Berpuluh juta tahun silam, bumi ini dikuasai Dinosaurus. Hewan raksasa yang jika berderap tanah bergetar. Para ilmuwan menghitung, hewan itu punah sekitar 65 juta tahun silam. Berjuta-juta tahun sesudah itu, kita hanya melihat mahluk ini dalam gambar. Atau dalam khayalan para sineas.
Mengapa punah. Itulah pertanyaan banyak orang. Bertahun-tahun para ilmuwan mencari jawaban. Hasilnya masih gamang. Tahun 1990, sejumlah 41 ilmuwan menghimpun diri demi menguak misteri besar ini.
Dua puluh tahun kemudian, 4 Maret 2010, rahasia itu perlahan terkuak. Para ilmuwan itu menjelaskan bahwa Dinosaurus musnah karena benda dari langit. Meteor. Yang sebelum menyusup ke bumi disebut Asteroid.
Para ilmuwan -yang adalah ahli dalam rupa-rupa ilmu pengetahuan itu– sampai pada kesimpulan soal Meteor itu dengan memakai berbagai rumus dan metodologi.
Dari ilmu paleontologi, geokimia, rupa iklim, geofisika, hingga sedimentasi. Kesimpulan itulah yang mereka publikasikan dalam jurnal Science. Mereka meyakini bahwa Dinosaurus punah sebagai dampak dari Meteor yang menghujam bumi di Chicxulub, sebuah kawasan di negeri Meksiko.
Selain mematahkan sejumlah pendapat – seperti dugaan Dinosaurus punah karena letusan gunung api jutaan tahun lampau- temuan para ahli itu juga menunjukkan bahwa Meteor bisa menghujam bumi dalam ukuran raksasa. Dan itu sungguh mengerikan.
Tapi kita tak perlu cemas. Setidaknya itu menurut para ilmuwan ini. Neraka masa lalu itu kecil kemungkinan berulang. Tapi bukannya tak mungkin sama sekali. Sergio Camacho, Kepala Urusan Luar Angkasa di kantor Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang berbasis di Wina, menyampaikan bahwa jika beruntung kita tidak akan merasakan dampak hantaman Meteor sepanjang hidup.
Tapi para ilmuwan tetap harus berpikir keras. Memikirkan cara menaklukkan Meteor itu dilangit sebelum menghujam tanah. “Kita harus serius menghadapinya. Dan ini bukanlah pemikiran ilmuwan gila,” kata Camacho kepada CBS News.
Sergio mungkin benar. Lihatlah apa yang terjadi di Ural, sebuah wilayah di Rusia. Jumat,15 Februari 2013. Sebuah Meteor berhasil masuk melalui orbit bumi dan pecah di langit Ural.
Dan memang agak mengerikan. Setidaknya 1200 orang terluka di kota ini. Banyak sebabnya. Ada yang terluka karena pecahan kaca. Banyak pula yang terguncang jiwanya.
Menurut hitungan NASA, Meteor yang menghujam Ural itu berukuran raksasa. Diameter 17 meter. Berat 10 ton. Ledakan akibat fragmen Meteor itu setara dengan ledakan 500.000 ton TNT.
Menurut hitungan NASA, Meteor yang menghujam Ural itu berukuran raksasa. Diameter 17 meter. Berat 10 ton. Ledakan akibat fragmen Meteor itu setara dengan ledakan 500.000 ton TNT.
Yang mencengangkan adalah Meteor ini sama sekali tidak terdeteksi. Baik oleh sistem teleskop canggih milik NASA, maupun yang dimiliki sejumlah negara lain. Petinggi NASA menjelaskan bahwa sistem mereka hanya bisa mendeteksi Meteor yang lebih besar. Padahal yang jatuh di Ural itu sudah lebih dari menakutkan.
Celakanya, saat Meteor menghujam Ural, para ilmuwan di banyak negara dan NASA tengah disibukkan oleh 2012 DA14. Itu nama sebuah Meteor yang sedang dekat dengan bumi. Ukurannya raksasa. Sebesar lapangan sepakbola. Sekitar 27.350 kilometer dari bumi.
Nahas di Ural itu mendorong Camacho dan sebuah tim yang disebut Tim Aksi untuk Objek Dekat Bumi, mengajukan proposal jaringan peringatan Asteroid global. Tim ini akan bertugas menemukan, memantau dan memetakan resiko dari obyek yang terbang di langit.
Tim ini juga menyarankan agar negara-negara di muka bumi ini berpadu. Membentuk sebuah misi luar angkasa yang bertugas menghancurkan Asteroid yang merapat ke Bumi.
Teropong canggih milik NASA yang beroperasi sejak 1998 hanya mampu mendeteksi Meteor berdiameter lebih dari satu kilometer. Sejauh ini lembaga itu mencatat sekitar 1.310 objek Meteor yang besar dan berbahaya bagi Bumi.
Pemerintah Rusia sendiri merasa kecolongan. Salah satu sumber mengatakan bahwa jet Rusia berhasil menghancurkan Meteor tersebut hingga berkeping-keping. Tapi informasi ini diragukan. Dan disebut sebagai upaya menenangkan mereka yang panik.
Dan bahaya di Ural itu mendorong Moskow bergegas. Pemerintah membentuk tim pertahanan nasional terhadap objek luar angkasa. Program ini diajukan para ilmuwan Rusia. Bekerjasama dengan Institut Astronomi di Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia dan Institut Pusat Riset Teknik. Disetujui Roskosmos, NASA-nya negeri Leo Tolstoy itu.
Dan bahaya di Ural itu mendorong Moskow bergegas. Pemerintah membentuk tim pertahanan nasional terhadap objek luar angkasa. Program ini diajukan para ilmuwan Rusia. Bekerjasama dengan Institut Astronomi di Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia dan Institut Pusat Riset Teknik. Disetujui Roskosmos, NASA-nya negeri Leo Tolstoy itu.
Para ilmuwan menciptakan teleskop robot. Berfungsi memantau pergerakan benda-benda di sekitar planet kita. Sejumlah teleskop super canggih ini akan dikirim ke orbit. Ada juga yang diletakkan di permukaan bumi.
Lidia Rykhlova dari Institut Astronomi, seperti dilansir Russia Times, mengatakan bahwa teleskop itu memiliki lensa setebal dua meter. Dikendalikan komputer dan menggantikan teleskop-teleskop Rusia berlensa 60 cm.
Jika mampu melakukan deteksi dini, maka militer Rusia bisa menghancurkan Meteor berbahaya itu dengan menggunakan roket nuklir berkekuatan megaton. Jadi sebelum menyentuh tanah, Meteor itu sudah tamat.
Jika mampu melakukan deteksi dini, maka militer Rusia bisa menghancurkan Meteor berbahaya itu dengan menggunakan roket nuklir berkekuatan megaton. Jadi sebelum menyentuh tanah, Meteor itu sudah tamat.
Tapi itu bukan kerja sebentar. Perlu waktu 10 tahun. Memerlukan dana hampir US$2 miliar atau setara Rp19,4 triliun. Pemerintah Rusia sudah siap. Uang sebanyak itu sudah diserahkan kepada industri pertahanan Rusia.
Setelah Kengerian di Ural
Sesudah kejadian di Rusia itu, NASA kini menjajaki pembangunan teleskop luar angkasa canggih, yang mampu mendeteksi meteor berbahaya berdiameter hingga 45 meter.
Bekerja sama dengan Universitas Hawaii, NASA merancang proyek Asteroid Terrestrial-Impact Alert System (Atlas). Menurut sejumlah peneliti, sistem senilai US$5 juta (Rp48,2 miliar) ini akan memantau angkasa setiap malam. Memberi peringatan bila ada benda terbang berbahaya.
Amerika Serikat juga berencana menciptakan alat penghancur Asteroid dengan bantuan panas matahari. Dikenal dengan nama DE-STAR (Directed Energy Solar Targeting of Asteroids ans exploRation).
Konsep ini dikembangkan oleh Philip M. Lubin, ahli fisika dan professor dari Universitas California Santa Barbara dan Gary B. Hughes, peneliti dan profesor dari Universitas Negeri Politeknik California San Luis Obispo.
DE-STAR dirancang mengambil energi panas matahari dan mengubahnya menjadi sinar laser kekuatan besar untuk menghancurkan atau menguapkan Asteroid yang mengarah ke Bumi. DE-STAR juga mampu mengubah orbit Meteor atau mengarahkan ke Matahari.
Menurut perhitungan para penemunya, sistem ini akan terdiri dari piranti berbagai ukuran. Mulai dari yang seukuran komputer jinjing hingga yang berdiameter 10 kilometer. Semakin besar ukurannya, semakin ampuh kinerjanya.
Menurut perhitungan para penemunya, sistem ini akan terdiri dari piranti berbagai ukuran. Mulai dari yang seukuran komputer jinjing hingga yang berdiameter 10 kilometer. Semakin besar ukurannya, semakin ampuh kinerjanya.
Menurut Lubin, dengan ukuran 10 kilometer, sistem ini mampu menyalurkan 1,4 mega ton energi solar per hari ke targetnya yang berukuran 500 meter selama setahun. Setiap hari dipanasi dengan energi matahari. Komet bisa meleleh. Menguap.
Berbagai Opsi
Jauh sebelum nahas di Rusia itu, dunia telah merancang berbagai skenario demi menghindari tabrakan dengan Meteor. Ada banyak pilihan. Salah satunya bom nuklir. Memakai rudal nuklir menghancurkan Meteor.
Bagaimana caranya? Ada dua. Tembak langsung atau meledakan bom atom di sekitar Meteor sehingga dia berubah haluan menjauh dari Bumi.
Tapi rencana itu melewati jalan terjal. Harus mendapat persetujuan dari Komite Penggunaan Luar Angkasa untuk Tujuan Damai di PBB. Konsep ini kandas saat Traktat Larangan Uji Nuklir Komprehensif diberlakukan tahun 1996.
Cara lain yang sempat ditawarkan adalah memakai pesawat ulang-alik tanpa awak. Pesawat itu akan menarik Meteor tanpa menyentuh. Cara yang diajukan oleh ahli fisika sekaligus mantan astronot Edward T. Lu dan Stanley G. Love ini mengandalkan gravitasi Meteor.
Pesawat ulang-alik diterbangkan dekat Meteor. Menariknya dengan mengandalkan gaya gravitasi Meteor sampai keluar jalur. Namun cara ini hanya ampuh untuk satu Meteor besar. Tidak untuk Meteor-Meteor kecil yang bergerombol.
Demi mengubah jalur terbang Meteor, pernah juga diusulkan untuk menempelkan semacam peluncur besar. Diperlukan roket luar angkasa yang memiliki kekuatan dorong tinggi untuk melakukannya.
Para ilmuwan juga pernah menawarkan penggunaan layar tenaga matahari. Cara ini didasarkan pada fakta bahwa energi panas matahari bisa memberikan gaya dorong pada benda. Jadi, mereka mengusulkan untuk menaruh semacam layar seperti yang terdapat pada perahu di Meteor yang mengarah ke bumi. Dengan bantuan layar ini, meteor bisa berbelok.
Cuma Teori Belaka
Semestinya dengan berbagai opsi yang diajukan, manusia di bumi bisa hidup tenteram. Namun, John Millis, asisten profesor fisika dan astronomi di Anderson University, Amerika Serikat, menegaskan seluruh opsi ini belum bisa dilakukan. Bahkan beberapa di antaranya cuma teori belaka.
Millis menegaskan bahwa anggaran NASA yang digunakan untuk memonitor objek dekat Bumi sangat minim. Sebab hantaman Meteor ke Bumi sangat jarang. Jadi bukan prioritas.
Walaupun meteor jarang sekali mencapai bumi, kata Millis, namun perlu diingat tragedi yang menimpa Dinosaurus puluhan juta tahun silam itu. Sebuah Meteor berhasil menghancurkan seluruh spesies dalam sejenak.
Meteor yang membinasakan Dinosaurus itu berdiameter 15 kilometer. Semiliar kali lipat lebih kuat dibanding bom atom yang melumat Hiroshima, Jepang.
Meteor yang menghujam tanah itu, melontarkan materi-materi Bumi ke atmosfer. Membuat efek berantai. Musim dingin berkepanjangan. Memusnahkan spesies di Bumi.