Oleh Denny JA, PhD
Indonesia selalu punya cara menghalau gerakan Islam garis keras. Di era Orde Baru, gerakan itu ditolak secara represi dan otoritarian. Di era reformasi yang penuh kebebasan, gerakan itu menjadi surut justru karena manuver yang dibuatnya sendiri. Impresi ini muncul secara spontan mengamati persoalan yang timbul secara serentak di tiga organisasi Islam garis keras: Laskar Jihad, FPI (Front Pembela Islam) dan MMI (Majelis Mujahidin Indonesia).
Indonesia selalu punya cara menghalau gerakan Islam garis keras. Di era Orde Baru, gerakan itu ditolak secara represi dan otoritarian. Di era reformasi yang penuh kebebasan, gerakan itu menjadi surut justru karena manuver yang dibuatnya sendiri. Impresi ini muncul secara spontan mengamati persoalan yang timbul secara serentak di tiga organisasi Islam garis keras: Laskar Jihad, FPI (Front Pembela Islam) dan MMI (Majelis Mujahidin Indonesia).
Di sela-sela hiruk pikuk berita mengenai Tragedi Bali, Laskar Jihad, organisasi yang terlibat dalam konflik di Ambon dan Poso, membubarkan diri. Sementara panglima tertingginya, Jafar Umar Thalib masih terus diproses di pengadilan dengan tuduhan provokasi dan hasutan. Habib Rieziq, ketua FPI juga ditahan. Pimpinan dan aktivis FPI terancam dipenjara, menyusul penghancuran tempat hiburan yang dilakukannya.
Perkembangan yang paling hot adalah ditahannya Abu Bakar Baasyir, pimpinan MMI. Penangkapan Baasyir adalah selaku pemimpin spritual Jemaah Islamiyah, dengan tuduhan jauh lebih seram, yaitu terlibat dalam upaya pembunuhan presiden RI, Megawati Soekarnoputri. Walau ditahannya Abu Bakar Baasyir memang tidak berhubungan dengan MMI, namun akan ada dampak politis yang besar atas MMI sendiri.