Ahli saraf melihat aplikasi pertahanan dan keamanan ke dalam otak. Neuroweapon memiliki kapasitas untuk mengubah cara perang di masa depan.
James Giordano, neurosaintis Potomac Institute for Policy Studies di Arlington, Va, dan Rachel Wurzman, neurosaintis Georgetown University Medical Center di Washington, DC., mencoba mendifinisakan "neuroweapon" di Synesis.
Jangan lagi Anda pikirkan penghancuran dengan mengirim serampangan bom atom atau napalm. Perang masa depan harus tepat, rapi dan bersih yaitu kontrol atas otak manusia.
Kemajuan sains otak dapat menciptakan pil yang membuat tahanan bicara, racun dapat mematikan fungsi otak dalam beberapa menit atau supersoldier tertanam chip di otak secara cepat mengunci lokasi musuh.
Taktik psikologis tradisional telah digunakan dalam perang sebelumnya. Tetapi kapasitas teknologi jauh lebih luas seperti membaca pikiran musuh dengan presisi tinggi.
Teknologi antarmuka otak-mesin memungkinkan kombinasi otak manusia dengan program komputer canggih. Chip otak cepat menyaring sejumlah besar data intelijen. Pilot tempur dengan algoritma dapat cepat mengunci target musuh.
Obat dapat dikembangkan untuk membuat bentuk emosi tahanan dalam ruang interogasi. Hormon oksitosin menjadi kandidat utama yang mengubah tahanan tidak kooperatif menjadi teman.
Jenis lain manipulasi psikofarmakologikal yaitu meningkatkan kinerja prajurit tetap waspada tanpa tidur, meningkatkan kekuatan persepsi dan menghapus kenangan mengerikan di medan perang. Obat dirancang untuk mencegah PTSD.
Namun sejauh ini belum ada obat untuk meningkatkan fungsi otak.
"Jujur saja, tidak banyak dibandingkan kafein atau nikotin," kata Jonathan Moreno, bioetikawan University of Pennsylvania di Philadelphia.
Agen mikroba dan racun dari alam untuk mengacaukan otak musuh secara alami. Dalam daftar ini termasuk neurotoksin dari kerang air yang menyebabkan kematian dalam beberapa menit.
Bakteri dapat menimbulkan halusinasi, gatal dan selera aneh. Mikroba amuba yang merangkak naik ke saraf penciuman menyerang dan membunuh jaringan otak.
"Laporan ini berisi gudang neuroweapon dan banyak mengangkat isu etika serta hukum," kata Jonathan Marks, bioetikawan Pennsylvania State University di University Park.
Beberapa ilmuwan telah berkomitmen untuk menolak penerapan penelitian saraf untuk kepentingan dan tujuan militer yang dianggap ilegal atau tidak bermoral.
"Ini tidak cukup hanya masalah etika. Potensi sains begitu kuat sehingga tanggung jawab ilmu saraf berjalan lebih jauh dari sekedar penelitian," kata Curtis Bell, ilmuwan Oregon Health & Science University di Portland.
Bell telah melihat edaran petisi untuk ahli saraf, penandatangan janji tidak berpartisipasi dalam mengembangkan teknologi untuk tujuan ilegal. Sejauh ini sekitar 200 ahli saraf dari 18 negara telah menandatangani.
"Di satu sisi, apa yang ingin Anda katakan adalah ilmu pengetahuan dan teknologi tidak boleh digunakan untuk melakukan hal-hal buruk," kata Giordano.
Militer Amerika Serikat mengeluarkan dana besar dalam penelitian otak. DARPA (Defense Advanced Research Projects Agency) memiliki beberapa daftar proyek penelitian terkait ilmu saraf.
"Faktanya kami hidup di sebuah dunia di mana ada orang yang ingin melakukan hal-hal buruk kepada kami. Akhirnya, beberapa hal ini menjadi luar sana," kata Moreno.
|