Saturday, 28 December 2013
Printer 3D, Mesin Cetak Revolusioner. Bisa mencetak organ tubuh manusia. Bahkan, senjata api
Di tahun 2014, printer tiga dimensi (3D) yang mampu mencetak barang jadi kian populer, baik di kalangan industri manufaktur, dunia medis, maupun perorangan.
Printer 3D menjadi alat cetak revolusioner yang mampu menciptakan sebuah benda dari lapisan-lapisan bahan plastik yang terbentuk menjadi sebuah benda padat. Dengan demikian, siapa saja bisa “kloning” bentuk benda. Tinggal mengunduh desain produk, lalu mencetaknya di rumah. Praktis, mudah, dan murah.
Makin populernya printer 3D, tampak di acara Gartner Symposium/ITxpo yang digelar pada 6-13 Oktober 2013 lalu, di Orlando, Amerika Serikat. Para analis memasukkan printer 3D di daftar 10 teknologi yang berkembang pada 2014.
Gartner meramalkan, pengapalan printer 3D di seluruh dunia akan tumbuh 75 persen di tahun 2014. Dan, di tahun 2015, pertumbuhannya diramalkan meningkat dua kali lipat. Harga printer yang awalnya berkisar US$5.000, setara Rp61 juta, akan turun jadi hanya US$500, sekitar Rp6,1 juta.
Penyesuaian harga itu disebabkan kian banyaknya orang yang menyadari manfaat dari printer. Layaknya hukum ekonomi: semakin banyak barang diproduksi, harga barang itu tentu semakin terjangkau.
"Kami telah mengidentifikasikan 10 tren teknologi di tahun 2014. Salah satunya yang akan menjadi populer adalah printer 3D. Perusahaan harus berinvestasi di pengadaan teknologi printer 3D untuk perencanaan strategis di masa depan," kata David Cearly, Wakil Presiden Gartner.
Dia menambahkan, penggunaan teknologi baru, dalam hal ini printer 3D akan mendorong perubahan dan peluang baru bagi perusahaan. Terutama dalam pembangunan infrastruktur melayani permintaan pasar.
"Telat mengadopsi sebuah teknologi baru akan berakibat fatal bagi perusahaan. Untuk itu, perusahaan harus tanggap terhadap hadirnya teknologi baru dalam memperpanjang nafas perusahaan di masa depan," ujar Clearly.
Namun, Forbes berpandangan, pada 2014 nanti popularitas dari printer 3D belum mencapai puncaknya. Diprediksi printer jenis itu akan meledak dua tahun lagi di pasar.
Tapi, harga printer 3D semakin murah beberapa tahun terakhir. Itu terjadi karena kian banyak printer 3D yang diproduksi, seperti dikutip Live Science. Para ahli memprediksi, printer 3D akan menjadi barang umum di rumah-rumah di tahun mendatang.
Dengan Printer 3D, ada banyak produk komersial bisa diciptakan. Dari suku cadang untuk industri manufaktur, sampai bioprinting: menciptakan bagian tubuh manusia dalam dunia medis.
Manfaat vs risiko
Tim pengajar di University of Florida, AS, memanfaatkan printer 3D untuk menciptakan model otak buatan. Tujuannya, agar dokter bedah mendapatkan pelatihan pembedahan otak yang benar-benar mirip dengan otak manusia.
Para peneliti tidak hanya menciptakan otak buatan, tapi juga tengkorak kepala dan kulit manusia. Semuanya lengkap dicetak menggunakan printer 3D. Cara menirunya adalah dengan menggunakan hasil CT scan seorang pasien.
"Kami telah berhasil menciptakan model fisik dari kepala manusia dengan menggunakan printer 3D. Para dokter bedah bisa memiliki ketepatan, baik itu koordinasi mata dan tangan ketika sedang membedah seorang pasien," kata Dr Frank Bova, Kepala Lab Radiosurgery dan Biologi, di University of Florida, dilansir Live Science.
Saat ini, tim peneliti tengah menciptakan kurikulum pelatihan pembedahan dengan model 3D. Diharapkan para dokter bedah bisa mendapatkan pelatihan dengan bentuk model manusia buatan dalam bentuk nyata. "Cara pembedahan dengan menggunakan bagian tubuh manusia yang diciptakan dari printer 3D tentu menjadi lebih aman," kata Bona.
Bahkan, ada hal fenomenal dilakukan tim peneliti dari Cardiovascular Innovation Institute di Louisville, AS. Para peneliti ditantang menciptakan hati manusia lengkap dengan jaringan yang ditumbuhkan dari sel punca lemak, lalu mencetaknya memakai printer 3D.
"Kami sedang mencetak bagian hati manusia dengan printer 3D generasi terbaru. Ke depan, kami juga akan fokus pada pembuatan organ jantung," kata Stuart Williams, Direktur Cardiovascular Innovation Institute. "Jika berhasil, ini benar-benar menjadi sangat revolusioner."
Dia menambahkan, pembuatan organ manusia ini sangat membantu ketika diperlukan implan bagian tubuh manusia.
"Pembuatan organ manusia memang sangat rumit. Tapi, kami yakin dalam satu dekade ke depan organ manusia yang diciptakan oleh printer 3D akan menjadi kenyataan," ujar Williams.
Selain untuk keperluan medis, printer 3D juga bisa digunakan untuk memproduksi senjata api. Baru-baru waktu lalu, sebuah kelompok bernama Defense Distributed berhasil menciptakan senjata api pertama yang dibuat dari sebuah printer 3D. Kelompok ini bahkan berencana menjual senjata rakitan itu secara online.
Bahayanya, dengan printer 3D, orang-orang yang ingin memiliki senjata api cukup mengunduh dan mencetaknya di printer rumah.
Dilansir BBC, Defense Distributed telah menghabiskan bertahun-tahun membuat senjata api dengan teknologi terbaru. Dan, telah sukses melakukan uji coba tembakan pertamanya pada Sabtu, 4 Mei 2013, di Austin, Texas, AS.
Teknologi terbaru itu bekerja dengan mencetak lapisan demi lapisan plastik jenis ABS, dan mengubahnya menjadi material padat. Biaya yang diperlukan untuk membuat sebuah pistol dari printer 3D ini adalah US$8.000, setara Rp78 juta.
Menurut Cody Wilson, 25 tahun, pemimpin Defense Distributed yang juga mahasiswa hukum di University of Texas, AS, ada banyak pihak berharap agar teknologi ini tidak berhasil alias gagal.
"Tapi, dunia percetakan 3D telah menjadi industri manufaktur di masa depan. Ini tak terhindarkan. Tentu saja teknologi terbaru ini memiliki risiko dan manfaat," kata Wilson.
Dia menambahkan, merancang desain pistol, dan bisa dimiliki oleh banyak orang adalah sebuah bentuk kebebasan. Menurutnya, teknologi telah membuat orang-orang bisa memiliki apa saja yang diinginkan.
Ancaman nyata
Pemanfaatan printer 3D bak pisau bermata dua. Di satu sisi bisa mempermudah manusia menciptakan barang. Tapi, di satu sisi lain bisa berbahaya ketika barang-barang yang dicetak disalahgunakan, dan jatuh ke tangan orang yang tak bertanggung jawab.
Misalnya, pada penggunaan printer 3D untuk mencetak senjata api. Penyebaran kepemilikan senjata api akan semakin luas. Ini dibuktikan dengan semakin mudahnya seseorang mendapatkan senjata api buatan. Ya, sangat mudah. Tinggal cetak, Anda mendapatkan barangnya.
Badan legislatif di AS yang merancang Undang-undang mengenai senjata api telah menyatakan keprihatinannya terhadap teknologi pembuatan senjata api 3D tersebut.
Begitu pun di Eropa. Victoria Baines, dari Europol Cybercrime Centre mengatakan, lembaga penegak hukum di Eropa kini terus memantau perkembangan teknologi pencetakan senjata api 3D.
"Sekarang, para penjahat akan lebih mudah mendapatkan senjata api. Itu adalah pengaruh dari sebuah teknologi baru yang membuat sebuah barang menjadi lebih mudah dibuat dan dengan biaya yang hemat," tutur Baines.
Sementara menurut Leah Gunn Barrett, dari New Yorkers Against Gun Violence, jika senjata api itu jatuh ke tangan orang yang salah, tentu akan menjadi sangat berbahaya.
"Jika orang-orang yang memiliki kerusakan mental, atau anak-anak di bawah umur, memiliki senjata api tersebut, tentu berpotensi membunuh banyak orang," ujar Barrett.
Sekarang ini, sebagian besar lembaga penegak hukum di seluruh dunia telah membentuk sebuah tim khusus untuk mengawasi jenis-jenis cybercrime dan perluasan teknologi cetak 3D.
"Teknologi telah berkembang sangat pesat di luar dugaan. Satu langkah baru dalam teknologi sama saja dengan satu langkah kecanggihan seorang penjahat," ucap Baines. "Printer 3D memang revolusioner, tapi penggunaannya harus dipantau, dan diawasi."
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment