Saturday 9 November 2013

Aksi Penyadapan Asing dan Reaksi "Kalem" Indonesia

Menlu RI Marty Natalegawa dan Menlu Australia Julie Bishop
Meski berang dengan kabar penyadapan Amerika Serikat dan Australia, Indonesia mencoba bersikap "kalem" kepada dua negara tersebut. Indonesia telah memberikan sinyal tegas melalui Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa yang akan mengkaji ulang kerjasama intelijen dan pertukaran informasi dengan AS dan Australia.

Ditemui wartawan di sela Bali Democracy Forum (BDF) ke-6 di Nusa Dua, Bali, Kamis 7 November 2013, Marty berharap kerjasama ini bisa mencegah aksi sadap-menyadap atau tindakan ilegal lainnya. Marty menegaskan, penyadapan mengingkari dan tidak selaras dengan semangat persahabatan yang selama ini digaungkan antara Indonesia dengan AS dan Australia. 

"Yang paling terganggu dari semua proses ini adalah rasa saling percaya," ujar Marty. Oleh karena itu, dia pun berharap Amerika dan Australia yang sempat diberitakan menyadap Indonesia, segera mengupayakan segala cara untuk menciptakan suasana saling percaya antarnegara. 

Isu penyadapan merebak setelah Sydney Morning Herald (SMH), beberapa waktu lalu, menurunkan berita soal penyadapan Badan Intelijen Australia (DSD) dan Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA) terhadap Indonesia. Laporan media Australia itu berdasarkan keterangan dari mantan kontraktor NSA Edward Snowden yang kini mendapat suaka dari Rusia setelah menjadi buron AS.

SMH menyebut ada pos penyadapan di dalam gedung Kedutaan AS dan Australia di Jakarta. Pos yang disebut STATEROOM itu juga dibangun di beberapa Gedung Kedutaan Australia di negara lain seperti Malaysia, Filipina, China, Timor Timur dan Papua Nugini.

Bertindak cepat, Kemenlu langsung memanggil Duta Besar Australia untuk Indonesia, Greg Moriarty. Indonesia menuntut penjelasan.
Sementara itu, harian Inggris The Guardian menulis bahwa Badan Intelijen Australia sudah menyadap Indonesia sejak tahun 2007 ketika RI menjadi tuan rumah Konferensi Perubahan Iklim PBB di Nusa Dua, Bali. Namun aksi penyadapan itu dianggap gagal meski sudah menghabiskan biaya dan waktu.

Marty mengungkapkan, AS dan Australia tidak bisa mengonfirmasi apakah pemberitaan media massa asing tersebut benar atau tidak. "Mereka pun tidak bisa menyangkal pemberitaan itu," kata Marty.

Untuk menjernihkan isu ini, Australia sampai mengirim Menteri Pertahanan David Johnston yang tiba di Indonesia, Kamis kemarin. Dia diminta menjelaskan isu penyadapan tersebut dalam pertemuan dengan Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro di Kementerian Pertahanan.
Pertemuan Kamis malam ini turut dihadiri perwakilan dari Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) dan Badan Intelijen Negara (BIN). Hasil pertemuan akan disampaikan dalam jumpa pers bersama, Jumat pagi ini.

Purnomo mengatakan, pemerintah berhati-hati menyikapi isu ini agar terhindar dari spekulasi. “Spionase dan kontra-spionase, intelijen dan kontra-intelijen, itu terjadi di mana-mana. Sekarang kami pastikan dulu benar atau tidak isu penyadapan ini. Kami tidak berandai-andai,” kata Menhan Purnomo.

Selama ini, imbuhnya, kontra-penyadapan di Indonesia dilakukan oleh Lemsaneg yang berkoordinasi di bawah Kementerian Pertahanan. “Di Lemsaneg itu ada enkripsi supaya tidak disadap,” kata Purnomo. Enkripsi adalah penulisan pesan melalui kode atau sandi agar tidak dapat dibaca oleh pihak yang tidak berkepentingan.

Isu penyadapan ini tak pelak memunculkan dugaan bahwa hubungan Indonesia dan Australia retak. Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop buru-buru membantah.
Diberitakan harian SMH, Rabu, 6 November lalu, Bishop mengesampingkan fakta adanya ancaman dari Menlu Marty Natalegawa yang memprotes keras adanya aksi spionase apabila hal tersebut terbukti kebenarannya. Selain itu, Marty turut memperingatkan bahwa isu spionase berpotensi menggagalkan kerjasama yang dijalin dua negara, khususnya terkait pencegahan aksi terorisme dan penyelundupan manusia.

"Saya tidak terima apabila ada pernyataan yang menyebut adanya keretakan hubungan kedua negara akibat isu tersebut," ujar Bishop kepada stasiun televisi ABC pada Selasa lalu.

Bahkan, Bishop menantikan diskusi lainnya yang bersifat produktif dengan Menlu Marty serta menteri-menteri lain dari Indonesia. Dia mengaku telah bertemu dengan beberapa Menteri dari Indonesia pada Selasa kemarin dan menghasilkan diskusi yang bermanfaat bagi kedua negara. Pertemuan itu secara khusus membahas mengenai kerjasama penanggulangan aksi teror dan penyelundupan manusia.

Ribut hingga ke DPR

Isu penyadapan ini tak pelak membuat sejumlah legislator was-was dan khawatir ikut-ikutan disadap. Beberapa wakil rakyat ini pun hati-hati dalam menggunakan surat elektronik yang umum dipakai orang, yakni Gmail (Google) dan Ymail (Yahoo!).

Para anggota Dewan berpendapat, email merupakan teknologi yang amat memudahkan pekerjaan, tapi sekaligus rawan disadap. Dengan demikian mereka memilah-milah pesan apa yang bisa dikirim lewat email, dan mana yang tidak.
“Saya tahu mana-mana saja yang tidak harus dikirim lewat email,” kata anggota Komisi I Bidang Pertahanan dan Luar Negeri DPR Susaningtyas Kertopati. Politisi Hanura itu konsisten tak pernah menggunakan Gmail dan Ymail untuk berkirim pesan terkait pekerjaan penting.

Sekretariat Jenderal DPR sebetulnya sudah menyediakan email khusus untuk legislator via dpr.go.id. Tapi, email khusus ini jarang digunakan. Bambang mengatakan tak tahu persis langkah Sekretariat Jenderal DPR untuk mengamankan data di DPR. Oleh sebab itu ia memilih cara manual.

Hal senada dikatakan Ketua DPR Marzuki Alie. Menurutnya, email khusus DPR itu justru rawan disadap. "Dengan IT, sekarang tak ada yang aman dari sadapan," kata dia.

Berbagai usulan pun muncul untuk mengamankan data legislator dari sadapan. Anggota Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR Tjahtjo Kumolo menilai, Indonesia butuh Undang-Undang Anti Penyadapan. Khususnya, Undang-Undang untuk mengatur penggunaan alat sadap di dalam negeri.

"Banyak terjadi penyadapan oleh negara lain, dan di berbagai instansi atau lembaga atau kelompok-kelompok masyarakat yang saling intai di Indonesia khususnya dengan berbagai kepengtingnnya, memang diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyadapan," kata dia

Spionase Kanguru di Tanah Garuda Defence Signals Directorate bahu-membahu dengan badan keamanan AS


“Buka rahasia mereka, lindungi rahasia kita (reveal their secrets, protect our own)”. Itulah semboyan Badan Intelijen Australia (Defence Signals Directorate) yang tahun 2013 ini berganti nama menjadi Australian Signals Directorate. Dengan moto itu, agen-agen DSD menjejakkan kaki di Bali ketika Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2007.

Mereka membawa tugas khusus, mengumpulkan nomor-nomor telepon para pejabat pertahanan dan keamanan di Indonesia. Dalam misinya itu, DSD bekerja bahu-membahu dengan badan keamanan nasional Amerika Serikat (National Security Agency) untuk memperoleh informasi yang menjadi target mereka. Semua itu diungkapkan Edward Snowden --mantan kontraktor NSA yang kerap membocorkan rahasia intelijen AS-- dalam dokumen yang ia bocorkan dan dilansir harian Inggris The Guardian, 2 November 2013.

DSD bahkan disebut memasukkan ahli Bahasa Indonesia ke dalam timnya untuk memonitor dan menyeleksi informasi dari komunikasi yang berhasil mereka dapatkan. “Tujuan dari upaya (spionase) ini adalah untuk mengumpulkan pemahaman yang kuat tentang struktur jaringan yang diperlukan dalam keadaan darurat,” kata dokumen Snowden itu.

Sayangnya misi Australia itu pada akhirnya dianggap gagal karena satu-satunya nomor telepon pejabat yang berhasil mereka ketahui adalah milik Kepala Kepolisian Daerah Bali.

Namun, gagal di Bali, bukan berarti Australia tak mendapat apa-apa. Upaya penyadapan atau pengumpulan informasi bukan hanya dilakukan sekali itu.

Harian Australia The Sydney Morning Herald melaporkan Negeri Kanguru secara intensif dan sistematis melakukan aksi mata-mata dan membangun jejaring spionase mereka di Tanah Garuda ini melalui kantor kedutaan besar mereka di Jakarta. Media Australia lainnya, Fairfax, menyatakan pos-pos diplomatik Australia yang tersebar di Asia mempunyai fasilitas untuk mencegat lalu-lintas data dan panggilan telepon dari pejabat-pejabat penting di negara-negara di kawasan ini.

Aktivitas pengintaian itu dilakukan tanpa sepengetahuan mayoritas diplomat Australia yang berkantor di Kedutaan Australia. Data-data intelijen dikumpulkan DSD melalui kedutaan-kedutaan Australia di Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Hanoi, Beijing, Dili, dan Port Moresby. Dengan demikian negara-negara yang menjadi sasaran aksi spionase Australia adalah Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, China, Timor Leste, dan Papua Nugini.

Laporan mengenai aksi mata-mata Australia itu merupakan bagian dari dokumen yang dibocorkan Snowden dan dipublikasikan oleh harian Jerman, Der Spiegel. Dokumen itu menyoroti kemitraan spionase “Lima Mata” yang antara lain mencakup Inggris, Kanada, dan Australia. Disebutkan bahwa fasilitas penyadapan mereka seperti antena, kerap tersembunyi dalam fitur arsitektur palsu atau atap gudang pemeliharaan di berbagai kantor kedutaan.

Seorang mantan perwira di DSD menyatakan Kedutaan Besar Australia di Jakarta menjadi pemain kunci dalam mengumpulkan informasi. Australia menyasar data politik, ekonomi, dan intelijen melalui kedutaannya yang berlokasi di kawasan sibuk Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Selain di Jakarta, Konsulat Jenderal Australia di Denpasar, Bali, juga disebut digunakan untuk mengumpulkan data-data intelijen.

Jakarta menjadi pusat aksi spionase Australia di Asia karena dua faktor. Pertama, pertumbuhan jaringan telepon seluler yang pesat di Indonesia dan Jakarta khususnya. Kedua, elite politik di Jakarta disebut amat cerewet. “Jaringan seluler merupakan anugerah besar, dan elite Jakarta adalah kelompok yang amat suka bicara. Mereka bahkan tetap mengoceh meski merasa agen intelijen Indonesia sendiri mendengarkan (menyadap, red) mereka,” kata mantan perwira DSD itu seperti dikutip International Business Times Australia 
Sejumlah data intelijen yang dicari Australia di Indonesia antara lain terkait terorisme dan penyelundupan manusia. Aksi terorisme kerap terjadi di Indonesia, sedangkan penyelundupan manusia menyangkut ribuan imigran gelap yang selalu menempuh jalur laut melalui Indonesia untuk mencari suaka di Australia. Parahnya, cara masuk ilegal via Indonesia ini amat berbahaya sehingga ratusan imigran seringkali tewas tenggelam saat menyeberang dengan perahu ke perairan Australia.

Kemarahan Jakarta

Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono melalui juru bicaranya Julian Aldrin Pasha, Jumat 8 November 2013, menyatakan tak dapat menerima adanya aksi penyadapan Australia terhadap Indonesia. “Selama ini hubungan bilateral kami selalu kondusif, baik, dan saling percaya. Kalau benar ada tindakan (penyadapan) seperti itu, kami sangat tak bisa menerimanya. Pemerintah mengecam hal ini. Sikap kami tegas,” kata Julian kepada VIVAnews.

Indonesia telah memanggil Duta Besar Australia di Jakarta, Greg Moriarty, untuk memberikan penjelasan. Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa pun mengancam akan mengevaluasi kerjasama di bidang informasi dan intelijen dengan Australia. “Kami harus mengkaji ulang bagaimana ke depannya kerjasama dengan negara-negara yang tidak bisa memberikan konfirmasi apakah aksi penyadapan seperti ini benar dilakukan (atau tidak),” kata Marty.

Padahal Indonesia dan Australia selama ini menjalin kerjasama erat di bidang penangkalan aksi teror dan penyelundupan manusia. “Kalau mereka (Australia) mengumpulkan informasi di luar forum resmi, lalu apa manfaat kerangka yang resmi itu? Hal ini perlu dipikirkan masak-masak. Indonesia tidak terima diperlakukan seperti ini,” ujar Marty.

Pernyataan Marty itu mencerminkan kekesalan Indonesia yang tidak mendapat klarifikasi memuaskan. Isu penyadapan ini telah ditanyakan Indonesia ke perwakilan negara terkait dalam berbagai kesempatan. “Tapi jawaban mereka tetap sama, bahwa mereka tidak bisa mengkonfirmasi atau menyangkal pemberitaan tersebut,” kata Marty.

Indonesia menuntut komitmen Australia dan AS untuk tak lagi melakukan aksi spionase. “Kami perlu tegaskan, tidak boleh ada tindakan yang mengingkari atau tidak selaras dengan semangat persahabatan antar negara. Enough is enough. Setiap negara tidak sepatutnya melakukan aksi itu,” ujar Marty. Apalagi ongkosnya akan jauh lebih mahal jika aktivitas spionase tersebut terbongkar, yakni potensi kerusakan hubungan bilateral kedua negara karena hilangnya rasa saling percaya 

Marty pun menyindir Australia dan AS sekaligus. “Jika Australia sendiri yang menjadi subyek aktivitas (mata-mata) itu, menurut mereka itu tindakan bersahabat atau tidak? Kami tidak bisa menerima aksi spionase Australia atas perintah Amerika Serikat,” ujar mantan Duta Besar RI untuk PBB itu.

Hal yang saat ini penting dilakukan Indonesia, kata Marty, adalah meningkatkan kewaspadaan dan kapasitas untuk meminimalkan penyadapan. Dalam rangka itu pula Indonesia bergabung dengan Jerman dan Brasil dalam mensponsori resolusi anti spionase yang diajukan ke Sidang Umum PBB. Rancangan resolusi itu meminta dihentikannya aksi spionase Internet dan pelanggaran privasi. Indonesia berharap, melalui resolusi itu Australia dan AS tak lagi memata-matai Indonesia dan puluhan negara lain.

Canberra bungkam

Pernyataan Perdana Menteri Australia Tony Abbott sama sekali tak dapat menjernihkan isu penyadapan ini. Ia hanya mengatakan badan dan agen intelijen negaranya selalu bertindak dalam koridor hukum. “Setiap badan pemerintah Australia bertugas sesuai aturan yang berlaku,” kata dia.

Dubes Australia untuk RI, Greg Moriarty, juga tak mau berkomentar soal pemanggilannya oleh Kemlu RI terkait aksi spionase Australia. Juru Bicara Moriarty, Ray Marcello, dalam surat elektroniknya kepada VIVAnews menyatakan pihaknya terus mengikuti perkembangan pemberitaan di Indonesia.

Australia pun mahfum dengan ancaman Marty Natalegawa untuk memutuskan kerjasama dengan Australia di bidang penangkalan aksi teror dan penyelundupan manusia. Marcello mengatakan, Australia sangat menghargai hubungan kemitraan yang dekat dengan Indonesia. Kerjasama bilateral yang telah dibangun sejak lama itu dianggap Australia sangat menguntungkan kedua negara.

“Kami terus menantikan kerjasama dengan Indonesia di beragam bidang seperti penanggulangan aksi terorisme dan penyelundupan manusia,” kata Marcello.

Menanggapi kemarahan Indonesia, Australia pun mengutus menteri pertahanannya, David Johnston, untuk terbang ke Jakarta, Kamis 7 November 2013. Namun setelah menggelar pertemuan dengan Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro, Jumat 8 November 2013, Johnston tak bersedia memberikan keterangan kepada media. Ia langsung kembali ke Australia.

Hasil pertemuan itu jauh dari memuaskan. Menurut Purnomo, dia dan Johnston menyerahkan isu penyadapan tersebut kepada kementerian luar negeri kedua negara karena isu penyadapan terkait hubungan diplomatik. “Itu adalah isu makro yang sedang dibicarakan pada level politik luar negeri antara Menlu Australia Julie Bishop dengan Menlu RI Marty Natalegawa,” kata Purnomo.

Bishop yang berada di Indonesia terkait agenda Bali Democracy Forum VI pada 7-8 November 2013, membantah hubungan bilateral Australia dengan Indonesia rusak karena isu penyadapan. “Saya tidak terima apabila ada pernyataan yang menyebut hubungan kedua negara retak,” kata dia. Bishop justru mengatakan telah melakukan diskusi yang bermanfaat dengan beberapa menteri Indonesia terkait masalah penanggulangan aksi teror dan penyelundupan manusia.

Sementara itu pakar keamanan Australia dari Australian National University, Profesor Michael Wesley, mengatakan Indonesia akan rugi bila memutus hubungan diplomatik dengan Australia. Wesley tak yakin Menlu RI Marty Natalegawa bersungguh-sungguh dengan ancamannya untuk menghentikan kerjasama dengan Australia.

Wesley berpendapat Marty hanya menggertak pemerintahan baru Australia yang masih berjalan dua bulan. Dikutip Sydney Morning Herald, dia mengatakan, “Marty Natalegawa adalah diplomat yang amat berpengalaman. Dia tahu pemerintahan di Canberra masih baru. Di sana ada perdana menteri dan menteri luar negeri yang tak berpengalaman.” 

Inilah 28 Kementerian / Lembaga (K/L) yang Mendapat Remunerasi 2013

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEga1fJA42Rt5dXaU9IEYOdxuw6cvr4k9ZuJ3S6haqZKy8KW3D4jZ3d8m10z9j_eSCMetceGxIcSLn8BT7x5DGnkxMU5JtAgJvCLvhGxIls9Hnt3KqRClNJ0nDg1nkrXZfKkdk3j69VzDgw/s1600/Lowongan+CPNS+2013+Kementrian+Keuangan.jpg
Proses panjang penantian pemberian remunerasi akan berakhir dengan disetujuinya anggaran tunjangan kinerja oleh Badan Anggaran DPR pada tanggal 21 Oktober 2013.
Menteri Keuangan sebelumnya telah mengajukan surat SR-414/MK.02/2013 tanggal 30 Juli 2013 kepada DPR perihal permohonan persetujuan pemberian tunjangan kinerja bagi 28 Kementerian/Lembaga tahun 2013. Anggaran tunjangan kinerja hasil efisiensi atau optimalisasi K/L harus harus mendapat persetujuan dari komisi terkait sebelum dibawa ke Banggar DPR.
Sampai saat ini (24/10/13) hanya Perpusnas yang belum final dalam pembahasan anggaran tunjangan kinerjanya. Komisi X sebagai mitra kerja Perpusnas dalam rapat terakhir tanggal 24 September 2013 belum sepakat dengan perubahan alokasi DIPA Perpusnas 2013.
Awalnya K/L yang diusulkan menerima remunerasi pada tahun 2013 sejumlah 23 K/L, namun dalam perjalanannya terdapat tambahan 5 K/L yakni BSN, Setjen Ombudsman, Kemsos, ESDM, dan Basarnas. Total anggaran yang dibutuhkan untuk membiayai tunjangan kinerja tersebut mencapai 3,55 T.
Dalam pertemuan KPRBN tanggal 25 Juni 2013 Wapres Boediono telah memberikan persetujuan pemberian remunerasi bagi 28 K/L tahun 2013 dengan beberapa keputusan antara lain:
  1. Besaran tunjangan kinerja untuk 28 K/L yang mengajukan remunerasi pada tahun 2013 sama dengan besaran yang diterima oleh 20 K/L pada tahun 2012 yakni 47%. Besaran tunjangan kinerja 47% tersebut juga akan diberlakukan untuk K/L yang memperoleh remunerasi pada tahun 2014.
  2. TMT Remunerasi 1 Juli 2013.
  3. Pembatasan honorarium kegiatan Tim yang diberlakukan mulai 1 Juli 2013. Dalam hal ini Pemerintah telah memberlakukan PMK No. 91/PMK/02/2013 tentang Perubahan Kedua Atas PMK No. 37/PMK.02/2012 tentang Standar Biaya Tahun Anggaran 2013 yang dikeluarkan tanggal 24 Juni 2013.
Pada pembahasan dengan Banggar DPR tanggal 21 Oktober 2013 diputuskan hanya 27 K/L yang akan menerima remunerasi tahun 2013. Satu lembaga yaitu Sekretariat Jenderal DPR juga mendapat anggaran remunerasi, namun dana kebutuhan tunjangan kinerja Setjen DPR baru akan digunakan pada tahun 2014.
Berikut daftar K/L yang mendapat remunerasi TMT per 1 Juli 2013:
No K/L Anggaran (M)
1 Kemenlu 52,6
2 Kemendag 113
3 Kemenkes 347
4 Kemendikbud 989,8
5 Kemen Parekraf 37,1
6 Kemenhut 194
7 Kemendagri 101,7
8 Wantannas *
9 LAPAN 9
10 Kemen K P 168,9
11 Kemen L H *
12 Kemenhub 485,7
13 Kemenakertrans 85,6
14 BAPETEN 3
15 Kemen P U 403,9
16 Kemenkominfo 65,2
17 BMKG 77,7
18 Bakorkamla 5,41
19 BNP2TKI 16,8
20 Kemen PDT 12,4
21 Perpusnas 14
22 BIN *
23 Setjen DPR 24,21
24 Basarnas 46,2
25 Kemensos 76,2
26 ESDM 98,2
27 BSN 3
28 Setjen Ombudsman 3
Dengan adanya tambahan 28 K/L di atas berarti tinggal 13 K/L yang belum mendapatkan remunerasi yaitu:
  1. Kementerian Agama
  2. Kementerian BUMN
  3. Kementerian Koperasi dan UKM
  4. Kementerian Pemuda dan Olahraga
  5. Badan Informasi Geospasial
  6. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
  7. Badan Pertanahan Nasional (BPN)
  8. Setjen DPD
  9. Setjen Komnas Ham
  10. Setjen KPU
  11. Setjen KY
  12. Setjen MK
  13. Setjen MPR
Proses selanjutnya setelah persetujuan DPR adalah penerbitan Perpres (Peraturan Presiden) sebagai dasar hukum pencairan anggaran tunjangan kinerja. Perpres tersebut akan digunakan Kemenkeu melalui Ditjen Perbendaharaan sebagai dasar mengeluarkan peraturan atau petunjuk teknis (juknis) tentang pelaksanaan pembayaran tunjangan kinerja.
Banyak pertanyaan yang sering dilontarkan pada forum ini seperti:
  • Pemberian tunkin bagi yang tugas belajar
  • Apakah dosen yang sudah bersertifikasi mendapatkan tunjangan kinerja?
  • Apakah RS BLU yang sudah ada remunerasi rumah sakit juga mendapatkan tunjangan kinerja?
  • dll
Nah, pertanyaan/persoalan di atas akan terjawab dalam peraturan Menteri atau pimpinan K/L yang akan diterbitkan sebagai pedoman pemberian tunjangan kinerja bagi pegawai di lingkungan K/L masing-masing. Hal-hal teknis maupun aturan yang berkaitan dengan tunjangan kinerja akan diuraikan dalam peraturan tersebut.