Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan segera menerapkan sistem online untuk pelayanan rumah sakit di Ibu Kota. Sistem ini mengintegrasikan antar-rumah sakit.
Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo alias Jokowi, menjelaskan dengan sistem ini masyarakat bisa mengakses informasi jumlah kamar yang kosong, dan yang sudah terisi. Calon pasien juga bisa mengetahui peralatan atau fasilitas di sebuah rumah sakit. Selain itu, masyarakat akan mengetahui mana rumah sakit yang paling mudah dijangkau dari tempat tinggalnya.
Dia memberi contoh, ketika ada pasien membutuhkan ruang rawat inap datang ke RS A, ternyata di RS A sudah penuh. Maka dengan bantuan sistem online, RS A bisa menginformasikan bahwa di RS B terdapat kamar yang masih kosong.
"Misalnya di rumah sakit A ada tiga kamar, bapak ke rumah sakit B ada empat kamar," ujar Jokowi, Rabu, 20 Februari 2013. Sistem online memperkuat database sehingga informasi kapasitas ruangan rawat inap, khususnya di kelas III, dapat cepat diketahui.
Rencananya, Jokowi akan mengundang seorang programmer, besok, untuk membahas mekanisme kerja sistem online. Program online merupakan salah satu cara mengantisipasi pasien yang tidak dapat rawat inap dengan alasan kamar penuh. Jokowi menargetkan penerapan sistem ini bisa berjalan dalam satu bulan ke depan.
Sistem online rumah sakit akan diuji coba pada 1 Maret mendatang di lima rumah sakit pusat, tiga Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), tiga RS TNI-Polri. Dari 11 rumah sakit itu di antaranya, RS Cipto Mangunkusumo, RS Fatmawati, RS Harapan Kita, RSUD Tarakan, RS Koja dan Cengkareng.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki T Purnama, menambahkan bahwa sistem ini juga dapat meminimalisir aksi saling lempar pasien. Rumah sakit tidak boleh meminta pasien mencari sendiri rumah sakit yang menjadi rujukan, sehingga warga harus mendatangi banyak rumah sakit agar bisa dirawat inap. "Ini yang ingin kami perbaiki," kata Ahok.
Menurut Ahok, ketika mengirim rujukan ke rumah sakit, seharusnya memakai ambulan. Kemudian pasien dibekali data yang cukup, rumah sakit mana yang kosong dan memiliki fasilitas yang dibutuhkan. Nantinya akan disiapkan nomor 119 yang menjadi pusat informasi. Dalam program ini Pemprov DKI menjalin kerja sama dengan 85 rumah sakit yang digandeng Kartu Jakarta Sehat.
Ahok berharap bila sistem online ini berjalan tidak ada lagi warga yang bernasib seperti bayi Dera, yang meninggal karena ditolak oleh rumah sakit.
Ditolak delapan rumah sakit
Seperti diketahui, Dera Nur Anggraini, meninggal enam hari setelah dilahirkan. Dera lahir bersama kembarannya melalui proses operasi caesar di RS Zahira, Jagakarsa, Jakarta Selatan, 10 Februari 2013.
Direktur Utama RS Zahira, Andi Erlina, menjelaskan bahwa sang ibu, Lisa Darawati (20) masuk rumah sakit atas rujukan Puskesmas Pasar Minggu 2 untuk dilakukan persalinan karena didiagnosa mengalami rabun jauh 8 (minus 8). Saat itu usia kandungan diperkirakan belum mencapai 9 bulan
Bayi pertama lahir pada pukul 23.40 dengan berat 1.000 gram dan panjang 36 sentimeter. Sedangkan bayi kedua lahir pukul 23.42 dengan berat 1.400 gram dan panjang 39 sentimeter.
Namun kondisi Dera terus melemah. Ia mengalami gangguan saluran pencernaan. "Selama proses perawatan kerongkongan bayi Dera tidak terbentuk dengan sempurna," kata Andi Erlina.
Karena keterbatasan alat untuk menangani Dera, RS Zahira mencoba merujuk ke rumah sakit lain. Sebab Dera membutuhkan sebuah Neonatal Intensive Care Unit (NICU). NICU adalah ruang perawatan intensif di rumah sakit yang difungsikan untuk merawat bayi. Maka RS Zahira menghubungi lima rumah sakit lainnya. Sayangnya kelima rumah sakit ini tidak bisa menampung dengan alasan penuhnya kamar perawatan.
"Sebelum dirujuk ke RS lain maka bayi masih dirawat di RS Zahira supaya tidak terlantar," ucapnya. Sedangkan kondisi bayi kedua, Dara, dikoordinasikan dengan Suku Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Jakarta Selatan dan dirujuk ke RS Tarakan Jakarta.
Ayah Dera, Eliyas Setya Nugroho, menjelaskan, ada berbagai macam alasan yang diberikan rumah sakit untuk menolak dirinya. Mulai dari penuh, tidak ada bidan, hingga tidak ada Kartu Jakarta Sehat.
"Hampir sepuluh rumah sakit menolak, RS Fatmawati, Cipto, Harapan Kita, Pasar Rebo, Salemba Corolous, Triadipa, Asri, Budi Asih, dan Pertamina. Ya sudah kami menyerah dengan keluarga," ucapnya.
Tambah ruang kelas III
Karena kasus Dera, Jokowi memerintahkan seluruh rumah sakit umum daerah di Jakarta untuk menambahkan kapasitas ruang perawatan kelas III.
Sebanyak 47 kamar kelas III akan ditambah menjadi 68 kamar. Tindakan di lapangan perlu dilakukan agar masyarakat yang sakit bisa tertampung di rumah sakit. "Memang kami sedang berusaha," katanya.
Diakui Jokowi, banyaknya masyarakat yang datang ke rumah sakit atau puskesmas dengan menggunakan Kartu Jakarta Sehat membuat manajemen rumah sakit kewalahan.
Program Jakarta Sehat yang menjadi andalan Pemerintah DKI Jakarta saat ini mulai berdampak. Kisah tragis bayi Dera Nur Anggraini, mengungkap permasalahan ini.
Permasalahan muncul karena program ini memberikan kesempatan bagi warga miskin maupun yang kaya untuk berobat secara gratis. Akibatnya, pasien di berbagai rumah sakit di Jakarta membludak.
Tidak hanya ruang intensif khusus bayi atau NICU di rumah sakit yang penuh. Kini, banyak warga yang kesulitan untuk mendapatkan ruang perawatan Intensive Care Unit (ICU) ketika dibutuhkan.
Minim NICU
Minimnya jumlah NICU di rumah sakit tak lain disebabkan oleh dana pengadaan yang sangat tinggi. Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dien Emawati, mengatakan biaya investasi pembelian peralatan NICU mencapai Rp5-7 miliar per unit.
Belum lagi penambahan tenaga dokter spesialis anak dan perawat khusus yang harus siap siaga selama 24 jam memantau kondisi kesehatan bayi.
Dien mengakui 143 unit NICU di puluhan rumah sakit Ibu Kota tidak mampu melayani kelahiran bayi yang dalam kondisi kesehatan khusus. Sebab, dari 100 kelahiran bayi setiap hari, ada satu bayi yang harus dimasukkan ke NICU.
"Untuk mengantisipasi keterbatasan peralatan NICU, kami akan menambah peralatan NICU di rumah sakit. Minimal di RSUD dulu yang kami targetkan ada NICU. Kami akan minta tambah tahun ini. Supaya kejadian ini tidak terulang lagi," kata Dien.
RSUD yang belum memiliki ruang dan peralatan NICU adalah RSUD Budhi Asih. Tahun ini, Dinas Kesehatan DKI akan membangun ruang NICU di RSUD Budhi Asih. Hingga saat ini pembangunan ruang tersebut sudah masuk dalam tahap lelang.
"Nanti kita akan bangun di sana (RSUD Budhi Asih). Sudah ada lahan bekas sekolahan yang akan kita bangun untuk ruang NICU. Tahun ini akan dibangun, tapi saya lupa berapa anggarannya," ujar dia.
Begitu pula dengan rencana pembangunan RSUD Jakarta Selatan yang rencananya dimulai tahun ini. Dinas Kesehatan akan membangun ruang khusus untuk perawatan NICU. Sehingga, ruang perawatan NICU di RS di Jakarta akan bertambah banyak untuk melayani para bayi dalam kondisi khusus.
Peralatan NICU membutuhkan satu inkubator khusus yang dikendalikan dokter spesialis anak dan perawat selama 24 jam. Ini yang membuat tidak banyak peralatan khusus ini tersebar di rumah sakit di Jakarta.