Saturday, 19 December 2009

INILAH ISI RPP PENYADAPAN SECARA LENGKAP DARI BAB I sampai BAB XII

RANCANGAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
TATA CARA INTERSEPSI

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1


Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan mendengarkan, mengetahui, merekam, membelokkan, menghambat, dan/atau mencatat transmisi suatu Komunikasi Elektronik terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dan bukan merupakan informasi publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi, termasuk kegiatan permintaan dan pemberian Rekaman Informasi.

Rekaman Informasi adalah rekaman yang memuat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada data suara, teks, gambar, dan video.

Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.

Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.

Penyelenggara Sistem Elektronik adalah setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, masyarakat, pemerintah, atau yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan Sistem Elektronik dan/atau memberikan layanan Sistem Elektronik, termasuk layanan komunikasi, baik sendiri maupun bersama-sama, untuk keperluan sendiri atau keperluan pihak lain, baik sebagai sistem informasi maupun sebagai sistem komunikasi, sesuai dengan fungsi dan perannya.

Aparat Penegak Hukum adalah aparat dari instansi penegak hukum yang memiliki kewenangan untuk melakukan Intersepsi atau penyadapan berdasarkan undang-undang, yang ditugasi secara tertulis.

Retensi Data adalah penyimpanan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam bentuk Rekaman Informasi demi kepentingan pertanggungjawaban hukum selama jangka waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Enkripsi adalah serangkaian perangkat atau prosedur untuk mengacak dan/atau menyusun kembali suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik agar suatu Informasi tidak dapat dibaca oleh Orang yang tidak berhak.

Identifikasi Sasaran adalah tindakan yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum untuk menandai identitas pengguna yang diduga terlibat tindak pidana.

Pusat Pemantauan (monitoring center) adalah fasilitas yang digunakan oleh Aparat Penegak Hukum untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan proses Intersepsi sesuai dengan Prosedur Pengoperasian Standar.

Prosedur Pengoperasian Standar, yang selanjutnya disingkat PPS, adalah seperangkat aturan yang bersifat baku yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan Intersepsi.

Pusat Intersepsi Nasional adalah lembaga yang dibentuk dan dikelola oleh pemerintah yang berfungsi sebagai gerbang terpadu yang melakukan pengawasan, pengendalian, pemantauan, dan pelayanan terhadap proses Intersepsi agar proses Intersepsi berjalan sebagaimana mestinya.

Perangkat Antarmuka (interface device) adalah perangkat elektronik yang berfungsi menghubungkan dua Sistem Elektronik atau lebih yang melaksanakan pertukaran data.

Menteri adalah menteri yang membidangi urusan komunikasi dan informatika.

Departemen adalah departemen yang membidangi urusan komunikasi dan informatika.

Pasal 2

Ruang lingkup berlakunya Peraturan Pemerintah ini adalah untuk Intersepsi dalam rangka penegakan hukum.

BAB II PERSYARATAN INTERSEPSI

Pasal 3


Syarat-syarat Intersepsi adalah:
a. dilakukan untuk tindak pidana tertentu atau tindak pidana yang ancaman pidananya lima tahun atau lebih, seumur hidup, atau mati;
b. telah memperoleh bukti permulaan yang cukup;
c. diajukan secara tertulis atau elektronik oleh pejabat yang ditunjuk oleh Jaksa Agung Republik Indonesia atau Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pimpinan instansi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang;
d. telah memperoleh penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan
e. dilakukan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang setiap 3 (tiga) bulan sesuai dengan keperluan;

(2) Permintaan penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk melakukan Intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d harus dengan menyampaikan berkas secara tertulis dan/atau elektronik:
a. surat perintah kepada penegak hukum yang bersangkutan;
b. identifikasi sasaran;
c. pasal tindak pidana yang disangkakan;
d. tujuan dan alasan dilakukannya Intersepsi;
e. substansi informasi yang dicari; dan
f. jangka waktu Intersepsi.

BAB III
PELAKSANAAN INTERSEPSI

Pasal 4


Permintaan penetapan Intersepsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Penetapan Intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan segera setelah permintaan diterima oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam secara tertulis dan/atau secara elektronik.

Permintaan Intersepsi disampaikan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik melalui Pusat Intersepsi Nasional secara tertulis dan/atau secara elektronik sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.

Teknis operasional pelaksanaan Intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui Pusat Intersepsi Nasional.

Pasal 5

Permintaan pelaksanaan Intersepsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 berisi identifikasi sasaran dan jangka waktu Intersepsi dengan dilampiri berkas yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyampaikan hasil Intersepsi Rekaman Informasi paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam terhitung sejak permintaan diterima.

Penyelenggara Sistem Elektronik wajib memenuhi permintaan pelaksanaan Intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam terhitung sejak permintaan diterima.

Dalam hal permintaan Intersepsi secara teknis tidak dapat dilaksanakan, Penyelenggara Sistem Elektronik wajib memberitahukan secara tertulis dan/atau elektronik kepada instansi Aparat Penegak Hukum yang melakukan permintaan Intersepsi melalui Pusat Intersepsi Nasional.

Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan dalam waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam terhitung sejak secara teknis proses Intersepsi tidak dapat dilaksanakan.

Hasil Intersepsi Rekaman Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara rahasia kepada Aparat Penegak Hukum yang melakukan permintaan Intersepsi melalui Pusat Intersepsi Nasional.

Pasal 6

Intersepsi dilaksanakan berdasarkan PPS yang ditetapkan oleh Instansi Aparat Penegak Hukum dan diketahui oleh Menteri sesuai dengan prinsip-prinsip perlindungan hak asasi manusia.

BAB IV
ALAT DAN PERANGKAT INTERSEPSI

Pasal 7


Alat dan perangkat Intersepsi meliputi:
a. Perangkat Antarmuka;
b. perangkat mediasi;
c. Pusat Pemantauan; dan
d. sarana dan prasarana transmisi penghubung.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar spesifikasi teknis alat, perangkat, dan penyelenggaraan Intersepsi diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 8

(1) Alat dan perangkat Intersepsi yang digunakan oleh Aparat Penegak Hukum harus disertifikasi.

(2) Alat dan Perangkat Intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terpasang dan terhubung dengan Pusat Intersepsi Nasional serta telah memenuhi uji laik operasi dan berfungsi sesuai dengan tujuan peruntukannya.

(3) Aparat Penegak Hukum harus menjamin kendali dan keamanan alat dan perangkat Intersepsi yang berada di bawah kewenangannya.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi dan uji laik operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.

BAB V
KEWAJIBAN PENYELENGGARA SISTEM ELEKTRONIK

Pasal 9


Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menjaga kerahasiaan dan kelancaran proses Intersepsi melalui Sistem Elektronik yang dikelolanya.

Dalam melaksanakan Intersepsi, Penyelenggara Sistem Elektronik wajib:
a. menjamin ketersambungan sarana Antarmuka Intersepsi ke Pusat Pemantauan melalui Pusat Intersepsi Nasional; dan
b. menjaga dan memelihara alat dan perangkat Intersepsi, termasuk Perangkat Antarmuka dan fungsi mediasi Intersepsi yang berada di bawah kendali Penyelenggara Sistem Elektronik tersebut.

Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menjamin bahwa kompatibilitas dan interoperabilitas dengan sistem Pusat Intersepsi Nasional dan Pusat Pemantauan terpenuhi dengan baik.

Penyelenggara Sistem Elektronik wajib memberikan bantuan informasi teknis yang diperlukan oleh Aparat Penegak Hukum dan Pusat Intersepsi Nasional, termasuk standar teknik, konfigurasi, dan kemampuan Perangkat Antarmuka milik Penyelenggara Sistem Elektronik yang disiapkan untuk disambungkan dengan sistem Pusat Pemantauan melalui Pusat Intersepsi Nasional.

Penyelenggara Sistem Elektronik wajib memperoleh persetujuan Pusat Intersepsi Nasional sebelum dilakukan penambahan atau pengubahan konfigurasi dan/atau spesifikasi Sistem Elektronik yang dapat mempengaruhi proses Intersepsi.

Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyimpan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tentang pemakaian jasa komunikasi untuk kepentingan pembuktian dalam jangka waktu paling singkat 12 (dua belas) bulan.

Penyelenggara Sistem Elektronik wajib membuka Enkripsi atas permintaan Intersepsi yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.

BAB VI
PUSAT INTERSEPSI NASIONAL

Pasal 10


(1) Intersepsi dilaksanakan melalui lembaga mediasi yang memiliki kewenangan dalam pengawasan dan pengendalian Intersepsi.

(2) Penyelenggaraan mediasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh Pusat Intersepsi Nasional yang dibentuk dengan Keputusan Presiden.

(3) Pusat Intersepsi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas:
menetapkan standar teknis yang digunakan dan prosedur mekanisme kerja Intersepsi;
menyediakan sarana dan prasarana bagi interkoneksi di antara para pihak dalam mendukung proses Intersepsi; menyediakan infrastruktur untuk mendukung interkoneksi di antara para pihak dalam proses Intersepsi; memberikan layanan administrasi; memastikan ketersambungan sistem Intersepsi antara Aparat Penegak Hukum dan Penyelenggara Sistem Elektronik; memastikan berfungsinya intermediasi yang berkaitan dengan proses Intersepsi; memberikan layanan teknis bagi para pihak yang terlibat dalam proses Intersepsi; dan melakukan pengawasan terhadap Penyelenggara Sistem Elektronik yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya.

(4) Pusat Intersepsi Nasional bertanggung jawab kepada Dewan Pengawas Intersepsi Nasional.

BAB VII
DEWAN PENGAWAS INTERSEPSI NASIONAL

Pasal 11


Dewan Pengawas Intersepsi Nasional beranggotakan Menteri, Jaksa Agung, Kapolri, dan pimpinan instansi lainnya yang berwenang melakukan Intersepsi.

Dewan Pengawas Intersepsi Nasional diangkat oleh Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden untuk masa jabatan paling lama 4 (empat) tahun.

Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Pengawas Intersepsi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat membentuk tim audit.

Pasal 12

Tim audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) mempunyai tugas:
a. memeriksa pelaksanaan PPS yang telah ditetapkan;
b. memeriksa kepatuhan Penyelenggara Sistem Elektronik dalam menjalankan kewajibannya; dan
c. melakukan tugas-tugas lain sesuai dengan penugasan dari Dewan Pengawas Intersepsi Nasional.

(2) Keanggotaan tim audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas perwakilan dari:
a. instansi yang berwenang melakukan Intersepsi;
b. Penyelenggara Sistem Elektronik; dan
c. instansi yang membidangi komunikasi dan informatika.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, tata cara, dan mekanisme pelaksanaan tugas tim audit diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB VIII
HASIL INTERSEPSI

Pasal 13


Hasil Intersepsi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini bersifat rahasia.

Penggunaan hasil Intersepsi oleh Aparat Penegak Hukum harus dilakukan secara profesional, proporsional, dan relevan sesuai dengan kepentingan pembuktian.

Hasil Intersepsi yang tidak berkaitan dengan kepentingan pembuktian harus dimusnahkan.

BAB IX
BIAYA

Pasal 14


Biaya yang timbul akibat pelaksanaan Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b dibebankan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik.

Biaya yang timbul akibat pelaksanaan Pasal 7 ayat (1) huruf c dan huruf d dibebankan kepada Instansi Aparat Penegak Hukum yang bersangkutan.

Biaya yang timbul akibat pelaksanaan Pusat Intersepsi Nasional dibebankan kepada anggaran Departemen.

BAB X
LARANGAN DAN SANKSI

Bagian Kesatu
Larangan
Pasal 15


Penyelenggara Sistem Elektronik, Aparat Penegak Hukum, dan pihak-pihak yang terkait dengan Intersepsi dilarang membocorkan rahasia dan/atau mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak lain yang tidak berwenang, baik secara tertulis maupun tidak tertulis.

Penyelenggara Sistem Elektronik, Aparat Penegak Hukum, dan pihak-pihak yang terkait dengan Intersepsi dilarang meminjamkan, menyewakan, menjual, memperdagangkan, mengalihkan, dan/atau menyebarkan Alat dan Perangkat Intersepsi kepada pihak lain yang tidak berwenang.

Bagian Kedua
Sanksi
Pasal 16


Penyelenggara Sistem Elektronik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4); Pasal 9; dan Pasal 15 dikenai sanksi administratif.

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. teguran tertulis;
b. denda administratif;
c. pemberhentian sementara;
d. tidak diberikan perpanjangan izin; dan/atau
e. pencabutan izin.

Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghapuskan pertanggung jawaban pidana.

Pasal 17

Aparat Penegak Hukum yang mengetahui adanya pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) memberitahukan kepada Menteri paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diketahuinya pelanggaran tersebut.

Setelah menerima pemberitahuan dari Aparat Penegak Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari, Menteri memeriksa kebenaran pemberitahuan tersebut.

Jika berdasarkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri menilai bahwa pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) benar, Menteri mengenakan sanksi teguran tertulis pertama.

Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari Penyelenggara Sistem Elektronik mengabaikan sanksi teguran tertulis pertama, Menteri mengenakan sanksi teguran tertulis kedua dengan penetapan denda administratif sebesar Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari Penyelenggara Sistem Elektronik tetap mengabaikan sanksi teguran tertulis kedua dan/atau tidak membayar denda administratif, Menteri mengenakan sanksi teguran tertulis ketiga dan menghentikan sementara kegiatan Penyelenggara Sistem Elektronik.

Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah penghentian sementara kegiatan Penyelenggara Sistem Elektronik tetap mengabaikan sanksi teguran tertulis ketiga dan tidak membayar denda administratif, Menteri tidak memberikan perpanjangan izin atau mencabut izin yang dimiliki Penyelenggara Sistem Elektronik.

Pasal 18

Atas permintaan Jaksa Agung, dalam keadaan yang penting dan mendesak serta untuk melindungi kepentingan umum, Menteri dapat langsung menghentikan sementara kegiatan Penyelenggara Sistem Elektronik atau mencabut izin yang dimiliki Penyelenggara Sistem Elektronik.

Pasal 19

Pembayaran denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4) harus dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari sejak penetapan denda administratif diterima oleh Penyelenggara Sistem Elektronik.

Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan langsung kepada kas negara.

Pasal 20

Penyelenggara Sistem Elektronik yang dikenai sanksi administratif dapat mengajukan keberatan kepada Menteri.

Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik dan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan keberatan terhadap pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 21


Pusat Intersepsi Nasional beserta kelengkapannya harus sudah dibentuk paling lama 3 (tiga) tahun setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.

Sebelum Pusat Intersepsi Nasional terbentuk, Menteri dapat membentuk tim audit yang bersifat sementara.

Sepanjang Pusat Intersepsi Nasional belum terbentuk, pengajuan permintaan Intersepsi oleh Aparat Penegak Hukum dilakukan sesuai dengan PPS.

PPS yang dibuat oleh Aparat Penegak Hukum harus disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.

Dalam hal belum terbentuk Pusat Intersepsi Nasional atau karena keterbatasan jangkauan Pusat Intersepsi Nasional, permintaan Intersepsi dapat diajukan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik.

Dalam hal telah terbentuk Pusat Intersepsi Nasional, Intersepsi dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum melalui Pusat Intersepsi Nasional.

Dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyiapkan alat dan perangkat Intersepsi untuk mendukung fungsi Intersepsi sesuai dengan daya jangkau dan layanan.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 22


Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Pasal 87, Pasal 88, dan Pasal 89 Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 23

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


PENJELASAN PASAL PER PASAL

Pasal 3
Ayat (1)
Huruf a

Yang dimaksud dengan “tindak pidana tertentu” ialah tindak pidana yang diatur dalam undang-undang yang memberikan kewenangan kepada Aparat Penegak Hukum untuk melakukan Intersepsi.

Huruf e
Syarat-syarat perpanjangan masa Intersepsi sama dengan syarat-syarat pengajuan permintaan Intersepsi.

Pasal 4

Ayat (1)

Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengatur lebih lanjut tentang tata cara permintaan dan pemberian penetapan Intersepsi agar terselenggara 24 (dua puluh empat) jam.

Ayat (2)
Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dapat dilakukan melalui Sistem Elektronik.

Ayat (3)
Permintaan tertulis diajukan untuk permintaan Rekaman Informasi (call data record). Apabila permintaan tidak dapat dipenuhi, pemberitahuan mengenai hal tersebut disampaikan secara tertulis.

Pasal 5

Ayat (2)

Rekaman Informasi dalam konteks ini meliputi data yang berbentuk data simpanan (stored data) dan data komunikasi (communication data).

Data simpanan berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tersimpan secara permanen baik yang terhubung dengan sistem utama (on-line) maupun yang terpisah dari ketersambungan dengan sistem utama (off-line) dalam suatu media penyimpanan sekunder.

Data komunikasi berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang menjelaskan keberlangsungan proses komunikasi, yang meliputi, antara lain (i) informasi tentang data perlintasan (traffic data), (ii) informasi tentang detail Layanan Komunikasi Elektronik yang digunakan (service in use information), dan (iii) informasi tentang pengguna layanan (subscriber information).

Data perlintasan (traffic data) berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik menjelaskan proses komunikasi elektronik, yang meliputi, antara lain informasi tentang identifikasi pengirim dan penerima lokasi komunikasi, asal komunikasi, tujuan, rute, waktu, tanggal, ukuran, durasi, dan jenis dari layanan utama komunikasi.

Data layanan komunikasi (service in use information) berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang menjelaskan detail jenis layanan komunikasi yang digunakan, yang meliputi, antara lain, nomor yang digunakan, jenis layanan yang digunakan, durasi atau waktu penggunaan layanan, dan waktu terputusnya serta tersambungnya kembali koneksi layanan.

Data pengguna layanan (subscriber information) berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang menjelaskan detail pengguna layanan, antara lain, informasi tentang identitas subjek hukum, alamat, dan rincian tagihan.


Pasal 6

Yang dimaksud dengan “berdasarkan Prosedur Pengoperasian Standar yang sesuai dengan prinsip-prinsip perlindungan hak asasi manusia” ialah mengacu pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Alat dan Perangkat” dalam ayat ini meliputi perangkat keras, perangkat lunak dan perangkat lainnya.

Perangkat Antarmuka meliputi perangkat keras dan perangkat lunak.

Pasal 8
Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “sertifikasi” ialah pendaftaran Alat dan perangkat Intersepsi serta uji coba yang menyatakan bahwa alat dan perangkat tersebut berfungsi sebagaimana mestinya.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Alat dan perangkat Intersepsi telah memenuhi uji laik operasi” ialah Alat dan perangkat Intersepsi tersebut telah terpasang/terinstalasi dengan baik dan telah diuji sesuai dengan keberadaan Sistem Elektronik dan terbukti bekerja sebagaimana mestinya.

Ayat (3)
Yang dimaksud ”kompatibilitas” adalah kesesuaian sistem elektronik yang satu dengan sistem elektronik yang lainnya.

Yang dimaksud dengan “Interoperabilitas” ialah kemampuan dari penyelenggara sistem elektronik yang berbeda beda untuk dapat bekerja sama secara terpadu.Untuk dapat terjadinya interoperabilitas diperlukan kesepakatan pihak pihak yang terlibat untuk menggunakan standar/acuan yang telah ditetapkan yang didukung dengan keseragaman prosedur dan mekanisme kerja.

Pasal 13
Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “penggunaan hasil intersepsi secara proporsional” ialah penggunaan informasi sesuai dengan lingkup tindak pidana yang dijadikan dasar permintaan untuk melakukan Intersepsi.

Yang dimaksud dengan “penggunaan hasil intersepsi secara relevan” ialah penggunaan informasi sesuai dengan keterkaitan tindak pidana yang digunakan sebagai dasar permintaan untuk melakukan Intersepsi.

Ayat (3)
Tata cara pemusnahan hasil Intersepsi yang tidak terpakai diatur oleh masing-masing instansi penegak hukum dengan memperhatikan prinsip-prinsip keamanan informasi dan waste management.

Pasal 16
Ayat (2)
huruf c

Yang dimaksud dengan “pemberhentian sementara” ialah setiap tindakan yang mengakibatkan Sistem Elektronik tidak dapat diakses oleh publik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tindakan membekukan nama domain dan melakukan tindakan blocking atau filtering.

Ayat (3)
Peraturan pemerintah ini hanya mengatur sanksi administratif sedangkan ketentuan pidana adalah sebagaimana diatur dalam undang-undang terkait.