Thursday 28 February 2013

BPJS Kesehatan dan Luputnya 20 Juta Warga Miskin

Pasien dirawat di salah satu rumah sakit.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan mulai menerapkan jaminan kesehatan pada 1 Januari 2014. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, penerima bantuan iuran jaminan kesehatan itu adalah fakir miskin dan orang tidak mampu.

Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan, dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

Sementara itu, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan tersebut.

Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono, mengatakan, masyarakat berpenghasilan rendah nantinya cukup membayar premi Rp15.500 per bulan untuk menikmati manfaat dari BPJS Kesehatan itu. Sementara, sisanya dibayarkan pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Meski besaran premi itu lebih kecil dari usulan sebelumnya Rp22.200 per bulan, ketentuan tersebut akan diperkuat dengan peraturan menteri atau peraturan pemerintah. Agung menambahkan, saat ini, pemerintah tengah menyiapkan infrastruktur terkait, seperti perbaikan puskesmas, rumah sakit, dan keperluan penunjang lainnya.

Menanggapi itu, Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, mengatakan, besaran premi yang ditetapkan tersebut tidak akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. "Semua itu sesuai dengan kapasitas fiskal kita," ujar Agus di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu 27 Februari 2013.

Nantinya, menurut Agus, BPJS Kesehatan tersebut akan menjamin 86 juta penduduk yang masuk kategori miskin dan berpenghasilan rendah. Jumlah itu juga disepakati dalam rapat koordinasi yang dilakukan kementerian-kementerian terkait.

"Kementerian Kesehatan juga harus mempersiapkan fasilitas, mulai dari perawatan kesehatan, puskesmas sampai rumah sakit, juga kesiapan dari para pekerjanya," dia menambahkan.

Agus menegaskan, pemerintah sangat serius dalam mewujudkan jaminan kesehatan ini. Sebab, nantinya, peningkatan jaminan sosial bagi masyarakat diharapkan dapat berjalan dengan baik.

"Ini adalah program yang akan dicanangkan pada 2014, dan ini akan berlanjut sampai 2019. Basis datanya berdasarkan APBN," tuturnya.

Terkait program jaminan kesehatan itu, Kementerian Kesehatan pun sudah meresponsnya dengan menganggarkan dana Rp3 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013. Dana itu untuk persiapan operasional BPJS tahun depan.

Namun, secara keseluruhan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pernah mengatakan, modal awal yang disiapkan pemerintah untuk BJPS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, mencapai Rp25 triliun. Jika BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan mencakup program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.

Menurut SBY, masyarakat ingin memiliki sense of security, ketenangan dalam hidupnya, kepastian dalam kesehatan terutama masyarakat golongan miskin. Dan, BPJS menjawab keinginan itu. "Oleh karena itu, negara ini telah melangkah, dan menancapkan tonggak baru, diberlakukan Insya Allah 1 Januari 2014, BPJS dalam sektor kesehatan," kata Yudhoyono, beberapa waktu lalu.

SBY mengatakan, BPJS akan menjangkau rakyat di seluruh pelosok Tanah Air, sehingga masyarakat mendapat kepastian pelayanan kesehatan yang baik. Yudhoyono menekankan, pemerintah ingin membangun keadilan di negeri ini, termasuk di dunia kesehatan.
"Bagi yang mampu atau sangat mampu, bisa menggunakan asuransi dengan kemampuannya. Tapi, bagi yang miskin atau sangat miskin, negara secara moral memiliki tanggung jawab membantunya," katanya.

Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengatakan, dari anggaran yang disiapkan itu, sekitar Rp2 triliun akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur pendukung. "Itu untuk macam-macam, ada perbaikan puskesmas, infrastruktur, sumber daya manusia, serta lainnya," ujar Ali Ghufron di Kementerian Keuangan, Jakarta, pertengahan Februari lalu.

Dia meyakini, anggaran itu akan cair dan terserap tahun ini. Apalagi, perencanaan anggaran dan rencana belanja yang akan dilakukan untuk tahun ini sudah selesai. "Ini karena pada 2014 BPJS sudah operasional," katanya.

Sebelumnya, pada 2012, anggaran terkait jaminan sosial itu tidak terserap sebesar Rp1 triliun, karena tidak cukup waktu.

20 juta warga tak bisa berobat
Sebelumnya, anggota Panitia Kerja Jaminan Kesehatan Komisi IX DPR, Herlini Amran, menilai, masalah data kepesertaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) tampaknya akan terus berulang dari tahun ke tahun. Untuk itu, pemerintah perlu mewaspadai sekitar 20 juta warga miskin yang berpotensi tidak bisa berobat, karena hak kepesertaan Jamkesmas mereka terabaikan, alias tidak terdata.

"Saya menyesalkan cakupan kepesertaan Jamkesmas pada 2012 masih dipatok 76,4 juta jiwa," kata Herlini dalam keterangan tertulis, beberapa waktu lalu.

Menurut anggota Fraksi PKS itu, berdasarkan hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial 2011 Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah keluarga kategori tidak mampu atau orang-orang miskin yang layak mendapatkan pelayanan Jamkesmas mencapai 96,7 juta jiwa.

Herlini melanjutkan, di sisi lain, untuk kuota peserta Jamkesmas 2013 hanya akan ditingkatkan menjadi 86,4 juta jiwa. Dalam rentang dua tahun ke depan hingga 2013, diprediksi ada sekitar 20 juta warga miskin yang jaminan kesehatannya berpotensi terbaikan negara.

"Bayangkan, siapa yang akan menanggung biaya kesehatan mereka kalau sakit. Sementara itu, Jamkesmas tidak meng-cover-nya. Padahal, anggaran terus naik dari tahun ke tahun," dia menegaskan.

Pada 2008 hingga 2010, secara berturut-turut pemerintah mengeluarkan dana sebesar Rp4,6 triliun (2008), Rp4,6 triliun (2009), Rp5,1 triliun (2010), dan Rp6,3 triliun pada 2011. Selanjutnya pada 2012 terdapat penambahan anggaran untuk program Jamkesmas plus Jaminan Persalinan (Jampersal), sehingga nilai totalnya menjadi Rp7,4 triliun.

Manuver Anas dan Skandal Bank Century

Skandal Bank Century kembali ke panggung politik. Setelah reli panjang, dari Pansus hingga Paripurna, tahun 2010 lalu kasus ini sesungguhnya sudah diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Dan komisi itu sudah bergerak. Mereka sudah melakukan penyelidikan. Para penyidik terus mencari dan mengali sejumlah bukti terkait kasus ini.

Hampir dua tahun lewat, kasus ini tampaknya bakal segera masuk ruang politik lagi. Terutama setelah mantan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum disebut-sebut bakal mengungkap simpul-simpul penting dalam kasus ini. Dan nama Anas Urbaningrum itu membetot peserta rapat Tim Pengawas Penegakan Hukum Kasus Century (Timwas) dengan KPK di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu, 27 Februari 2013. 

Anggota Timwas dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hendrawan Supratikno, menegaskan bahwa Anas mempunyai kunci untuk membuka simpul kasus Century.

Sesuai hasil rapat Pansus Century, lanjutnya, ada dua hipotesis terkait kasus ini. Hipotesis pertama, kata Hendrawan, adanya kekeliruan dalam kebijakan. Hipotesis ini sudah ditindaklanjuti. Sudah ada peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan. "Sudah kami terima," kata politikus PDI Perjuangan itu merujuk pada penetapan tersangka Budi Mulya dan Siti Fadjriah oleh KPK dalam kasus Century. 

Hipotesis kedua adalah adanya aliran dana Century kepada kelompok tertentu. Dia menduga Anas mempunyai kunci untuk membuka simpul dan hipotesis kedua kasus ini. ”Kami masih membutuhkan info-info yang lebih sahih agar terang benderang dan tidak jadi misteri." 

Guna menelusuri informasi dari Anas Urbaningrum, Timwas kemudian memutuskan membentuk tim kecil. Berjumlah 9 orang. Perwakilan dari semua fraksi. Mereka akan mengunjungi Anas Urbaningrum. Kunjungan itu untuk mengklarifikasi informasi apakah Anas mengetahui mengenai kasud an aliran dana Century atau tidak. "Agar ini tidak menjadi dagelan politik. Harus ada verifikasi bahwa info yang akan disampaikan Anas adalah info penting untuk menyelesaikan kasus century," kata Politisi PDI Perjuangan itu.

Tim kecil yang akan mengunjungi kediaman Anas antara lain Fahri Hamzah (PKS), Bambang Soesatyo (Golkar), Didi Irawadi Syamsuddin (Demokrat), Hendrawan Supratikno (PDI Perjuangan), Syarifuddin Suding (Hanura), Ahmad Yani (PPP), Nur Yasin (PKB), Chandra Tirta Widjaja (PAN) dan Supriyanto (Gerindra).

Hendrawan menegaskan bahwa alasan tim kecil mengunjungi rumah Anas Urbaningrum, dan tidak memanggilnya ke DPR, semata-mata agar tidak terjadi kegaduhan politik. Sebab, kalau informasinya ternyata tidak penting, itu hanya akan menimbulkan kegaduhan, dagelan dan hiruk pikuk politik. "Kami akan cari waktu pas. Minggu depan, kalau bisa Senin malam," kata Hendrawan.

Keterangan bahwa Anas memiliki informasi kunci atas kasus Century itu disampaikan sahabat Anas sesama kader HMI, politisi Hanura Yuddy Chrisnandi. ”Soal Century itulah yang dimaksudkan Anas dengan  ‘halaman berikutnya’ dalam pidato penguduran diri beberapa hari lalu,” kata Yuddy pada 25 Februari 2013. 
Naik Status Kasus Century 

KPK resmi mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) untuk tersangka kasus Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) Bank Century, Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia Budi Mulya.  

Ini disampaikan Ketua KPK Abraham Samad sebelum rapat dengan 
Pengumuman adanya tersangka kasus itu disampaikannya dalam rapat Timwas pada 20 November 2012 lalu. Saat itu Abraham mengumumkan penetapan dua tersangka berinisial BM dan SCF.

Abraham menjelaskan sprindik atas nama Budi Mulya diterbitkan setelah memeriksa 14 saksi dan ahli. "Saya perlu jelaskan, bahwa sprindik yang dikeluarkan adalah atas nama BM dan kawan-kawan," kata Abraham.
Meski mengumumkan Siti Chalimah Fadjrijah sebagai tersangka, KPK tidak langsung mengeluarkan surat perintah penyidikan bagi mantan petinggi Bank Indonesia itu. 

KPK harus menunggu pemeriksaan tim dokter dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menyatakan Siti Fadjriah sudah layak untuk diperiksa. Sebab, berdasarkan second opinion yang diterbitkan oleh IDI, saat ini Siti Fadjriah belum dinyatakan sehat.

"Diperoleh kesimpukan bahwa SCF dalam kondisi tidak cakap atau tidak kompeten dalam menjalani pemeriksaan. Oleh karena itulah sampai hari ini secara administrasi, belum menerbitkan sprindik," katanya.

KPK akan menerbitkan sprindik atas nama Siti Fadjrjiah jika IDI sudah menyatakan sudah layak diperiksa dan sudah cakap.

Meski mengapresiasi kemajuan itu, Timwas menuntut lebih pada KPK. Mereka menanyakan status mantan Gubernur BI Boediono dan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Keduanya dinilai paling bertanggung jawab dalam kasus itu oleh DPR.

"Deputinya ditetapkan sebagai tersangka, kenapa gubernurnya nggak? Ini ada apa?" tanya Anggota Timwas dari Fraksi Hanura Syafrudin Suding dalam rapat Timwas dengan KPK di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu 27 Februari 2013.

Politisi PKS, Fahri Hamzah, menilai kasus Century akan bernasib serupa dengan kasus Bantuan Likuiditas BI (BLBI) jika KPK belum juga menetapkan Boediono sebagai tersangka sampai tahun 2014.

Abraham menjawab, tidak menutup kemungkinan KPK akan menetapkan tersangka kepada gubernur lainnya, termasuk Boediono yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden RI. Sebab, dalam surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Budi Mulya, tertulis 'BM dkk.' Artinya, tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain.

"Oleh karena itulah kenapa dalam sprindik saya tulis BM dan kawan-kawan, karena kami belum punya bukti cukup. Maka 'dkk' itu terbuka untuk siapa saja yang nanti kalau bukti cukup bisa ditetapkan," jelas Abraham.

Wakil Ketua KPK, Busryo Muqqodas memperkuat jawaban. Busyro mengatakan, dalam menuliskan 'BM dkk' adalah hal yang tidak mudah bagi KPK.

"Konsekuensi dari penetapan seseorang dengan kata 'dkk', itu tidak ringan. Tapi untuk kasus yang terdahulu, kami katakan 'DS dkk' (Djoko Susilo) tapi perkembangannya pelan-pelan tapi pasti, bahwa kami bekerja dalam prinsip-prinsip profesionalitas," ujar dia.

Anggota timwas dari Fraksi PPP Ahmad Yani mempertanyakan alasan Komisi Pemberantasan Korupsi belum juga memeriksa Sri Mulyani dalam kasus ini.

Sebab, menurut Yani, KPK sebenarnya telah menjabarkan dua tindakan pidana dalam kasus Century. Yaitu, penyalahgunaan wewenang pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) dan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Bank gagal ini ditetapkan bukan hanya BI tapi oleh KSSK, siapa? Sri Mulyani. Apa kita harus minta Sri Mulyani ke sini, tapi dia ada halangan karena dia menjabat sebagai direktur bank dunia. Kalau begitu KPK yang ke sana," kata Yani dalam rapat itu.

Ketua KPK Abraham Samad menegaskan bahwa saat ini KPK memang sudah berencana memeriksa Sri Mulyani. Pemeriksaan ini dipastikan akan dilakukan mengingat deputi penindakan sudah meminta tanda tangannya.

Penyidik segera memeriksa Sri Mulyani dalam kasus Bank Century di Washington DC, Amerika Serikat. Sebab, Sri Mulyani saat ini menjabat sebagai salah satu direktur Bank Dunia. "Mungkin akan berangkat minggu depan." 

Pemeriksaan itu, kata Abraham, tak hanya soal surat Sri Mulyani kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tapi juga semua hal terkait kasus Century. "Semua akan ditanyakan apa-apa saja. Semua ditanyakan, tidak spesifik." 

Sri Mulyani ditengarai pernah mengirim tiga pucuk surat kepada SBY. Surat itu, berisi laporan tentang kondisi Bank Century saat itu. Surat itu juga berisi langkah-langkah KKSK dalam rangka menyehatkan bank itu. Bank kemudian mendapat Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek lebih dari Rp6,7 triliun.

Skandal Rp6,7 triliun

Kasus Bank Century ini heboh tatkala DPR menggunakan hak angket pengusutan kasus Bank Century pada akhir 2009 silam. Ini menimbulkan gonjang ganjing politik. Ekses pemberitaan masif dan tayangan langsung sejumlah stasiun televisi hampir tak ada warga negara Indonesia tak mengetahui kasus ini.

Proses politik itu menghasilkan kesimpulan bahwa pengucuran dana Bank Century melalui FPJP oleh BI dan penyertaan modal sementara oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah keuangan negara. 

Dalam prosesnya diduga telah terjadi penyimpangan dalam proses pengambilan kebijakan oleh otoritas moneter dan fiskal yang diikuti berbagai penyimpangan dalam berbagai pelaksanaan kebijakan seperti dalam pemberian FPJP; dan penyertaan modal sementara sampai kepada mengucurnya aliran dana.

DPR menduga telah terjadi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pihak otoritas moneter dan fiskal dengan mengikutsertakan pemegang saham pengendali, pengurus, dan manajemen Bank CIC, Bank Century, debitur dan nasional terkait sehingga terindikasi merugikan keuangan negara dan perekonomian negara. 

Sidang paripurna DPR 2-3 Maret 2010 itu merekomendasikan agar dilakukan proses hukum secara terbuka terhadap para pejabat yang terlibat dan memegang posisi kunci pada periode terjadinya pelanggaran itu. Opsi fraksi yang menilai tidak ada penyalahgunaan wewenang dalam pengambilan kebijakan itu kalah dalam voting.

Diantara nama yang disebut itu adalah mantan Gubernur BI Boediono, mantan Ketua KSSK Sri Mulyani Indrawati, mantan Deputi Gubernur BI Siti Chalimah Fadjriyah, Deputi Gubernur BI Budi Mulya, serta sejumlah nama lain.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan tanggapan hasil pansus angket DPR itu keesokan harinya, 4 Maret 2010. SBY menegaskan bahwa persoalan Bank Century bukanlah hal yang mudah. Karena banyak hal teknis perbankan yang muncul dalam kasus tersebut.

"Saya ingin mengingatkan bahwa kebijakan penyelamatan Bank Century adalah kebijakan di masa sulit di tengah krisis yang melanda dunia," kata SBY di Istana Negara, Jakarta.  

Mantan Gubernur BI Boediono pernah memberikan keterangan terkait kasus ini di Panitia Khusus (Pansus) Century, Selasa 22 Desember 2009. Mantan Gubernur BI ini ditanyai terkait rapat FPJP terhadap Bank Century yang digelar pada 13 November 2008.

Boediono menilai perlu ditelusuri ke mana uang FPJP mengalir. Siapa yang bertanggung jawab dan mengambil manfaat. "Kalau aliran dana tidak pada tempatnya, saya setuju untuk diproses secara hukum," kata Boediono.

Sebab, sambung Boediono, krisis satu bank akan mempengaruhi situasi perbankan secara umum. Meski demikian, Boediono menilai aspek hukum aliran dana FPJP harus dipisahkan dari keputusan bailout.

Juru Bicara Wakil Presiden Boediono, Yopie Hidayat, mengungkapkan Boediono selaku Gubernur BI pada 2008 memilih kebijakan itu karena situasinya mengharuskan. “Bank Century dalam keadaan rusak dan buruk. Kalau dibiarkan akan ambruk dan mengakibatkan ekonomi Indonesia masuk ke dalam jurang krisis,” kata Yopie pada 21 November 2012.

Yopie meminta agar tindakan pidana dan kebijakan dibedakan. “Kebijakan untuk menyelamatkan Bank Century adalah pilihan kebijakan yang siap dipertanggungjawabkan oleh pak Wapres. Kalau ada orang-orang atau pejabat lain yang menunggangi kebijakan itu untuk kepentingan pribadi, silakan diusut. Tapi kebijakan itu sendiri tepat dan penting,” kata dia.

Sri Mulyani membela diri bahwa tindakan yang dilakukan dalam penyelamatkan bank adalah bagian dari kewenangannya  sebagai ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan sesuai mandat Perpu Jaring Pengaman Sektor Keuangan. "Tugas ketua KSSK mencegah krisis, jadi saya bertanggung jawab mencegah krisis," kata Sri Mulyani, 24 Februari 2010.

Budi Mulya pun pernah dipanggil Pansus Century dan KPK. Tapi, saat itu pemeriksaan atas dirinya fokus pada aliran dana Rp1 miliar dari pemilik Bank Century saat itu, Robert Tantular.

Dugaan aliran dana kepada Budi Mulya merupakan hasil temuan sementara audit forensik BPK. Informasi itu menyebutkan adanya dugaan uang sebesar Rp1 miliar yang mengalir ke Budi Mulya. 

Hasil audit forensik BPK menyebutkan uang itu mengalir ke Budi pada September 2008 atau sebulan menjelang Bank Indonesia memberikan FPJP sebesar Rp 689 miliar kepada bank Century.

Dalam keterangannya kepada dewan gubernur BI, Budi Mulya mengakui hal tersebut. 

Namun, Budi menegaskan bahwa uang tersebut merupakan dana pinjaman dalam kapasitasnya sebagai pribadi dan tidak ada kaitannya sebagai Deputi Gubernur BI.

Sementara itu, Siti Fadjrijah belum pernah memenuhi panggilan sejumlah instansi terkait kasus ini. Setelah kasus ini mencuat, Siti mengalami stroke.

Namun, Pansus Hak Angket Century pernah memutarkan rekaman saat Deputi Gubernur Bank Indonesia Siti Fadjrijah tak mampu menahan air matanya saat rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia 13 November 2008 terkait perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/26/PBI/2008 tentang FPJP.  Dia merasa dipojokkan.

"Mohon maaf saja saya gondok sekali," kata Fadjrijah sambil terisak seperti terdengar dalam rekaman rapat yang diputar Pansus Hak Angket Bank Century, awal Februari 2010.