Jalur Hijau akan membentang 14,5 km dari Kuningan - Dukuh Atas - Pejompongan - Senayan - Gatot Subroto - SCBD, dan Jalur Biru sepanjang 15,5 km dari Kampung Melayu - Tebet - Casablanca - Tanah Abang - Mall Taman Anggrek.

Menurut keterangan Ortus, Pemda DKI Jakarta memutuskan untuk melanjutkan monorel yang terhenti sejak 2007 ini sebagai bagian dari penataan transportasi di Ibukota sekaligus bersinergi dengan moda transportasi yang ada agar masterplan transportasi menjadi lebih baik.

"Gubernur Jokowi memberikan dukungan penuh terhadap proyek ini," tulis pernyataan itu. "Diperkirakan dalam tiga tahun proyek monorel sudah selesai dibangun dengan dana Rp11,5 triliun."
Untuk tahap awal, Ortus siap menggelontorkan US$30 juta atau sekitar Rp288 miliar.
Soal adanya investor baru tersebut juga dibenarkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. "Kalau dokumen sudah lengkap hari ini juga saya putuskan, berangkat cor langsung," ujar Jokowi di Balai Kota Jakarta, Selasa, 12 Februari 2013.
Kelengkapan dokumen tersebut berkaitan dengan adanya investor baru, karena PT Adhi Karya telah mengundurkan diri dari proyek monorel. Dia mengatakan, harus ada laporan terlebih dahulu tentang investor baru yang akan terlibat dalam proyek monorel ini. "Kan itu harus ada perjanjian antara Jakarta Monorail dengan investor baru."

Kalla Panas

Kabar ini rupanya membuat panas kubu Hadji Kalla Group. Perusahaan milik keluarga mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla ini langsung membuat pernyataan pers membantah telah mundur dari proyek monorel Jakarta pada Rabu 13 Februari.
Kalla Group mengaku telah membahas nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan Jakarta Monorail pada Desember 2012. Namun tiba-tiba Jakarta Monorail mengumumkan rekanan barunya, Ortus.
"Kami belum pernah menyatakan akan mundur," kata Sekretaris Perusahaan Hadji Kalla Group Andi Asmir, Rabu.
Karena itu, Kalla Group tetap berkomitmen merealisasikan proyek monorel Jakarta, seperti yang konsep sebelumnya.

Andi mengatakan, dalam satu bulan terakhir, Kalla Group melakukan pembicaraan yang cukup intensif dengan PT Jakarta Monorail. Bahkan, dalam rapat terakhir pada 23 Januari, disepakati PT Jakarta Monorail akan memberikan tanggapan atas draf kesepakatan kerja sama untuk pembangunan proyek monorel pada 25 Januari.

“Namun, hingga kini belum ada tanggapan. Justru pagi ini ada statement di berbagai media yang menyatakan bahwa ada investor baru," katanya.

Asmir menandaskan, Kalla Group juga tetap berkomitmen menjadi pemegang saham mayoritas di PT Jakarta Monorail, pemegang konsesi proyek monorel Jakarta.

Entah alasan apa, pada konferensi pers Kamis, Kalla Group melunak. Ia mengaku baru mempersiapkan MoU. "Belum membuat perjanjian apa-apa dengan Jakarta Monorail," ujar Andi, Kamis.

Meski sedikit kecewa, ia mengaku legawa. "Yang penting kemacetan di Jakarta bisa teratasi," kata Asmir, Kamis.

Isu Tak Sedap

Di balik itu semua, ada isu tak sedap menyeruak. Masuknya Ortus disebut-sebut terkait dengan balas jasa Jokowi-Ahok karena saat kampanye Pilkada DKI. Konon, pasangan itu dibiayai Edward Soeryadjaya.

Isu ini langsung dibantah. Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama membantan telah menerima dana dari Edward saat kampanye pilkada tahun lalu. “Balas jasa apa? Edward justru tidak pernah dukung kami. Saat putaran dua banyak orang klaim Edward dukung kami, tapi kami menolak,” kata Ahok, Rabu malam.

Ahok mengatakan, pembangunan monorel akan dilakukan secara transparan. Perusahaan mana pun punya kesempatan sama terlibat dalam pembangunan monorel. Asalkan memiliki cukup modal dan memenuhi persyaratan teknis. "Jadi jangan sampai tidak bermodal ngaku-ngaku mau bangun monorel."

MENGENAL LEBIH JAUH TENTANG PRESIDEN PERTAMA RI, SANG PROKLAMATOR BUNG KARNO PEMIMPIN BESAR REVOLUSI


Dr.(HC) Ir. Soekarno (EREYDSukarnonama lahirKoesno Sosrodihardjo) (lahir diSurabayaJawa Timur6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode19451966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno adalah yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesiadan ia sendiri yang menamainya.
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya—berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan Darat—menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soehartountuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen. Setelah pertanggungjawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRSpada tahun yang sama dan Soeharto menggantikannya sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.·         Ir. Soekarno pada tahun 1926 mendirikan biro insinyur bersama Ir. Anwari, banyak mengerjakan rancang bangun bangunan. Selanjutnya bersama Ir. Rooseno juga merancang dan membangun rumah-rumah dan jenis bangunan lainnya.
·         Ketika dibuang di Bengkulu menyempatkan merancang beberapa rumah dan merenovasi total masjid Jami' di tengah kota.   

Pengaruh Terhadap Karya Arsitektural Semasa Menjadi Presiden
Semasa menjabat sebagai presiden, ada beberapa karya arsitektur yang dipengaruhi atau dicetuskan oleh Soekarno. Juga perjalanan secara maraton dari bulan Mei sampai Juli pada tahun 1956 ke negara-negara Amerika SerikatKanadaItaliaJerman Barat, danSwiss. Membuat cakrawala alam pikir Soekarno semakin kaya dalam menata Indonesia secara holistik dan menampilkannya sebagai negara yang baru merdeka[22]. Soekarno membidik Jakarta sebagai wajah (muka) Indonesia terkait beberapa kegiatan berskala internasional yang diadakan di kota itu, namun juga merencanakan sebuah kota sejak awal yang diharapkan sebagai pusat pemerintahan di masa datang. Beberapa karya dipengaruhi oleh Soekarno atau atas perintah dan koordinasinya dengan beberapa arsitek seperti Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono, dibantu beberapa arsitek junior untuk visualisasi. Beberapa desain arsitektural juga dibuat melalui sayembara
·         Masjid Istiqlal 1951
·         Monumen Nasional 1960
·         Gedung Conefo  
·         Gedung Sarinah [ 
·         Wisma Nusantara  
·         Hotel Indonesia 1962 
·         Tugu Selamat Datang 
·         Monumen Pembebasan Irian Barat[24]
·         Patung Dirgantara 
·         Tahun 1955 Ir. Soekarno menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan sebagai seorang arsitek, Soekarno tergerak memberikan sumbangan ide arsitektural kepada pemerintah Arab Saudi agar membuat bangunan untuk melakukan sa’i menjadi dua jalur dalam bangunan dua lantai. Pemerintah Arab Saudi akhirnya melakukan renovasi Masjidil Haram secara besar-besaran pada tahun 1966, termasuk pembuatan lantai bertingkat bagi umat yang melaksanakan sa’i menjadi dua jalur dan lantai bertingkat untuk melakukan tawaf 
·         Rancangan skema Tata Ruang Kota Palangkaraya yang diresmikan pada tahun 1957  

Keluarga Soekarno


Raden Soekemi Sosrodihardjo

Ida Ayu Nyoman Rai




















Soekarno (1901-1970)














Oetari (menikah 1921;berpisah 1923)





























Inggit Garnasih (menikah 1923)





























Fatmawati (menikah 1943)
































































Guntur (l.1944)

Megawati (l.1947)

_Rachmawati_ (l.1950)

_Sukmawati_ (l.1952)

___Guruh___ (l.1953)

























Hartini (menikah 1952)




































Taufan (1951-1981)

Bayu (l.1958)































Ratna (menikah 1962)




























Kartika (l.1967)



























Haryati (menikah 1963)























































Yurike Sanger (menikah 1964)

























































Totok (l.1967)



























Heldy Djafar (menikah 1966)






Kiprah politIK
Masa pergerakan nasional
Soekarno untuk pertama kalinya menjadi terkenal ketika dia menjadi anggota Jong Java cabang Surabaya pada tahun 1915. Bagi Soekarno sifat organisasi tersebut yang Jawa-sentris dan hanya memikirkan kebudayaan saja merupakan tantangan tersendiri. Dalam rapat pleno tahunan yang diadakan Jong Java cabang Surabaya Soekarno menggemparkan sidang dengan berpidato menggunakanbahasa Jawa ngoko (kasar). Sebulan kemudian dia mencetuskan perdebatan sengit dengan menganjurkan agar surat kabar Jong Java diterbitkan dalam bahasa Melayu saja, dan bukan dalam bahasa Belanda
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo.[5] Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927.  Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada tanggal 29 Desember 1929 di Yogyakarta dan esoknya dipindahkan ke Bandung, untuk dijebloskan ke Penjara Banceuy. Pada tahun 1930 ia dipindahkan ke Sukamiskin dan pada tahun itu ia memunculkan pledoinya yang fenomenal Indonesia Menggugat (pledoi), hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
[sunting]Masa penjajahan Jepang
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memerhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memerhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar DewantaraK.H. Mas Mansyur, dan lain-lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerja sama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerja sama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah merumuskan PancasilaUUD 1945, dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir keRengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang olehMarsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang, antara lain dalam kasus romusha.
Masa Perang Revolusi.
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelangProklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di DalatVietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain SoekarniWikanaSinggih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan momen tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP. Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada tempat 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu (di bawah Inggris), meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah menjadi semipresidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia(PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.

Masa kemerdekaan
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat di kalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang memercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.
http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf8/skins/common/images/magnify-clip.png
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang mengubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam penyelesaian konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.[rujukan?]
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).

Kejatuhan
Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965.[26][13] Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya.[13] Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan.[26] Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme).[6][26] Sikap Soekarno yang menolak membubarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.[13][6]
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno.  Isi dari surat tersebut merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden.[26] Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang.[26] Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan.
Soekarno kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IVMPRS.  Pidato tersebut berjudul "Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni 1966. MPRS kemudian meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut.[26] Pidato "Pelengkap Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari 1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.
Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka.[27]Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de facto menjadi kepala pemerintahan Indonesia.  Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan umum berikutnya.

Sakit hingga meninggal.
Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965.  Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan di WinaAustria tahun1961 dan 1964. Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional.  Ia masih bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto,Jakarta dengan status sebagai tahanan politik.[27][5] Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi.[27] Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan anggota tim dokter kepresidenan.[27] Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.
Komunike medis tersebut menyatakan hal sebagai berikut:
1.    Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
2.    Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
3.    Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat meninggalnya.
Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintahan Presiden Soehartomemilih Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno.[27] Hal tersebut ditetapkan lewat Keppres RI No. 44 tahun1970.  Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan keesokan harinya bersebelahan dengan makam ibunya.[27] Upacara pemakaman Soekarno dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur upacara.[27] Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh hari.

 Peninggalan
Dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno pada 6 Juni 2001, maka Kantor Filateli Jakarta menerbitkan prangko "100 Tahun Bung Karno".[9] Prangko yang diterbitkan merupakan empat buah prangko berlatar belakang bendera Merah Putih serta menampilkan gambar diri Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden Republik Indonesia.[9] Prangko pertama memiliki nilai nominal Rp500 dan menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di perguruan tinggi tahun 1920-an terpampang di atasnya. Sementara itu, prangko yang ketiga memiliki nominal Rp900 serta menunjukkan foto Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI. Prangko yang terakhir memiliki gambar Soekarno ketika menjadi Presiden dan bernominal Rp1000. Keempat prangko tersebut dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh Perum Peruri.[9] Selain prangko, Divisi Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan juga lima macam kemasan prangko, album koleksi prangko, empat jenis kartu pos, dua macam poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung Karno.
Prangko yang menampilkan Soekarno juga diterbitkan oleh Pemerintah Kuba pada tanggal 19 Juni 2008. Prangko tersebut menampilkan gambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro.[28] Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba.
http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf8/skins/common/images/magnify-clip.png
Nama Soekarno pernah diabadikan sebagai nama sebuah gelanggang olahraga pada tahun1958. Bangunan tersebut, yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno, didirikan sebagai sarana keperluan penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta. Pada masa Orde Baru, kompleks olahraga ini diubah namanya menjadi Gelora Senayan. Tapi sesuai keputusan Presiden Abdurrahman Wahid, Gelora Senayan kembali pada nama awalnya yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno. Hal ini dilakukan dalam rangka mengenang jasa Bung Karno.[29]
Setelah kematiannya, beberapa yayasan dibuat atas nama Soekarno. Dua di antaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno dan Yayasan Bung Karno. Yayasan Pendidikan Soekarno adalah organisasi yang mencetuskan ide untuk membangun universitas dengan pemahaman yang diajarkan Bung Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati Soekarnoputri, anak ke tiga Soekarno dan Fatmawati. Pada tahun 25 Juni 1999 Presiden Bacharuddin Jusuf Habibiemeresmikan Universitas Bung Karno yang secara resmi meneruskan pemikiran Bung Karno,Nation and Character Building kepada mahasiswa-mahasiswanya.[30]
Sementara itu, Yayasan Bung Karno memiliki tujuan untuk mengumpulkan dan melestarikan benda-benda seni maupun nonseni kepunyaan Soekarno yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.[31] Yayasan tersebut didirikan pada tanggal 1 Juni 1978 oleh delapan putra-putri Soekarno yaitu Guntur SoekarnoputraMegawati SoekarnoputriRachmawati SoekarnoputriSukmawati SoekarnoputriGuruh SoekarnoputraTaufan SoekarnoputraBayu Soekarnoputra, dan Kartika Sari Dewi Soekarno.[31] Pada tahun2003, Yayasan Bung Karno membuka stan di Arena Pekan Raya Jakarta.[9] Di stan tersebut ditampilkan video pidato Soekarno berjudul "Indonesia Menggugat" yang disampaikan di Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa Soekarno menjadi presiden.  Selain memperlihatkan video dan foto, berbagai cenderamata Soekarno dijual di stan tersebut.[9] Di antaranya adalah kaus, jam emas, koin emas, CD berisi pidato Soekarno, serta kartu pos Soekarno. 
Seseorang yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno mengaku memiliki harta benda warisan Soekarno. Soenuso mengaku merupakan mantan sersan dari Batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang.[9] Ia pernah menunjukkan benda-benda yang dianggapnya sebagai warisan Soekarno itu kepada sejumlah wartawan di rumahnya di CileungsiBogor. Benda-benda tersebut antara lain sebuah lempengan emas kuning murni 24 karat yang terdaftar dalam register emas JM London, emas putih dengan cap tapal kuda JM Mathey London serta plakat logam berwarna kuning dengan tulisan ejaan lama berupa deposito hibah.[9] Selain itu terdapat pula uang UBCN (Brasil) dan Yugoslavia serta sertifikat deposito obligasi garansi di Bank Swiss dan Bank Netherland.  Meskipun emas yang ditunjukkan oleh Soenuso bersertifikat namun belum ada pakar yang memastikan keaslian dari emas tersebut.

 Penghargaan
Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri.[33] Perguruan tinggi dalam negeri yang memberikan gelar kehormatan kepada Soekarno antara lain Universitas Gajah Mada (19 September 1951), Institut Teknologi Bandung (13 September 1962), Universitas Indonesia (2 Februari 1963), Universitas Hasanuddin (25 April 1963), Institut Agama Islam Negeri Jakarta (2 Desember 1963), Universitas Padjadjaran (23 Desember 1964), dan Universitas Muhammadiyah (1 Agustus 1965).[33] Sementara itu, Columbia University (Amerika Serikat), Berlin University (Jerman), Lomonosov University (Rusia) danAl-Azhar University (Mesir) merupakan beberapa universitas luar negeri yang menganugerahi Soekarno dengan gelar Doktor Honoris Causa. 
Pada bulan April 2005, Soekarno yang sudah meninggal selama 35 tahun mendapatkan penghargaan dari Presiden Afrika SelatanThabo Mbeki.[9] Penghargaan tersebut adalah penghargaan bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions of OR Tamboyang diberikan dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi emas.  Soekarno mendapatkan penghargaan tersebut karena dinilai telah mengembangkan solidaritas internasional demi melawan penindasan oleh negara maju serta telah menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan penjajahan dan membebaskan diri dari apartheid. Acara penyerahan penghargaan tersebut dilaksanakan di Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria dan dihadiri oleh Megawati Soekarnoputri yang mewakili ayahnya dalam menerima penghargaan