Jaksa Agung Harus Telusuri Penyusutan Aset Sitaan Korupsi
Kisah ini bermula dari pernyataan yang pernah dilontarkan Sekjen Depkumham Abdul Bari Azed. Beberapa waktu lalu, dia menceritakan ihwal penyusutan dana tersebut.
Saat Menkeh dan HAM dijabat Yusril Ihza Mahendra, pernah dibentuk Tim Gabungan Pengumpulan Data Aset, yang tugasnya melacak kekayaan terpidana kasus BLBI Hendra Rahardja. Anggota tim terdiri dari unsur kejaksaan, kepolisian, Departemen Luar Negeri dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Hasilnya terlacak, aset sebesar lebih dari Rp 3,9 miliar atau rinciannya, Rp 3.987.336.784.
Uang itu, disebut berasal dari penyitaan aset almarhum Hendra Rahardja dalam bentuk Dolar Australia senilai 634.000. Dan ada tambahan lagi sebesar Rp 3,3 miliar. Dari total senilai Rp 3,9 miliar, selanjutnya dipakai untuk operasional tim sebesar Rp 680 juta. Sehingga, harusnya, sisa dana adalah sekitar Rp 3,3 miliar.
Namun, kata Azed, pada tahun 2004, sisa saldo di rekening tinggal Rp 3,6 juta saja. Lalu pada 2006, sesuai pengecekan BPK, saldo berkembang jadi Rp 5,5 juta. Pada 8 September 2006, rekening itu ditutup dan uangnya disetor ke kas negara.
Nah, pertanyaan yang muncul, kemana larinya penyusutan uang yang berasal dari aset Hendra Rahardja itu?
Kejanggalan ini pernah dipertanyakan oleh Jaksa Agung Hendarman Supandji. Karenanya, dia mengeluarkan surat perintah penyelidikan untuk mengusut penyusutan rekening tersebut. Rekening yang diselidiki berada di sebuah bank pemerintah Cabang Tebet, atas nama Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Departemen Kehakiman dan HAM.
Hendarman menyatakan, penyelidikan perlu dilakukan karena ada kecurigaan pelanggaran hukum terjadi pada rekening tersebut. Alasannya, uang yang disetor ke kas negara setelah rekening itu ditutup, jumlahnya kecil. Kejagung akan meningkatkan kasus ini ke penyidikan jika ditemukan bukti-bukti awal adanya tindak pidana.
Menurut Hendarman, untuk menyelidiki kasus ini sebenarnya tidak terlalu sulit. Departemen Keuangan tinggal menyelidiki, apakah uang senilai Rp 3,3 miliar itu benar-benar belum disetorkan ke kas negara atau bagaimana.
Menkeu Sri Mulyani juga pernah melaporkan hal tersebut kepada Presiden SBY. Dipertegas Irjen Depkeu, Hekinus Manao, dana ke rekening itu awalnya senilai Rp 3,9 miliar. Namun sebagian terpakai untuk membayar honorarium anggota, yaitu sekitar Rp 600 juta-an. Dia tidak menjelaskan, soal saldo yang tersisa di rekening itu.
Bagaimana tanggapan Presiden? Dia meminta Menkeu tidak membiarkan terulangnya penempatan dana negara di departemen atau lembaga non departemen, apalagi kalau rekeningnya tidak jelas.
Ketua Gerakan Pemuda Anti Korupsi (Gepak), Thariq Mahmud meminta Kejaksaan secara transparan mengusut kasus ini.
“Kalau tidak ada indikasi penyelewengan harus cepat diumumkan ke publik. Tetapi bila ada tindak pidana, maka pihak-pihak yang selama ini mengunakan uang itu harus diperiksa,” jelasnya.
Menurutnya, pengembalian uang pengganti korupsi kepada negara, harus ditingkatkan jumlahnya. Selama ini sedikit sekali uang sitaan korupsi yang bisa dikembalikan ke kas negara.
Thariq mengingatkan, agar kasus penyelewengan itu segera dituntaskan. Kalau tidak, akan jadi preseden buruk.
Sekjen Government Watch (Gowa), Andi W Syahputra heran dengan menyusutnya duit sitaan terpidana korupsi yang menghilang. Apalagi nilainya tidak tanggung-tanggung, karena sampai Rp 3,3 miliar.
“Kejagung harus menelusuri ini. Jangan didiamkan saja. Kalau tidak bisa, segera serahkan ke lembaga penegak hukum lain,” ucapnya.
Andi juga meminta Kejagung transparan. Jangan sampai ditunda-tunda karena kasus ini bisa jadi sorotan masyarakat.
“Ke mana larinya uang itu? Ini penting ditelusuri karena menyangkut uang negara dalam jumlah besar,” tukasnya.
“Kita Dorong Kasus Ini Cepat Selesai”
Nasir Djamil, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil meminta keseriusan Kejagung untuk menindaklanjuti kasus dugaan penyimpangan dana likuidasi Bank Harapan Sentosa (BHS) sebesar Rp 3,3 miliar.
“Kita dorong agar kasus ini cepat selesai. Karena itu masih terbilang penyimpangan. Jadi, tidak ada kata tidak untuk mengusut kebenaran itu,” kata Nasir Djamil.
Lebih jauh Nasir menekankan Kejagung lebih proaktif lagi. Bukan hanya itu, kata Nasir, pihaknya akan menanyakan dalam rapart kerja (raker) bersama kejaksaan terkait hal ini. “Ini akan menjadi catatan penting bagi kami,” ungkapnya.
“Saya Tidak Tahu Kasus Ini”
Marwan Effendy, JAM Pidsus
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus), Marwan Effendy mengaku tidak mengetahui kasus penyusutan duit sitaan korupsi itu. Bahkan, dia juga tidak tahu ada uang sebesar Rp 5,5 juta yang sudah disetorkan ke kas negara.
“Saya tidak tahu kasus ini, jadi nggak ada komentar,” singkat Marwan Effendy kepada Rakyat Merdeka.
“Saya Akan Cek Dulu”
Harry Soeratin, Karo Humas Depkeu
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan (Karo Humas Depkeu), Harry Soeratin mengaku belum bisa memberikan keterangan terkait kasus dugaan penyusutan uang sitaan korupsi yang sudah disetor ke kas negara.
“Saya akan cek dan telusuri dulu ke unit yang menangani hal itu,” kata Harry Soeratin kepada Rakyat Merdeka.
“Semua Sudah Diserahkan”
Patrialis Akbar, Menkumham
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Patrialis Akbar menegaskan kalau semua uang hasil sitaan hasil korupsi tidak ada yang disimpan di rekening Depkumham. Semua langsung diserahkan ke kejaksaan.
“Pokoknya semua hasil buruan tidak ada yang mengendap di Depkumham. Semua sudah diserahkan, termasuk aset Hendra Rahardja yang baru diberikan menteri dalam negeri Australia,” kata Patrialis Akbar kepada Rakyat Merdeka belum lama ini.