Wednesday 22 July 2009

MENGGUGAT OPINI PUBLIK DARI ZAMAN KE ZAMAN TENTANG USIA PERNIKAHAN AISYAH RA, YANG DIRIWAYATKAN OLEH HISYAM BIN URWAH


By ainuttijar

TENTANG HISYAM BIN URWAH

“Hisyam adalah seorang yang dapat dipercaya (tsiqah). Riwayatnya dapat diterima, kecuali setelah ia pergi ke Irak. Ia meriwayatkan hadis ayahnya, namun diingkari oleh penduduk negrinya. Dan yang kami lihat, ia mengambil riwayat dari penduduk Irak. Dulu ia hanya meriwayatkan hadis ayahnya, yang ia dengar langsung dari ayahnya. Namun, setelah berhubungan dengan penduduk Irak, ia meriwayatkan hadis ayahnya, yang ia dengar dari orang lain yang meriwayatkan dari ayahnya.” Demikian Ya’qub Bin Syaibah berkata

Ia (Hisyam) adalah salah seorang yang paling berilmu, dan seorang penghulu hujjah. Dalam kebesarannya itu, daya ingatnya mengalami kemunduran, namun tidak hilang sama sekali. Tidak bermutu apa yang dikatakan oleh Abu al-Hasan bin al-Qathan bahwa ia (Hisyam) dan Suhail bin Abi Shalih telah kehilangan sama sekali daya ingatnya. Memang ia (Hisyam) telah sedikit kehilangan daya ingatnya, tidak seperti ketika ia masih muda dulu. Lalu apa masalahnya! Apakah ia seorang yang maksum dari kekurangan?! Ketika pergi ke Irak di akhir usianya, ia banyak meriwayatkan hadis-hadis yang bermuatan pengetahuan. Hal seperti itu juga dialami oleh Malik, Syu’bah, Waki’, dan para perawi tsiqah terkemuka lainnya. Karena itu, tariklah tuduhanmu. Janganlah engkau mencampur-adukkan para perawi tsiqah dengan orang-orang dha’if dan orang-orang yang kehilangan daya ingatnya.
Hisyam adalah syaikhul Islam. Namun demikian, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas tuduhanmu itu, wahai Ibn Qathan.” Demikianlah Pernyataan Adz Dzahabi menanggapi apa yang disampaikan oleh Abu Al-Hasan Al.Qathan

Benarkah umur Aisyah r.a. 7 tahun saat dinikahi Nabi Muhammad s.a.w.?

Cerita pernikahan gadis berumur 7 tahun dengan Nabi berumur 50 tahun adalah mitos semata. Bagaimanapun perjalanan panjang saya dalam menyelelidiki kebenaran atas hal ini membuktikan intuisi saya benar adanya.

Nabi memang seorang yang gentleman. Dan dia tidak menikahi gadis polos berumur 7 atau 9 tahun. Umur Aisyah telah dicatat secara salah dalam literatur hadist. Lebih jauh, Saya pikir bahwa cerita yang menyebutkan hal ini sangatlah tidak bisa dipercaya. Beberapa hadist (tradisi Nabi) yang menceritakan mengenai umur Aisyah pada saat pernikahannya dengan Nabi,hadist-hadist tsb sangat bermasalah.
Saya akan menyajikan beberapa bukti melawan khayalan yang diceritakan Hisyanm ibnu `Urwah dan untuk membersihkan nama Nabi dari sebutan seorang tua yang tidak bertanggung jawab yang menikahi gadis polos berumur 7 atau 9 tahun.

BUKTI #1: PENGUJIAN TERHADAP SUMBER Sebagaian besar riwayat yang menceritakan hal ini yang tercetak di hadist yang semuanya diriwayatkan hanya oleh Hisham ibn `Urwah, yang mencatat atas otoritas dari Bapaknya, Yang mana seharusnya minimal 2 atau 3 orang harus mencatat hadist serupa juga. Adalah aneh bahwa tak ada seorangpun yang di Medinah, dimana Hisham ibn `Urwah tinggal, sampai usia 71 tahun baru menceritakan hal ini, disamping kenyataan adanya banyak murid-murid di Medinah termasuk yang kesohor Malik ibn Anas, tidak menceritakan hal ini. Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq, dimana Hisham tinggal disana dan pindah dari Medinah ke Iraq pada usia tua.

Tehzibu’l-Tehzib, salah satu buku yang cukup terkenal yang berisi catatan para periwayat hadist, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat : ” Hisham sangat bisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq ” (Tehzi’bu’l-tehzi’b, Ibn Hajar Al-`asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, 15th century. Vol 11, p.50). Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq: ” Saya pernah dikasih tahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq” (Tehzi’b u’l-tehzi’b, IbnHajar Al- `Asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, Vol.11, p. 50). Mizanu’l-ai`tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup pada periwayat hadist Nabi saw mencatat: “Ketika masa tua, ingatan Hisham mengalami kemunduran yang mencolok” (Mizanu’l-ai`tidal, Al-Zahbi, Al-Maktabatu’l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).

KESIMPULAN: berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham sangatlah jelek dan riwayatnya setelah pindah ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak kredibel.

KRONOLOGI: Adalah vital untuk mencatat dan mengingat tanggal penting dalam sejarah Islam: pra-610 M: Jahiliyah (pra-Islamic era) sebelum turun wahyu 610 M: turun wahyu pertama AbuBakar menerima Islam 613 M: Nabi Muhammad mulai mengajar ke masyarakat 615 M: Hijrah ke Abyssinia. 616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam. 620 M: dikatakan Nabi meminang Aisyah 622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Medina 623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan Aisyah.

BUKTI #2: MEMINANG Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada usia 9 tahun. Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan: “Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyah dari 2 isterinya ” (Tarikhu’l-umam wa’l-mamlu’k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara’l-fikr, Beirut, 1979). Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan berumah tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Al- Tabari, Aisyah seharusnya dilahirkan pada 613M, Yaitu 3 tahun sesudah masa jahiliyah usai (610 M).

Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat jahiliyah. Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah berumur 14 tahun ketika dinikah. Tetapi intinya Tabari mengalami kontradiksi dalam periwayatannya. KESIMPULAN: Al-Tabari tak reliable mengenai umur Aisyah ketika menikah.

BUKTI # 3: Umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur Fatimah Menurut Ibn Hajar, “Fatima dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun… Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah ” (Al-isabah fi tamyizi’l-sahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol. 4, p. 377, Maktabatu’l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978). Jika Statement Ibn Hajar adalah factual, berarti Aisyah dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat usia Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.

KESIMPULAN: Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia 7 tahun adalah mitos tak berdasar.

BUKTI #4: Umur Aisyah dihitung dari umur Asma’ Menurut Abda’l-Rahman ibn abi zanna’d: “Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah (Siyar A`la’ma’l-nubala’, Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu’assasatu’l-risalah, Beirut, 1992). Menurut Ibn Kathir: “Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya [Aisyah]” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikr al-`arabi, Al-jizah, 1933). Menurut Ibn Kathir: “Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut iwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau beberapa hari lebih dari 20 hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikr al-`arabi, Al- jizah, 1933) Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: “Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 or 74 H.” (Taqribu’l-tehzib, Ibn Hajar Al-Asqalani,p. 654, Arabic, Bab fi’l-nisa’, al-harfu’l-alif, Lucknow).

Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara tertua dari Aisyah berselisih usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun dia tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (622M). Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi, Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada tahun dimana Aisyah berumah tangga. Berdasarkan Hajar, Ibn Katir, and Abda’l-Rahman ibn abi Zanna’d, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau 20 tahun.
Dalam bukti # 3, Ibn Hajar memperkirakan usia Aisyah 12 tahun dan dalam bukti #4 Ibn Hajar mengkontradiksi dirinya sendiri dengan pernyataannya usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi mana usia yang benar ? 12 atau 18..?

KESIMPULAN: Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan usia Aisyah.

BUKTI #5: Perang BADAR dan UHUD Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badr dijabarkan dalam hadist Muslim, (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab karahiyati’l-isti`anah fi’l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan: “ketika kita mencapai Shajarah”. Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar. Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab Ghazwi’l-nisa’ wa qitalihinnama`a’lrijal): “Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb].”

Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud and Badr. Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu’l-maghazi, Bab Ghazwati’l-khandaq wa hiya’l-ahza’b): “Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb.” Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah 15 tahun akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perangm, dan (b) Aisyah ikut dalam perang badar dan Uhud.

KESIMPULAN: Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.

BUKTI #6: Surat al-Qamar (Bulan) Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah tercatat mengatakan hal ini: “Saya seorang gadis muda (jariyah dalam bahasa arab)” ketika Surah Al-Qamar diturunkan(Sahih Bukhari, kitabu’l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa’l-sa`atu adha’ wa amarr). Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah(The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa surat tsb diturunkan pada tahun 614 M. jika Aisyah memulai berumahtangga dengan Rasulullah pada usia 9 di tahun 623 M or 624 M, Aisyah masih bayi yang baru lahir (sibyah in Arabic) pada saat Surah Al-Qamar diturunkan. Menurut riwayat diatas, secara aktual tampak bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi yang baru lahir ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang masih suka bermain (Lane’s Arabic English Lexicon). Jadi, Aisyah, telah menjadi jariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13 tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar, dan oleh karena itu sudah pasti berusia 14-21 tahun ketika dinikah Nabi.

KESIMPULAN: riwayat ini juga mengkontra riwayat pernikahan Aisyah yang berusia 9 tahun.

BUKTI #7: Terminologi bahasa Arab Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepada nya ttg pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: “Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)”. Ketika Nabi bertanya ttg identitas gadis tsb (bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah. Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun. Kata yang tepat untuk gadis belia yang masih suka bermain-main adalah, seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah. Bikr disisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaiaman kita pahami dalam bahasa Inggris “virgin”. Oleh karena itu, tampak jelas bahwa gadis belia 9 tahun bukanlah “wanita” (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p. .210,Arabic, Dar Ihya al-turath al-`arabi, Beirut). Kesimpulan: Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadist diatas adalah “wanita dewasa yang belum punya pengalaman sexual dalam pernikahan.” Oleh karena itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada waktu menikahnya.

BUKTI #8. Text Qur’an Seluruh muslim setuju bahwa Qur’an adalah buku petunjuk. Jadi, kita perlu mencari petunjuk dari Qur’an untuk membersihkan kabut kebingungan yang diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik Islam mengenai usia Aisyah dan pernikahannya. Apakah Quran mengijinkan atau melarang pernikahan dari gadis belia berusia 7 tahun? Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan seperti itu. Ada sebuah ayat, yang bagaimanapun, yang menuntun muslim dalam mendidik dan memperlakukan anak yatim. Petunjuk Qur’an mengenai perlakuan anak Yatim juga valid doaplikasikan ada anak kita sendiri sendiri.

Ayat tersebut mengatakan: Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Qs. 4:5) Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. (Qs. 4:6) Dalam hal seorang anak yang ditingal orang tuanya, Seorang muslim diperintahkan untuk (a) memberi makan mereka, (b) memberi pakaian, (c) mendidik mereka, dan (d) menguji mereka thd kedewasaan “sampai usia menikah” sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan. Disini, ayat Qur’an menyatakan tentang butuhnya bukti yang teliti terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil tes yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan pengelolaan harta-harta kepada mereka. Dalam ayat yang sangat jelas diatas, tidak ada seorangpun dari muslim yang bertanggungjawab akan melakukan pengalihan pengelolaan keuangan pada seorang gadis belia berusia 7 tahun.

Jika kita tidak bisa mempercayai gadis belia berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan, Gadis tsb secara tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun fisik untuk menikah. Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol.6, p. 33 and 99) menyatakan bahwa Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik untuk bermain dengan mainannya daripada mengambil tugas sebagai isteri. Oleh karena itu sangatlah sulit untuk mempercayai, bahwa Abu Bakar,seorang tokoh muslim, akan menunangkan anaknya yang masih belia berusia 7 taun dengan Nabi yang berusia 50 tahun.. Sama sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang gadis belia berusia 7 tahun.

Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak adalah mendidiknya. Marilah kita memunculkan sebuah pertanyaan,” berapa banyak di antara kita yang percaya bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 atau 9 tahun?” Jawabannya adalah Nol besar. Logika kita berkata, adalah tidak mungkin tugas mendidik anak kita dengan memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 tahun, lalu bagaimana mana mungkin kita percaya bahwa Aisyah telah dididik secara sempurna pada usia 7 tahun seperti diklaim sebagai usia pernikahannya?

Abu Bakar merupakan seorang yang jauh lebih bijaksana dari kita semua, Jadi dia akan merasa dalam hatinya bahwa Aisyah masih seorang anak-anak yang belum secara sempurna sebagaimana dinyatakan Qur’an. Abu Bakar tidak akan menikahkan Aisyah kepada seorangpun. Jika sebuah proposal pernikahan dari gadis belia dan belum terdidik secara memuaskan datang kepada Nabi, Beliau akan menolak dengan tegas karena itu menentang hukum-hukum Qur’an.

KESIMPULAN: Pernikahan Aisyah pada usia 7 tahun akan menentang hukum kedewasaan yang dinyatakan Qur’an. Oleh karena itu, cerita pernikahan Aisyah gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos semata.

BUKTI #9: Ijin dalam pernikahan Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan yang dia lakukan menjadi sah (Mishakat al Masabiah, translation by James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang kredible dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi sahnya sebuah pernikahan. Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat diautorisasi sebagai validitas sebuah pernikahan. Adalah tidak terbayangkan bahwa Abu Bakar, seorang laki-laki yang cerdas, akan berpikir dan mananggapi secara keras tentang persetujuan pernikahan gadis 7 tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia 50 tahun.

Serupa dengan ini, Nabi tidak mungkin menerima persetujuan dari seorang gadis yang menurut hadist dari Muslim, masih suka bermain-main dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah.

KESIMPULAN: Rasulullah tidak menikahi gadis berusia 7 tahun karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami tentang klausa persetujuan dari pihak isteri. Oleh karena itu, hanya ada satu kemungkinan; Nabi menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual maupun fisik.

SUMMARY: Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki yang berusia 9 tahun, Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah saw dan Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang arab tidak pernah keberatan dengan pernikahan seperti ini, karena ini tak pernah terjadi sebagaimana isi beberapa riwayat. Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 9 tahun oleh Hisham ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan kontradisksi dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama di Iraq adalah tidak reliable. Pernyataan dari Tabari, Bukhari dan Muslim menunjukkan mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi Aisyah. Lebih jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi dengan riwayat-riwayatnya sendiri. Jadi, riwayat usia Aisyah 9 tahun ketika menikah adalah tidak reliable karena adanya kontradiksi yang nyata pada catatan klasik dari pakar sejarah Islam. Oleh karean itu, tidak ada alasan absolut untuk menerima dan mempercayai usia Aisyah 9 tahun ketika menikah sebagai sebuah kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tersebut dan lebih layak disebut sebagai mitos semata.

Lebih jauh, Qur’an menolak pernikahan gadis dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana tidak layak membebankan kepada mereka tanggung jawab-tanggung jawab.

Note: The Ancient Myth Exposed
By T.O. Shanavas , di Michigan.
(c) 2001 Minaret
from The Minaret Source: http://www.iiie. Net

UMUR PERNIKAHAN AISYAH RA DENGAN ROSULULLAH SAW PERLU DILURUSKAN KEMBALI

Dengan adanya kontroversi pernikahan syekh puji dengan u;fa yang masih di bawah umur dan pernikahan KH Masyurat dari madura yang memiliki 10 istri dan 5 istri diantaranya dinikahi di bawah umur. Mereka menikahi gadis di bawah umur ini dengan alas an mengikuti sunnah Rosul yaitu menikahi Aisyah ketika masih di bawah umur pula

Untuk menjawab masalah tersebut dia atas kita perlu menelusuri riwayat pernikahan Ummul Mu’miniyn (Ibu para Mu’minin) Sitti ‘Aisyah Radhiaya Lla-hu ‘Anhaa. Seperti diketahui dalam riwayat yang umum dituliskan di buku-buku dan diajarkan di madrasah, maupun di sekolah umum St ‘Aisyah RA dinikahkan pada umur 6 tahun dan baru umur 9 tahun serumah dengan Nabi Muhammad SAW. Riwayat inilah yang perlu diluruskan.

Hadits mengenai umur St ‘Aisyah RA tatkala dinikahkan adalah problematis, alias dhaif. Beberapa riwayat yang termaktub dalam buku-buku Hadits berasal hanya satu-satunya dari Hisyam ibn ‘Urwah yang didengarnya sendiri dari ayahnya.
Mengherankan mengapa Hisyam saja satu-satunya yang pernah menyuarakan tentang umur pernikahan St ‘Aisyah RA tersebut. Bahkan tidak oleh Abu Hurairah ataupun Malik ibn Anas.
Itupun baru diutarkan Hisyam tatkala telah bermukim di Iraq. Hisyam pindah bermukim ke negeri itu dalam umur 71 tahun.

Mengenai Hisyam ini Ya’qub ibn Syaibah berkata: “Yang dituturkan oleh Hisyam sangat terpecaya, kecuali yang disebutkannya tatkala ia sudah pindah ke Iraq.”
Syaibah menambahkan, bahwa Malik ibn Anas menolak penuturan Hisyam yang dilaporkan oleh penduduk Iraq (Tahzib alTahzib, Ibn Hajar alAsqalani, Dar Ihya alTurath alIslami, jilid II, hal.50).
Termaktub pula dalam buku tentang sketsa kehidupan para perawi Hadits, bahwa tatkala Hisyam berusia lanjut ingatannya sangat menurun (alMaktabah alAthriyyah, Jilid 4, hal.301).
Alhasil, riwayat umur pernikahan St ‘Aisyah RA yang bersumber dari Hisyam ibn ‘Urwah, tertolak.

Untuk selanjutnya terlebih dahulu dikemukakan peristiwa secara khronologis:

- pre 610 Miladiyah (M): zaman Jahiliyah
- 610 M: Permulaan wahyu turun
- 610 M: Abu Bakr RA masuk Islam
- 613 M: Nabi Muhammad SAW mulai menyiarkan Islam secara terbuka
- 615 M: Ummat Islam Hijrah I ke Habasyah
- 616 M: Umar bin al Khattab masuk Islam
- 620 M: St ‘Aisyah RA dinikahkan
- 622 M: Hijrah ke Madinah
- 623/624 M: St ‘Aisyah serumah sebagai suami isteri dengan Nabi Muhammad SAW

Menurut Tabari: Keempat anak Abu Bakr RA dilahirkan oleh isterinya pada zaman Jahiliyah, artinya pre-610 M. (Tarikh alMamluk, alTabari, Jilid 4, hal.50). Tabari meninggal 922 M.

Jika St ‘Aisyah dinikahkan dalam umur 6 tahun berarti St ‘Aisyah lahir tahun 613 M. Padahal manurut Tabari semua keempat anak Abu Bakr RA lahir pada zaman Jahiliyah, yaitu pada tahun sebelum 610 M. Alhasil berdasar atas Tabari, St ‘Aisyah RA tidak dilahirkan 613 M melainkan sebelum 610.
Jadi kalau St ‘Aisyah RA dinikahkan sebelum 620 M, maka beliau dinikahkan pada umur di atas 10 tahun dan hidup sebagai suami isteri dengan Nabi Muhammad SAW dalam umur di atas 13 tahun.
Jadi kalau di atas 13 tahun, dalam umur berapa? Untuk itu marilah kita menengok kepada kakak perempuan St ‘Aisyah RA, yaitu Asmah.

Menurut Abd alRahman ibn abi Zannad: “Asmah 10 tahun lebih tua dari St ‘Aisyah RA (alZahabi, Muassasah alRisalah, Jilid 2, hal.289).
Menurut Ibn Hajar alAsqalani: Asmah hidup hingga usia 100 tahun dan meninggal tahun 73 atau 74 Hijriyah (Taqrib al Tahzib, Al-Asqalani, hal.654).

Alhasil, apabila Asmah meninggal dalam usia 100 tahun dan meninggal dalam tahun 73 atau 74 Hijriyah, maka Asma berumur 27 atau 28 tahun pada waktu Hijrah, sehingga St ‘Aisyah berumur (27 atau 28) – 10 = 17 atau 18 tahun pada waktu Hijrah, dan itu berarti St ‘Aisyah mulai hidup berumah tangga dengan Nabi Muhammad SAW pada waktu berumur 19 atau 20 tahun. WaLlahu a’lamu bishshawab.

Dari uraian diatas mudah-mudahan dapat meluruskan opini yang berkembang di masyarakat dari zaman ke zaman yang di bawa oleh Hisyam ibn ‘Urwah, dan sudah mendarah daging dikalangan ummat islam. Selain itu harapan saya dapat membuktikan bahwa Rosulullah SAW bukan seorang Pedofilia.

detikcom : SBY: Ini Bukan Rahasia Negara

title : SBY: Ini Bukan Rahasia Negara
summary : Pengungkapan ada pihak yang hendak melakukan pembunuhan pada Kepala Negara, bukan pembocoran rahasia negara. Melainkan peringatan bagi semua pihak agar lebih waspada. (read more)

Hermawan Sulistyo: Tak Hanya Orang Miskin & Bodoh Yang Jadi Teroris

ksi teror tidak hanya terjadi di Indonesia. Di belahan dunia lain yang maju pun tak luput dari teror. Kemiskinan dan kebodohan merupakan salah satu akar yang bisa menyuburkan terorisme. Tapi nyatanya, tidak hanya orang miskin dan bodoh saja yang melakukan aksi ini.

"Beberapa situasi begitu kan ada kemiskinan, kebodohan. Dalam situasi yang lain nggak berlaku. Ada faktor lingkungan, pendidikan dan keyakinan. Keyakinan dia terhadap situasi dunia yang tidak adil. Ketidakadilan dari kacamata dia," ujar mantan investigator Bom Bali Hermawan Sulistyo.

"Kalau dibilang kebodohan, Azahari itu doktor lulusan Inggris dan Australia. Pengebom WTC bisa menerbangkan pesawat, pasti bukan bodoh kan?" imbuhnya.

Berikut wawancara lengkap detikcom dengan Hermawan Sulistyo yang juga guru besar riset ilmu politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Rabu (22/7/2009).

Bagaimana menurut Anda tentang bom yang terjadi di Mega Kuningan Jumat 17 Juli 2009 lalu, apakah itu memang terkait dengan jaringan sebelumnya? Dan samakah dengan pola Bom Bali di mana Anda sebagai penyidiknya?

Saya bukan penyidik, saya investigatornya. Penyidik itu polisi. Karena kalau basiknya forensik itu masih belum selesai jadi belum bisa menyimpulkan.

Yang bisa disimpulkan itu caranya ada yang konvensional, itu terkait dengan jaringhan yang selama ini dikenal. Dan ada yang baru. Contohnya selama ini jaringan ini tidak pernah menjadikan satu target dua kali serangan.

Kedua, bahan dasar jenis bom memang satu tipe dengan bom-bom sebelumnya. Tetapi ada bahan-bahan baru, ada beberapa yang baru yang seblumnya juga nggak ada.

Kalau black powder itu komponen utama Kalium Klorat (KCl 03) dan Sulfur (S). Ada beberapa racikan tambahan yang lain, booster-nya itu bahan ledakannya yang ada. Sesuatu yang baru harus dilakukan uji forensik, dan itu nggak bisa sehari atau dalam hitungan jam.

Temuan sementara menunjukkan, ada link dengan jaringan lama yang selama ini ada. Ada beberapa pola lama seperti penggunaaan black powder, bubuk hitam.

Yang baru ada jenis komponen yang tidak biasa, saya tidak bisa menyebutkan secara detail. Tetapi sebagai basis analisa dasar, itu menunjukkan ada pemain lama, ada pemain 'baru'. Mungkin pemain 'baru' atau pemain lama dengan cara baru atau kombinasi keduanya.

Selain jenis bom, apa lagi yang menunjukkan polanya baru?

Misalnya menginap di hotel. Nggak pernah ada sebelumnya. Ngebom di tempat yang sama dua kali juga nggak pernah ada.

Jadi ini ada indikasi pemain baru?

Iya bisa jadi. Tapi bagi saya data intelijen spekulatif semua. Kalau saya investigator adanya bukti fisik dulu. Kalau basis bukti fisik mengarah dilanjutkan ke uji DNA dari pelaku. Itu diambil darahnya, dites DNA, kemudian dicek melalui saudaranya.

Kalau cocok dikembangkan ke mana jaringannya baru bisa bilang itu jaringan lama, jaringan baru atau sempalan.

Lantas, dugaan yang selama ini mengaitkan kelompok ini adalah sempalan dari kelompok lama, dari Jaringan Islamiyah misalnya?

Saya juga kadang-kadang heran. Kok dia tahu, kayak Osama saja tahu anak buahnya nyempal ke mana sampai nama organisasinya.

Mengenai masuknya bom yang masih menjadi misteri itu, bagaimana? Apakah menurut Anda bom dirakit di dalam atau dimasukkan dari luar?

Di dalam itu. Kalau dari luar ngapain dia tiga hari di kamar. Kalau cuma bawa bom, check in saja dan letakkan.

Dalam bentuk apa bom itu bisa lolos masuk ke dalam?

Ada 2 komponen utama ya. Pertama sistem elektrik untuk memicu ledakan. Ada detonator dan sistem pemicunya. Kedua, bahan peledaknya sendiri.

Bahan peledaknya ada 2 jenis berdaya ledak rendah (low explosive) dan berdaya ledak tinggi (high explosive). Nah black powder sendiri itu berjenis daya ledak rendah tapi kekuatannya paling besar, campuran KClO3 dan belerang.

Jadi kalau yang dibawa dalam koper bahan peledak black powder atau sudah diracik di dalam, sudah pasti tidak bisa dideteksi oleh metal detector. Itu lho yang melewati pintu petugas atau tongkat yang dibawa petugas karena itu hanya mendeteksi logam.

Kalau yang dirakit itu adalah komponen elektriknya, maka bisa terdeteksi karena terdiri dari kabel logam. Jadi kalau bawa rangkaian yang bisa memicu bahan peledak, kalau lewat (metal detector) bisa diperiksa.

Nah, kenapa laptop seringkali disuruh menyalakan kalau diperiksa. Karena di dalamnya ada sistem eletriknya. Kalau laptop saya buka, saya cabut casingnya, dalamnya saya pakai, saya ganti dengan sirkuit bom, nggak ketahuan. Satpam kan nggak diajari memeriksa sejauh itu. Kecuali disuruh menyalakan laptopnya nggak bisa, itu harus dicurigai.

Ini yang terjadi adalah pelaku menginap 3 hari, membawa satu batang kawat, 2 batang kawat masuk ke kamar, ya nggak curiga. Bawa kawat cuma satu dua. Kalau pemicunya sendiri yang disebut detonator itu kayak mercon cuplis, kecil-kecil dibawa, nggak akan bunyi karena dia bukan logam.

Logiknya begini, kalau bom dirakit di luar, dibawa masuk pasti ketahuan karena bunyi itu dari kabel listrik, bukan bahan peledaknya. Kalau belerang ya mana bunyi?

Jadi bahan peledaknya bisa disamarkan seperti dibungkus bungkus makanan?

Iya, satpam kan nggak diajari sejauh itu. Buka-buka lihat paling itu dikira obat atau apa begitu.

Apa ini berarti alat detektor yang dipakai di hotel-hotel dan di mal-mal lemah?

Dia detektor logam, kalau bawa logam atau bawa pisau pasti bunyi. Kalau bawa bom atau dinamit ya nggak, kecuali kalau sudah dipasangi kabel-kabel logamnya.

Jadi adakah alat yang bisa mendeteksi bahan peledak?

Ada alat deteksi residu bahan peledak low eksplosive. Polisi baru belakangan punya, setelah Bom Bali I itu.

Jadi apa tidak sebaiknya hotel dan mal itu punya alat itu?

Lha yang mau bayar siapa?

Apa sebenarnya akar terorisme ini? Motivasinya apa?

Begini, kalau kamu saya suruh bawa bom, aku bayar mahal kau taruh di situ, di rumah makan, habis itu tinggalin. Kalau Anda saya bilang tolong bawa ke tempat duduk itu, terus kamu nyampai situ sebelum kamu taruh saya ledakin dari jauh. Itu bunuh diri juga kan?

Jadi indikasinya ada pelaku dan perakit yang berbeda?

Nggak tahu. Bisa sama dengan yang merakit. Logikanya sih iya, tapi nggak mungkin beroperasi sendiri.

Jadi karena faktor apa teroris itu bisa tumbuh subur, faktor kemiskinan karena mau diiming-imingi uang atau ada faktor lain, seperti kebodohan?

Itu ada faktor internal, ada faktor lingkungan, ada faktor lingkungan yang lebih besar. Karena orang secara psikologis harus punya kesiapan mental untuk bawa bom, tidak semua orang punya kesiapan mental membawa bom.

Beberapa situasi begitu kan ada kemiskinan, kebodohan. Dalam situasi yang lain nggak berlaku. Ada faktor lingkungan, pendidikan, dan keyakinan. Ada faktor keyakinan dia terhadap situasi dunia yang tidak adil. Ketidakadilan dari kacamata dia.

Kalau dibilang kebodohan, Azahari itu doktor lulusan Inggris dan Australia. Pengebom WTC bisa menerbangkan pesawat, pasti bukan bodoh. Bahasa Arab dan bahasa Inggrisnya bagus, bukan bodoh juga bukan?

Ada keyakinan dalam memandang lingkungan di sekitarnya, bahwa lingkungan tidak adil dan sumber ketidakadilannya bisa Amerika atau setan blau, yang nggak jelas sosoknya, abstrak.

Mengapa pula Noordin M Top, yang diduga terkait jaringan bom selama ini susah ditangkap dan selalu lolos saat nyaris ditangkap polisi?

Karena bekerjanya sistem sel. Sel itu lepas satu sama lain, tapi ada di atasnya lagi melakukan kontak antarsel. Satu ketangkap, satunya lagi diperiksa, begitu yang lain langsung tahu ya kaburlah dia. Orang Indonesia itu kan senangnya ngomong, ini rahasia lo, rahasia kok diomongin.

Apakah ditengari Noordin ada backingnya sehingga selalu lolos dan susah ditangkap?

Nggak lah. Memang susah. Jaringan itu tinggal di satu tempat pun tetangganya nggak ada yang tahu. Karena dia dilindungi jaringannya.

Jadi apakah masyarakat harus peduli dengan lingkungannya, dan selalu awas jika ada pendatang baru?

Iya harus. Dia (Noordin) ke Semarang saja papasan sama polisinya, habis itu dikejar dalam hitungan 2 menit hilang di depan publik.

Ada 2 catatan singkat saya. Pertama selama ini orang berminat dan cenderung memblow up soal pelakunya. Kalau bisa pemberitaan mengolah perspektik korban yang lebih ditonjolkan.

Kedua dalam tahap pencegahan itu, pemeriksaan jangan orang merasa penting. Pejabat atau tidak harus sama diperiksa di bandara dan di tempat strategis.

Di lain sisi, petugasnya juga jangan overacting. Satpam, mentang-mentang miskin tiba-tiba punya kekuasaan dengan tongkat detektornya menggeledah orang seperti pesakitan. Seperti orang yang membawa mobil Mercy baru atau BMW baru di hotel diperiksa sampai bagasinya, ini kan overacting. Karena nggak ada pengebom pakai Jaguar.

Gadis Muda Iran Dipaksa Menikah Sebelum Dieksekusi

Seorang pria Iran terpaksa mengawini seorang gadis Iran sehari sebelum gadis tersebut dieksekusi mati. Perkawinan ini dimaksudkan untuk melegalkan hukuman mati terhadap gadis tersebut.

Pria yang tidak disebutkan identitasnya itu adalah pengikut pemimpin spiritual Iran, Ali Khamenei. Pada The Jerussalem Post dia mengatakan, di usianya yang baru menginjak 18 tahun dirinya diberi kehormatan untuk mengawini wanita muda yang hendak dijatuhi hukuman mati.

Dalam hukum Islam yang diterapkan di Iran, tidak diperkenankan menghukum mati wanita yang statusnya masih perawan. Sehingga, untuk melegalkan penerapan hukuman mati terhadap wanita tersebut, pemerintah menggelar upacara perkawinan kecil-kecilan pada malam sebelum sang terhukum dieksekusi.

Sehingga, di malam itulah, wanita muda tersebut melakukan hubungan badan dengan suaminya sehingga hilanglah keperawanan sang gadis.

"Saya menyesal telah melakukannya (hubungan badan) meskipun sebenarnya itu legal," ujarnya kepada Jerussalem Post seperti dikutip news.com.au, Rabu (22/7/2009).

Pria muda itu menceritakan, dirinya tidak akan pernah melupakan saat-saat ketika malam menjelang eksekusi mati istrinya. "Saya selalu mengingat saat dia menangis setelah hubungan badan itu usai," ujarnya lirih.

"Dan saya tidak akan pernah lupa ketika dia mencakar-cakar wajahnya dengan kukunya sendiri sehingga menimbulkan luka goresan," ceritanya sedih.