Monday, 17 December 2012

Pertemuan Jokowi dan Agus Marto Tentukan Nasib MRT. Jokowi berharap pemerintah pusat menyetujui pembagian beban pembiayaan

Pencanangan persiapan pembangunan MRT
Kelanjutan proyek pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta akan segera ditentukan. Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, akan menggelar mediasi antara Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, dan Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, pekan ini.
Pertemuan ini membahas pembagian subsidi pembiayaan proyek MRT. Hatta mengatakan, hingga kini belum mengetahui formulasi subsidi yang akan dibahas dan disepakati bersama. Mediasi antaraJokowi dan Agus diharapkan dapat menghasilkan sebuah keputusan. Jika pembangunan MRT dilaksanakan pada 2013, diperkirakan pada 2017 MRT sudah siap digunakan.

Hatta mengakui, proyek pembangunan moda transportasi massal ini begitu mendesak. Itu mengingat kemacetan lalu lintas Ibukota yang kian parah akibat terus bertambahnya penggunaan kendaraan pribadi. "Pekan depan kami usahakan," kata Hatta di Jakarta, Minggu 16 Desember 2012.

Jokowi memastikan hadir. Mantan walikota Solo itu berharap pemerintah pusat dapat menyetujui usulannya terkait pembagian beban pembiayaan MRT yang dinilainya memberatkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Bila kesepakatan sudah didapatkan dengan pemerintah pusat, maka proyek tersebut bisa segera dilaksanakan. "Untuk sharing beban, inginnya itu 70 persen pemerintah pusat dan 30 persen beban ditanggung pemprov," kataJokowi.

Dengan beban yang tidak terlalu besar, kata dia, Pemprov DKI dapat memberi subsidi tiket bagi penumpang MRT. Jokowi menginginkan tarif MRT bisa serendah mungkin, bahkan kalau bisa Rp10 ribu.

Agus Martowardojo menegaskan menolak usulan Jokowi. Agus menjelaskan masalah transportasi publik harusnya menjadi prioritas pemerintah daerah dan seharusnya Pemda DKI Jakarta mendorong anggarannya untuk subsidi transportasi publik.

"Permintaan Pemda itu baik, tapi itu harus dilakukan oleh pemda. Kalau tidak, nanti pemda-pemda lain menangkap masalah transportasi publik bukan merupakan prioritasnya," kata dia akhir November lalu.

Mantan Dirut Bank Mandiri ini menjelaskan pemerintah pusat akan membantu pemerintah daerah dengan format hibah. Bentuk hibah ini merupakan dukungan yang besar dari pemerintah pusat agar pemeritah daerah DKI Jakarta untuk merealisasikan mega proyek tersebut.

Saat ini pemerintah pusat sedang memprioritaskan subsidi dalam bentuk konversi bahan bakar minyak (BBM) menjadi bahan bakar gas (BBG), serta mendorong penggunaan energi terbarukan. Untuk itu Agus menegaskan sudah sebaiknya pemerintah provinsi khususnya DKI Jakarta, untuk mendorong subsidi ke transportasi publik.
Hatta sendiri sepakat dengan ide Jokowi yang meminta pemerintah pusat mensubsidi tiket MRT. Sebab, berdasarkan kajian, harga tiket MRT yang tidak menggunakan subsidi mencapai Rp38 ribu per orang. Perhitungan ini jika menggunakan skema pembiayaan dengan komposisi 42 persen ditanggung pemerintah pusat dan 58 persen pemerintah daerah.

Subsidi tiket, katanya, merupakan hal yang wajar dan diterapkan di negara-negara yang telah menggunakan MRT. Ia menilai masyarakat Jakarta sudah membutuhkan MRT karena kemacetan di DKI Jakarta membutuhkan solusi.

Untuk itu, Hatta meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk duduk bersama memikirkan solusi permasalahan yang membelit mega proyek transportasi massal ini.

Hatta menjelaskan saat ini pemerintah sedang mencoba menurunkan beban investasi agar lebih murah. Selain itu, pemerintah akan memaksimalkan pendapatan di luar tiket untuk mengurangi beban investasi dan operasional MRT.
Harga tiket terlalu mahal
Usai dilantik sebagai gubernur DKI Jakarta pada 15 Oktober lalu, Joko Widodo, berjanji untuk melanjutkan proyek MRT. Kereta bawah tanah ini merupakan warisan program mantan Gubernur DKI Fauzi Bowo. Sebelum dilanjutkan,Jokowi meminta proyek itu dikaji ulang.

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, menambahkan, permintaan pemaparan ulang PT MRT menyusul adanya kajian dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengenai mahalnya nilai proyek MRT.

Pemprov DKI juga masih akan mengkaji rute yang telah ditetapkan. Sebab, dengan rute yang ada sekarang yakni koridor selatan-utara dari Lebakbulus-Kampungbandan, harus mengorbankan keberadaan Stadion Lebakbulus.

"Kenapa tidak dibalik, dari utara ke selatan, jadinya Kampungbandan-Lebakbulus. Kan lahan di Kampungbandan lebih luas. Nah itu yang akan dikaji," kata Ahok, sapaan akrabnya. "Warga yang tinggal di Jakarta Selatan seperti Bintaro sudah lewat BSD naik Kereta Rel Listrik (KRL). Jadi penumpangnya nanti mana?."

Meski demikian, Ahok mengakui nasib pembangunan proyek ini harus segera diputus. Terlambat mengambil keputusan maka pemerintah DKI akan penalti yang nilainya mencapai Rp800 juta.

Setelah menemui jalan buntu, Gubernur Jokowi untuk keempat kalinya bertemu Dirut PT MRT Jakarta, Tri Budi Rahardjo selaku pelaksana proyek kereta bawah tanah, mass rapid transit.

Jokowi menjelaskan pertemuan empat mata dengan Dirut MRT Jakarta tersebut cukup menjawab beberapa hal yang kurang jelas. Seperti soal biaya pembangunan per kilometer dan tiket MRT.
"Harga per kilometer ini kan Rp900 miliar. Saya kan punya pegangan. Memang tidak mahal. Tapi juga tidak murah. Namun, ini kan masih ditenderkan lagi. Jadi masalah per kilometernya ini tidak membebani pikiran saya," ujarnya.

PT MRT Jakarta mematok harga tiket sebesar Rp15 ribu. Namun, Jokowikeberatan. Dia menginginkan kelak harga tiket MRT maksimal Rp10 ribu.
"Hitung-hitungannya, tanpa subsidi Rp38 ribu, disubsidi jadi Rp18 ribu. Kalau ada subsidi lagi jadi Rp15 ribu. Tapi inginnya di lain-lain negara kan (harga tiket) 1 dolar. Sekitar Rp9 ribu sampai Rp10 ribu," ujar Jokowi.

Dia mengaku telah meminta Direktur PT MRT Jakarta, Tri Budi Rahardjo, untuk menekan harga tiket MRT berkisar Rp9 ribu sampai Rp10 ribu. Tapi, menurutJokowi, Tri Budi belum sanggup menekan harga tiket MRT.

Karena itu, Pemprov DKI minta bantuan pemerintah pusat. Dikatakan Jokowi, pihaknya akan meminta Kementerian Keuangan mengkaji soal beban pembagian pinjaman. Dia mengusulkan Pemerintah Provinsi DKI menanggung beban sebesar 30 persen. Sedangkan beban pemerintah pusat 70 persen. "Sehingga beban kita tidak terlalu berat, subsidinya juga tidak terlalu gede," ujarnya.

Berdasarkan data yang dipaparkan oleh PT MRT kepada Gubernur Jokowi, penawaran besaran tarif dibagi dua. Yakni untuk jurusan Lebak Bulus-Dukuh Atas seharga Rp8 ribu dan jika sampai ke Bundaran HI sebesar Rp15 ribu.

Besaran tarif  itu, menurut Tri Budi, didasarkan perhitungan jarak tahap satu yang diperpanjang jadi 15,7 kilometer dari Lebak Bulus-Bundaran HI dan total besaran pinjaman mencapai Rp14,25 trilliun.

Dia memperkirakan jumlah penumpang tahun pertama yaitu sebesar 173.420 jiwa setiap harinya. Pada tahun ke-10 MRT beroperasi, kenaikannya hanya sebesar 233.035 penumpang per hari. "Ini baru hitungan awal satu koridor saja yang beroperasi dari selatan-utara, belum hitungan koridor lainnya," ujar Tri Budi.

Jokowi berjanji akan segera memutuskan nasib MRT. Rencananya, kelanjutan proyek transportasi massal itu ditentukan pada Desember ini. "Saya mau bertemu menkeu dulu, baru diputuskan," katanya.

Kasdi: Saya Orang Kampung, Tak Punya Baju Bagus. Ia gagal mencari keadilan di MA karena memakai sandal jepit

Kasdi saat ditolak masuk Gedung Mahkamah Agung, Jakarta.
Kasdi, 52 tahun, tinggal di Demak, Jawa Tengah. Mata pencahariannya cuma menangkap ikan sepat atau betik di rawa. "Dari hasil menangkap ikan itu, saya paling besar dapat Rp50 ribu," ujar Kasdi kepada wartawan VIVAnews di YLBHI, Jakarta, Kamis 13 November 2012.

Meski begitu, tekadnya mencari keadilan tak sekecil ukuran ikan betik yang biasa dia tangkap.
Anak sulung Kasdi, Sarmidi (24 tahun), saat ini dibui di LP Kedung Pane, Semarang. Kasdi hakulyakin anaknya itu sebetulnya cuma korban rekayasa seorang petugas polisi. Dia dijebak lalu dituduh jadi pengedar narkoba. Sarmidi ditangkap 12 Desember 2011 dan oleh hakim Pengadilan Negeri Semarang divonis lima tahun penjara. Di mata Kasdi hukuman ini sangat tidak adil, karena menurut dia Sarmidi tak pernah melakukan kejahatan itu.
Karena itulah, Kamis, 13 Desember lalu, setelah upayanya di Semarang kandas, dia nekat mendatangi gedung Mahkamah Agung di Jakarta. Malangnya, di lembaga hukum tertinggi ini, dia diusir petugas satuan keamanan. Alasannya, karena dia datang cuma pakai sandal jepit.

Berikut petikan wawancara VIVAnews dengan nelayan lugu tapi gigih ini.

Bagaimana Sarmidi bisa terlibat kasus narkoba?
Awalnya, anak saya yang kerja di perusahaan pemotongan kayu itu kenalan sama Triyono. Mereka berkenalan di batas kota saat acara Tahun Baru Hijriah.
Di daerah saya itu (Demak) ada budaya kelurin, tumpengan kalau Tahun Baru Hijriah. Orang-orang dari kampung pada datang. Disitu lah Sarmidi kenalan sama Triyono alias Eblek.
Beberapa minggu kemudian, Sarmidi dikenalkan Triyono ke temannya yang lain yaitu AAN alias Ompong alias Kentos. Dia diajak bertemu di sebuah SPBU di Semarang.
Ternyata, AAN itu salah satu anggota polisi yang sering keluar masuk tahanan karena kasus narkoba. Waktu itu Sarmidi belum tahu bahwa AAN adalah polisi.

Setelah Sarmidi dan AAN ngobrol beberapa lama, Triyono meninggalkan mereka. Kemudian AAN menyuruh Sarmidi membeli ganja. Anak saya tidak mau. Sarmidi terus dipaksa sambil diberi uang Rp120 ribu. Akhirnya, ia mau juga dan mereka jalan ke suatu tempat untuk membeli ganja naik motor berboncengan.

Setelah ganja itu dibeli akhirnya mereka kembali ke tempat semula. Sampai di SPBU semula, Sarmidi memberikan ganja yang telah mereka beli ke AAN. Tapi, AAN tidak mau menerimanya, malah menyuruh menyimpannya berikut uang kembaliannya.
Karena takut dan melihat gelagat yang tidak baik, Sarmidi membuang ganja tersebut. Tak lama setelah ganja dia buang, tiba-tiba datang seorang polisi bernama AP. Sarmidi lalu dibawa ke kantor polisi dan langsung ditahan.

Selama penahanan dan persidangan Sarmidi, berapa uang yang sudah Anda habiskan?
Waktu itu saya bolak-balik ke kantor polisi dan pengadilan selama berbulan-bulan. Untuk ongkos dan makan saat menjalani persidangan saya menjual rumah seharga Rp9 juta ke tetangga saya. Itu juga karena tetangga saya kasihan kepada saya dan berniat membantu. Malahan, rumahnya masih saya tempati sampai sekarang.

Tapi, setelah anak saya divonis lima tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Semarang, saya tidak rela. Saya lalu mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Saya menyewa advokat, namanya Arwani. Saya dibuatkan Memori Kasasi oleh Arwani. Saya bayar dia Rp100 ribu. Lalu, Memori Kasasi itu dikasih ke Pengadilan Tinggi tapi tidak ada tanggapan juga.

Saya merasa sangat kesal sekali, lalu saya dan keluarga mendatangi DPRD Semarang. Di sana saya ceritanya demo. Di DPRD saya bertemu wartawan, lalu saya diberitakan.

Setelah beberapa hari saya melakukan aksi itu dan diberitakan wartawan, tiba-tiba datang seorang advokat dari Universitas Gajah Mada. Namanya Joko Suwito. Dia berniat membantu saya, tanpa pamrih. Dia datang ke rumah saya dan mengobrol. Setelah itu saya dibuatkan Memori Kasasi oleh Pak Joko Suwito dan katanya mau dikirimkan ke Mahkamah Agung.

Nah, maka dari itu saya datang ke Jakarta. Saya mau tanya ke Mahkamah Agung secara langsung apakah Memori Kasasi kasus anak saya ini sudah sampai belum? Saya mau minta keadilan, eh... baru sampai gerbang saja saya sudah diusir. Kata satpamnya, pakaian saya tidak layak dan cuma pakai sandal jepit.

Saat dilarang masuk Mahkamah Agung, bagaimana reaksi Anda?
Waktu ditolak di pintu MA, saya sangat drop. Saya bingung harus ke mana lagi... Saya sangat kecewa... Masa karena masalah pakaian dan sandal jepit saja saya tidak bisa menuntut keadilan? Saya tidak punya baju bagus. Baju saya sehari-hari ya ini. Sandal saya sehari-hari ya ini. Setiap hari saya bepakaian seperti ini. Saya orang kampung, saya tidak punya baju bagus...

Pekerjaan Anda sehari-hari menangkap ikan di rawa. Bisa bawa uang berapa sehari?
Hasil menangkap ikan itu paling besar saya dapat Rp50 ribu sehari. Kadang tidak dapat ikan sama sekali. Kalau pas dapat, rata-rata 5-10 kg. Tapi, seumur hidup saya, selama 10 tahun mencari ikan, pernah dapat 40 kg. Itu hanya sekali-sekalinya seumur hidup saya.

Ikan hasil tangkapan biasanya saya jual ke pengepul di pasar. Ikan yang saya tangkap banyak jenisnya, ada ikan betik, sepat, pokoknya ikan yang ada di rawa. Ikan betik hidup biasanya dihargai Rp7.000 per kilo. Kalau yang mati cuma Rp1.000. Saya harus beli es batu, biar ikannya tidak busuk.
Sebelum jadi pencari ikan, apa pekerjaan Anda?

Saya mulai bekerja mencari ikan sekitar tahun 2002. Dulunya saya bekerja di proyek bangunan. Tapi setelah anak saya yang kedua ini lahir (Novi Arian, 10 tahun), saya tidak berani meninggalkan keluarga saya jauh-jauh. Anak saya ini kalau suhu badannya panas suka kejang-kejang. Makanya saya khawatir dan alih profesi menangkap ikan di rawa saja. Biar penghasilannya tidak tetap, tapi saya tetap optimis...
Kalau pas tidak dapat ikan, bagaimana Anda menghidupi keluarga?
Kalau tidak dapat ikan, saya utang dulu ke warung. Nanti kalau saya dapat ikan banyak, saya bayar utangnya. Kalau ikan tidak laku, paling dimakan sendiri. Tapi biasanya pasti laku karena sudah ada pengepulnya di pasar

Anda pernah sekolah?
Saya tidak sekolah, Mas. Namanya juga orang kampung... Istri saya juga sama, tidak pernah sekolah. Kalau anak saya yang pertama, Sarmidi, sekolah sampai SD saja. Setelah lulus SD, dia bantu-bantu saya bekerja. Kalau anak saya yang kedua, Novi, sekarang baru kelas enam SD.

Anda bisa membaca dan menulis?
Kalau menulis saya tidak bisa sama sekali. Kalau baca saya bisa sedikit-sedikit, tapi tidak lancar. Namanya juga tidak pernah sekolah. Saya bisa baca diajari anak saya.

Buat apa sampai jauh-jauh ke Jakarta?
Niat saya ke Jakarta ini untuk meminta keadilan. Anak saya Sarmidi dijebak. Dia dituduh jadi pengedar narkoba. Sekarang dia divonis lima tahun penjara.
Ke Jakarta naik kereta?
Kami menumpang kereta ekonomi Tamang Jaya dari Semarang, turun di Stasiun Senen. Semula saya tidak tahu bagaimana caranya ke Mahkamah Agung. Mau naik apa, saya juga tidak tahu. Jadi, setelah sampai Stasiun Senen saya jalan kaki ke Mahkamah Agung. Dari Mahkamah Agung saya pergi ke kantor YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), menumpang bajaj, dibayari wartawan.

Ongkos kereta dari mana?
Tiket kereta api ekonomi harganya Rp33.500 per orang. Jadi, untuk tiga orang Rp100 ribu lebih sekali jalan. Kebetulan, saya sudah membeli tiket untuk pulang juga. Kalau beli di Jakarta takut mahal dan takut tidak kebagian tiket.  
Buat ongkos ke Jakarta, saya menjual delapan ekor ayam betina, dapat Rp200 ribu. Ayam-ayam itu dijual ke tetangga saya. Saya juga terpaksa menjual sepeda motor Yamaha saya, keluaran tahun 1981, dan sepeda onthel. Saya jual ke tukang besi rongsokan seharga Rp380 ribu.

Sebelumnya pernah ke Jakarta?
Memang bukan pertama kali ini saya ke Jakarta. Dulu sekitar tahun 1978, waktu masih bujangan, saya sempat kerja juga di Jakarta jadi buruh proyek. Saya dulu kerja di proyek pembangunan gedung Walikota, kalau tidak salah di Jalan S. Parman. Seingat saya, nama daerahnya Grogol. Tapi saya sudah lupa di mana persisnya tempatnya.

Terus yang kedua sebelum bulan puasa kemarin, sekitar bulan Juni 2012. Saya seminggu di Jakarta. Saya menginap di kantor YLBHI juga

Ini Sosok Shinta, Perempuan Karawang yang Tak Diakui Dinikahi Aceng

Sosok Shinta Larasati (22) menyeruak di tengah skandal Bupati Garut Aceng Fikri dan Fany Octora (18). Shinta merupakan perempuan asal Karawang yang dinikahi Aceng pada Maret 2012.

"Shinta adalah janda muda dari tanah Karawang, tinggi semampai badan sintal," terang Bambang Koosbayono, orang tua Shinta, dalam suratnya yang ditujukan kepada Mendagri Gamawan Fauzi seperti dilihat detikcom, Senin (16/12/2012).

Bambang memang sengaja berkirim surat pengaduan ke Gamawan. Alasan dia karena Aceng menolak mengakui anaknya pernah dinikahi secara siri. Apalagi kemudian Aceng mengumbar tudingan dia hendak memeras.

"Pertemuan Aceng dan Shinta di salah satu cafe di tanah Parahyangan. Pertemuan keduanya tidak memakan waktu banyak," jelas Bambang dalam surat itu.

Pernikahan digelar pada Maret 2012. Akad dan pesta perkawinan hanya berlangsung beberapa jam saja. Kemudian Shinta diboyong ke Garut oleh Aceng, sekaligus berbulan madu.

Hingga kemudian, Shinta yang berkenalan dengan Aceng di sebuah cafe di Bandung, setelah dua bulan dinikahi lantas diceraikan. Aceng mengirim kata cerai lewat pesan BBM. Dia juga membuat surat pernyataan talak cerai di atas materai Rp 6 ribu.

"Seorang pemimpin hendaknya punya akhlak budi pekerti yang baik, punya perilaku melindungi rakyatnya. Mempunyai ketulusan dan keikhlasan memimpin daerah yang diamanatkan padanya," harap Bambang.

Karena itu, Bambang pun mengirim surat ke Mendgari untuk mempertimbangkan sosok Aceng selaku Bupati Garut. Apakah pantas seorang pemimpin memiliki perilaku seperti itu, yang dianggap Bambang tak pantas memperlakukan perempuan.

Soal pernikahan dan foto Aceng-Shinta yang beredar, baik Aceng dan pengacaranya, Ujang Sujai, sudah membantahnya. Foto pernikahan dituding sebagai rekayasa. "Itu info dari mana lagi? Itu tidak benar," ujar Aceng.

Tulisan lengkap Saling Sandera Aceng dan Dewan bisa dibaca GRATIS di edisi terbaru Majalah Detik (edisi 55, 17 Desember 2012). Edisi ini mengupas tuntas kasus Aceng HM Fikri dengan tema ‘Aceng Membangkang’. Untuk aplikasinya bisa di-download di apps.detik.com dan versi pdf bisa di-download www.majalahdetik.com. Selamat menikmati!

Tetangga Terdakwa Penebang Pohon Bambu Mengamuk

Tetangga Budi (24) dan Munir (18) tidak terima dengan putusan sela Pengadilan Negeri Mungkid, Magelang, Jawa Tengah. Alhasil, perkara tersebut harus dilanjutkan dengan membuktikan di pokok persidangan atas tuduhan memotong bambu yang menjuntai ke rumah warga.

"Menolak eksepsi Terdakwa dan melanjutkan pokok perkara," ucap ketua majelis hakim Suharno di PN Mungkid, Jalan Veteran, Magelang, Senin (17/12/2012). 

Mendengar putusan sela ini, ibu Munir, Maemunah menangis histeris. Harapan melihat anaknya bebas belum benar-benar terwujud. "Anak saya cuma membersihkan pohon banmu yang ada di atas jalan, apalagi ujungnya ada di atas rumah saya," ujar Maemunah dengan terus menangis.

Ada pun tetangga yang memenuhi ruang sidang langsung berhamburan ke luar sidang. Mereka lalu melampiaskan kekesalan putusan sela itu dengan berteriak-teriak ungkapan kekecewaan putusan sela tersebut.

Tidak puas dengan teriakan, massa Desa Tampingan ini melempar pohon bambu ke halaman pengadilan. Pohon bambu ini dibawa sebagai bentuk keprihatinan atas dimejahijaukannya Budi dan Munir. Atas aksi ini, Kepala Desa Tampingan Heri Siswanto segera mendinginkan massa.

"Tenag-tenang, kita aksi damai. Jangan anarki," teriak Heri mendinginkan suasana yang segera dipatuhi warga.

Kasus ini bermula ketika Budi dan Munir beserta warga desa ramai-ramai menebang pohon bambu yang merintangi jalan pada April 2012 lalu. Tapi seminggu setelah itu, Budi, Munir dan 4 orang lainnya mendapat surat panggilan dari Polres Jagoan, Magelang.

Keenam warga desa ini dipanggil untuk membuktikan aduan adanya pengrusakan barang dan pencurian pohon bambu. Setelah pemanggilan hari itu, keenamnya wajib lapor setiap Senin dan Kamis.

Akhirnya hal yang tidak pernah diduga pun terjadi. Budi dan Munir dijebloskan ke LP Magelang oleh jaksa seiring pelimpahan berkas dari kepolisian ke jaksa dari Kejaksaan Negeri Magelang pada 5 - 27 November 2012.

Penangguhan penahanan Budi dan Munir seiring penetapan majelis hakim atas kasus tersebut.

Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa keduanya dengan pasal 170 KUHP tentang kejahatan ketertiban umum terhadap para pelaku pengrusakan atau kekerasan terhadap orang atau barang. JPU juga mendakwa dengan Pasal 406 KUHP tentang Pengrusakan Barang. Kedua pasal ini ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.

Sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi dan bukti.