Wednesday 22 July 2009

Hermawan Sulistyo: Tak Hanya Orang Miskin & Bodoh Yang Jadi Teroris

ksi teror tidak hanya terjadi di Indonesia. Di belahan dunia lain yang maju pun tak luput dari teror. Kemiskinan dan kebodohan merupakan salah satu akar yang bisa menyuburkan terorisme. Tapi nyatanya, tidak hanya orang miskin dan bodoh saja yang melakukan aksi ini.

"Beberapa situasi begitu kan ada kemiskinan, kebodohan. Dalam situasi yang lain nggak berlaku. Ada faktor lingkungan, pendidikan dan keyakinan. Keyakinan dia terhadap situasi dunia yang tidak adil. Ketidakadilan dari kacamata dia," ujar mantan investigator Bom Bali Hermawan Sulistyo.

"Kalau dibilang kebodohan, Azahari itu doktor lulusan Inggris dan Australia. Pengebom WTC bisa menerbangkan pesawat, pasti bukan bodoh kan?" imbuhnya.

Berikut wawancara lengkap detikcom dengan Hermawan Sulistyo yang juga guru besar riset ilmu politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Rabu (22/7/2009).

Bagaimana menurut Anda tentang bom yang terjadi di Mega Kuningan Jumat 17 Juli 2009 lalu, apakah itu memang terkait dengan jaringan sebelumnya? Dan samakah dengan pola Bom Bali di mana Anda sebagai penyidiknya?

Saya bukan penyidik, saya investigatornya. Penyidik itu polisi. Karena kalau basiknya forensik itu masih belum selesai jadi belum bisa menyimpulkan.

Yang bisa disimpulkan itu caranya ada yang konvensional, itu terkait dengan jaringhan yang selama ini dikenal. Dan ada yang baru. Contohnya selama ini jaringan ini tidak pernah menjadikan satu target dua kali serangan.

Kedua, bahan dasar jenis bom memang satu tipe dengan bom-bom sebelumnya. Tetapi ada bahan-bahan baru, ada beberapa yang baru yang seblumnya juga nggak ada.

Kalau black powder itu komponen utama Kalium Klorat (KCl 03) dan Sulfur (S). Ada beberapa racikan tambahan yang lain, booster-nya itu bahan ledakannya yang ada. Sesuatu yang baru harus dilakukan uji forensik, dan itu nggak bisa sehari atau dalam hitungan jam.

Temuan sementara menunjukkan, ada link dengan jaringan lama yang selama ini ada. Ada beberapa pola lama seperti penggunaaan black powder, bubuk hitam.

Yang baru ada jenis komponen yang tidak biasa, saya tidak bisa menyebutkan secara detail. Tetapi sebagai basis analisa dasar, itu menunjukkan ada pemain lama, ada pemain 'baru'. Mungkin pemain 'baru' atau pemain lama dengan cara baru atau kombinasi keduanya.

Selain jenis bom, apa lagi yang menunjukkan polanya baru?

Misalnya menginap di hotel. Nggak pernah ada sebelumnya. Ngebom di tempat yang sama dua kali juga nggak pernah ada.

Jadi ini ada indikasi pemain baru?

Iya bisa jadi. Tapi bagi saya data intelijen spekulatif semua. Kalau saya investigator adanya bukti fisik dulu. Kalau basis bukti fisik mengarah dilanjutkan ke uji DNA dari pelaku. Itu diambil darahnya, dites DNA, kemudian dicek melalui saudaranya.

Kalau cocok dikembangkan ke mana jaringannya baru bisa bilang itu jaringan lama, jaringan baru atau sempalan.

Lantas, dugaan yang selama ini mengaitkan kelompok ini adalah sempalan dari kelompok lama, dari Jaringan Islamiyah misalnya?

Saya juga kadang-kadang heran. Kok dia tahu, kayak Osama saja tahu anak buahnya nyempal ke mana sampai nama organisasinya.

Mengenai masuknya bom yang masih menjadi misteri itu, bagaimana? Apakah menurut Anda bom dirakit di dalam atau dimasukkan dari luar?

Di dalam itu. Kalau dari luar ngapain dia tiga hari di kamar. Kalau cuma bawa bom, check in saja dan letakkan.

Dalam bentuk apa bom itu bisa lolos masuk ke dalam?

Ada 2 komponen utama ya. Pertama sistem elektrik untuk memicu ledakan. Ada detonator dan sistem pemicunya. Kedua, bahan peledaknya sendiri.

Bahan peledaknya ada 2 jenis berdaya ledak rendah (low explosive) dan berdaya ledak tinggi (high explosive). Nah black powder sendiri itu berjenis daya ledak rendah tapi kekuatannya paling besar, campuran KClO3 dan belerang.

Jadi kalau yang dibawa dalam koper bahan peledak black powder atau sudah diracik di dalam, sudah pasti tidak bisa dideteksi oleh metal detector. Itu lho yang melewati pintu petugas atau tongkat yang dibawa petugas karena itu hanya mendeteksi logam.

Kalau yang dirakit itu adalah komponen elektriknya, maka bisa terdeteksi karena terdiri dari kabel logam. Jadi kalau bawa rangkaian yang bisa memicu bahan peledak, kalau lewat (metal detector) bisa diperiksa.

Nah, kenapa laptop seringkali disuruh menyalakan kalau diperiksa. Karena di dalamnya ada sistem eletriknya. Kalau laptop saya buka, saya cabut casingnya, dalamnya saya pakai, saya ganti dengan sirkuit bom, nggak ketahuan. Satpam kan nggak diajari memeriksa sejauh itu. Kecuali disuruh menyalakan laptopnya nggak bisa, itu harus dicurigai.

Ini yang terjadi adalah pelaku menginap 3 hari, membawa satu batang kawat, 2 batang kawat masuk ke kamar, ya nggak curiga. Bawa kawat cuma satu dua. Kalau pemicunya sendiri yang disebut detonator itu kayak mercon cuplis, kecil-kecil dibawa, nggak akan bunyi karena dia bukan logam.

Logiknya begini, kalau bom dirakit di luar, dibawa masuk pasti ketahuan karena bunyi itu dari kabel listrik, bukan bahan peledaknya. Kalau belerang ya mana bunyi?

Jadi bahan peledaknya bisa disamarkan seperti dibungkus bungkus makanan?

Iya, satpam kan nggak diajari sejauh itu. Buka-buka lihat paling itu dikira obat atau apa begitu.

Apa ini berarti alat detektor yang dipakai di hotel-hotel dan di mal-mal lemah?

Dia detektor logam, kalau bawa logam atau bawa pisau pasti bunyi. Kalau bawa bom atau dinamit ya nggak, kecuali kalau sudah dipasangi kabel-kabel logamnya.

Jadi adakah alat yang bisa mendeteksi bahan peledak?

Ada alat deteksi residu bahan peledak low eksplosive. Polisi baru belakangan punya, setelah Bom Bali I itu.

Jadi apa tidak sebaiknya hotel dan mal itu punya alat itu?

Lha yang mau bayar siapa?

Apa sebenarnya akar terorisme ini? Motivasinya apa?

Begini, kalau kamu saya suruh bawa bom, aku bayar mahal kau taruh di situ, di rumah makan, habis itu tinggalin. Kalau Anda saya bilang tolong bawa ke tempat duduk itu, terus kamu nyampai situ sebelum kamu taruh saya ledakin dari jauh. Itu bunuh diri juga kan?

Jadi indikasinya ada pelaku dan perakit yang berbeda?

Nggak tahu. Bisa sama dengan yang merakit. Logikanya sih iya, tapi nggak mungkin beroperasi sendiri.

Jadi karena faktor apa teroris itu bisa tumbuh subur, faktor kemiskinan karena mau diiming-imingi uang atau ada faktor lain, seperti kebodohan?

Itu ada faktor internal, ada faktor lingkungan, ada faktor lingkungan yang lebih besar. Karena orang secara psikologis harus punya kesiapan mental untuk bawa bom, tidak semua orang punya kesiapan mental membawa bom.

Beberapa situasi begitu kan ada kemiskinan, kebodohan. Dalam situasi yang lain nggak berlaku. Ada faktor lingkungan, pendidikan, dan keyakinan. Ada faktor keyakinan dia terhadap situasi dunia yang tidak adil. Ketidakadilan dari kacamata dia.

Kalau dibilang kebodohan, Azahari itu doktor lulusan Inggris dan Australia. Pengebom WTC bisa menerbangkan pesawat, pasti bukan bodoh. Bahasa Arab dan bahasa Inggrisnya bagus, bukan bodoh juga bukan?

Ada keyakinan dalam memandang lingkungan di sekitarnya, bahwa lingkungan tidak adil dan sumber ketidakadilannya bisa Amerika atau setan blau, yang nggak jelas sosoknya, abstrak.

Mengapa pula Noordin M Top, yang diduga terkait jaringan bom selama ini susah ditangkap dan selalu lolos saat nyaris ditangkap polisi?

Karena bekerjanya sistem sel. Sel itu lepas satu sama lain, tapi ada di atasnya lagi melakukan kontak antarsel. Satu ketangkap, satunya lagi diperiksa, begitu yang lain langsung tahu ya kaburlah dia. Orang Indonesia itu kan senangnya ngomong, ini rahasia lo, rahasia kok diomongin.

Apakah ditengari Noordin ada backingnya sehingga selalu lolos dan susah ditangkap?

Nggak lah. Memang susah. Jaringan itu tinggal di satu tempat pun tetangganya nggak ada yang tahu. Karena dia dilindungi jaringannya.

Jadi apakah masyarakat harus peduli dengan lingkungannya, dan selalu awas jika ada pendatang baru?

Iya harus. Dia (Noordin) ke Semarang saja papasan sama polisinya, habis itu dikejar dalam hitungan 2 menit hilang di depan publik.

Ada 2 catatan singkat saya. Pertama selama ini orang berminat dan cenderung memblow up soal pelakunya. Kalau bisa pemberitaan mengolah perspektik korban yang lebih ditonjolkan.

Kedua dalam tahap pencegahan itu, pemeriksaan jangan orang merasa penting. Pejabat atau tidak harus sama diperiksa di bandara dan di tempat strategis.

Di lain sisi, petugasnya juga jangan overacting. Satpam, mentang-mentang miskin tiba-tiba punya kekuasaan dengan tongkat detektornya menggeledah orang seperti pesakitan. Seperti orang yang membawa mobil Mercy baru atau BMW baru di hotel diperiksa sampai bagasinya, ini kan overacting. Karena nggak ada pengebom pakai Jaguar.

No comments:

Post a Comment