Mahkamah Konstitusi (MK) di bawah komando Mahfud MD terasa berbeda bila dibandingkan saat dipimpin Jimly Asshiddiqie.
Mahfud MD yang dilantik 19 Agustus 2008 itu dinilai terlalu banyak berbicara, selalu mengomentari persoalan aktual di masyarakat, khususnya terkait politik dan hukum. Sedangkan Jimly terlalu hati-hati.
Terobosan Mahfud ini tentu ada yang tidak suka tapi banyak juga yang suka. Sebab, memberikan wacana baru yang memberikan pencerahan.
Apalagi, putusan-putusan MK ini relatif diterima masyarakat. Memang ada sedikit kasus dinilai belum memuaskan. Misalnya kasus pemilu. Tapi secara keseluruhan putusannya memberikan rasa simpati.
Apalagi, MK tergolong aktif mengeluarkan putusan. Untuk tahun 2009 saja sebanyak 135 perkara berhasil dituntaskan. Padahal, hakim konstitusi hanya 9 orang.
Ini berarti tahun 2009 hanya 40 perkara yang belum dituntaskan. Sebab, perkara yang diregistrasi sebanyak 153. Sedangkan tunggakan tahun 2008 sebanyak 22 perkara. Jadi totalnya 175 perkara.
Melihat hal itu, Mahfud MD bukan hanya obral berbicara, tapi juga gila kerja. Sebab, di era kepemimpinannya banyak perkara yang diputuskan.
Sebagai perbandingan. Sejak tahun 2003 hingga 2009, sebanyak 404 perkara yang diregistrasi, tapi dituntaskan 364 perkara.
Di tahun 2009 saja dituntaskan 135 perkara. Ini berarti selama 5 tahun kepemimpinan Jimly hanya menyelesaikan 229 perkara.
Menanggapi hal itu, pengamat kebijakan publik, Jerry Sumampouw mengatakan, kinerja MK di bawah pimpinan Mahfud MD sudah cukup bagus.
”Mahfud memang obral bicara, tapi juga gila kerja. Jadi, siip MK tuntaskan 135 perkara tahun 2009,’’ ujarnya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Kegesitan kerja MK lainnya, lanjut Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) itu, telah membuat tata acara sidang pemakzulan mengingat saat itu DPR menggarap kasus Bank Century.
Terakhir, kata dia, soal putusan soal pilkada. Walaupun, dalam beberapa hal keputusan ini dimaknai melampaui kewenangannya, tapi putusan MK memberikan dampak positif bagi pilkada. “MK memikirkan kepentingan yang lebih besar, bukan sekadar mencabut atau menerima,” katanya.
Sementara peneliti dari Indonesian Institute for Civil Society, Tb Ace Hasan Syadzily mengatakan, kinerja MK di bawah pimpinan Mahfud MD sudah berjalan dengan baik. “Saya kira kinerja MK sudah sesuai dengan fungsinya,” ujarnya.
Namun begitu, menurutnya, MK harus menjaga sifat independensinya terhadap produk-produk perundangan.
“MK sebaiknya mengkaji lebih dalam lagi terhadap produk perundangan secara matang, sehingga putusannya benar-benar membela kepentingan rakyat,’’ ujarnya.
‘’Silakan Rakyat Menilainya”
Janedjri M Gaffar, Sekjen MK
Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (Sekjen MK), Janedjri M Gaffar mengatakan, pihaknya sudah banyak melakukan terobosan hukum.
Namun begitu, menurutnya, berhasil tidaknya MK hanya masyarakat yang menilai. Meskipun MK sudah melaksanakan kewenangannya sesuai dengan ketentuan yang ada. “Saya tidak mau menilai tentang keberhasilan yang diraih MK, silakan rakyat yang menilainya,” tuturnya.
Dikatakan, apapun penilaian masyarakat tentang MK akan dijadikan motivasi untuk bekerja lebih maksimal lagi.
Menurutnya, masih banyak kekurangan di tubuh MK dalam penegakan keadilan. Makanya perlu ditingkatkan lagi.
“Setiap pekerjaan selalu ada kekurangannya. Apalagi di ranah penegakan keadilan,” tandasnya.
Sementara Ketua MK, Mahfud MD mengatakan, pihaknya telah membuat sejumlah terobosan hukum dengan mengeluarkan berbagai putusan yang hasilnya dinilai berbeda dengan perundang-undangan yang berlaku.
“MK memilih paradigma penegakan keadilan substantif karena keadilan berdasarkan hukum tidak selalu terkait kepada ketentuan-ketentuan formal-prosedural,” ujarnya.
Menurutnya, paradigma yang dianut hakim konstitusi telah sesuai dengan tugas hakim untuk selalu menggali nilai-nilai keadilan substantif di masyarakat dalam menghadapi berbagai perkara (hukum).
Mahfud mencontohkan tentang kasus perselisihan hasil pemilu legislatif yang hasilnya adalah pemungutan suara utang di Nias Selatan (Sumatera Utara) dan pengesahan proses pemilu sesuai budaya setempat di Yahukimo, Papua.
MK membuat terobosan hukum dengan menyuruh dilakukan pemungutan suara ulang di Nias Selatan, karena hakim-hakim MK berpendapat terbukti secara sah dan meyakinkan terjadi sejumlah penyimpangan secara terstruktur, masif, dan berjenjang dalam pelaksanaan pemilu di daerah tersebut.
Sedangkan dalam hal kasus pemilu di Yahukimo, MK berpendapat bahwa pemilu dengan kesepakatan warga atau aklamasi dan tidak dengan mencoblos merupakan model pemilihan yang sesuai dengan budaya dan adat setempat yang harus dipahami dan dihormati.
Terobosan hukum lainnya yang mengutamakan keadilan substantif dibanding formal-prosedural adalah saat MK membolehkan penggunaan KTP dengan sejumlah syarat tertentu dalam pemilu oleh warga yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
“Di antara sekian banyak UU yang kita miliki memang ada yang kurang beres. Jadi, tidak heran kalau sesekali terkesan mengesampingkan UU demi keadilan substantif,” tuturnya.
Menurut dia, ada tiga hal yang membuat UU itu menjadi tidak beres, sehingga banyak kelompok masyarakat mengadu ke MK. “Ketidakberesan itu disebabkan karena UU tersebut merupakan produk permainan politik dan kebutuhan di lapangan berubah, jadi ini perlu tafsir teologis baru,” jelasnya.
’’Patut Diacungi Jempol’’
Hadar Nafis Gumay, Pengamat Kebijakan Publik
Kinerja MK di bawah kepemimpinan Mahfud MD sudah cukup baik. Banyak produk ’akalan-akalan’ DPR yang dikoreksi lembaga tersebut.
“Di antara lembaga penegak hukum yang lain, MK lebih baik. Jadi patut diacungi jempol,” kata pengamat kebijakan publik, Hadar Nafis Gumay, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Menurut Direktur Eksekutif Cetro itu, sebagai lembaga yang masih relatif muda, MK telah menunjukkan hasil kerjanya cukup membanggakan.
Dikatakan, agenda MK cukup padat, tapi suatu persidangan bisa diselesaikan sesuai dengan jadwal aturan acara. Kemudian publik bisa mendapatkan informasi dengan cepat.
“Ini menjadi terobosan yang baik. Segala informasi di MK bisa diakses masyarakat secara langsung,” katanya.
‘’Saya Ucapkan Selamat’’
Jimly Asshiddiqie, Bekas Ketua MK
Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengapresiasi kinerja MK yang telah bekerja secara maksimal dan mendapat penilaian positif dari publik.
“Saya ucapkan selamat untuk semua hakim MK periode sekarang yang kerjanya mendapat penilaian positif,” katanya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, apa yang dilakukan sekarang, semoga jadi contoh bagi lembaga dan badan peradilan lainnya. Sistem tata kelola di MK sangat baik, termasuk sistem administrasi keuangan, administrasi pelayanan, dan lainnya.
Ditanya mengenai pondasi MK merupakan warisan pimpinan MK sebelumnya, Jimly tidak mau berkomentar banyak. ‘’ Semoga para penerus kami bisa selalu istiqomah dalam keikhlasan dan keteladanan,’’ ujarnya.
’’Administrasi Lemah’’
Ray Rangkuti, Pengamat Anti-Korupsi
MK di bawah komando Mahfud MD perlu memperbaiki segi administrasi. Sebab, seringkali salah ketik putusan. Ini memang persoalan sepele, tapi bisa berdampak besar.
’’Administrasi lemah. Saya kira masalah ini perlu diperbaiki. Jangan sampai ada putusan salah ketik,’’ ujar pengamat anti-korupsi, Ray Rangkuti, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Menurut Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) itu, sekarang ini banyak kasus masuk ke MK, sehingga ada kesan sudah kewalahan. Tapi jangan ini dijadikan alasan adanya kelalaian dalam penanganan kasus.
“Mungkin karena banyaknya kasus yang mereka tangani, namun itu juga tidak bisa dijadikan alasan,” ujarnya.
Ray juga menyoroti, kebiasaan ketua MK yang sering berkomentar mengenai masalah yang terjadi. Seharusnya tidak mengomentari semua persoalan. Apalagi mengomentari kasus yang sedang ditangani.
“Yang perlu diapresiasi adalah penanganan kasus di MK sudah sangat transparan dibandingkan dengan lembaga hukum lainnya,” jelasnya.
’’Putusan Kasus Pemilu Masih Mengecewakan’’
Mochtar Sindang, Pengamat Pemilu
MK dalam menangani kasus Pemilu belum bertindak berdasarkan pada suara rakyat, sehingga putusannya menimbulkan pertanyaan.
’’Putusan kasus pemilu masih mengecewakan. Padahal, MK merupakan gerbang terakhir dalam penyelesaian sengketa pemilu dan pilkada,’’ kata pengamat pemilu, Mochtar Sindang, kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Menurut Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) itu, seharusnya MK dalam mengambil keputusan soal sengketa pemilu dan pilkada melihat pada suara rakyat.
“Sekarang terkesan penentu pemenangan pemilu dan pilkada ada di tangan MK, bukan di tangan rakyat. Jadi, putusan MK itu hendaknya berpihak pada rakyat dong,” ujarnya.
Ke depan, kata Mochtar, sebelum memutuskan hasil sengketa pemilu dan pilkada harus melakukan survey yang mendalam dan mendengarkan pendapat orang banyak.
“Tahun ini kemungkinan kasus sengketa Pilkada yang ditangani MK akan banyak. Soalnya jumlah pilkada mencapai 242,” jelasnya.
”Harus Membawa Perubahan Deh...’’
Setia Permana, Anggota Komisi III DPR
MK jangan menjadi alat kepentingan politik. Lembaga ini harus fokus menjaga konstitusi.
Demikian disampaikan anggota Komisi III DPR, Setia Permana, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin. “Sebaiknya MK tetap menjaga kenetralan dan menjaga konstitusi ketatanegaraan,” ujarnya.
Menurut politisi PDIP itu, putusan MK banyak yang tidak sesuai dengan implementasi di lapangan. Misalnya kasus pemilu terkait penggunaan KTP.
“Putusan MK Harus membawa perubahan deh, bukan malah menimbulkan persolan baru,” ujarnya.
Secara umum, lanjutnya, MK sudah maksimal dalam menjalankan tugasnya untuk menguji Undang-undang. Ini terbukti dengan banyaknya Undang-undang yang sudah dibatalkan MK.
“Harusnya DPR sekarang menjadi lebih giat lagi dan serius dalam pembahasan Undang-undang,” paparnya.
‘’Tetap Sebagai Lembaga Terpercaya’’
Irman Putra Sidin, Pengamat Hukum Tata Negara
Pengamat hukum tata negara, Irman Putra Sidin mengatakan, kinerja MK di bawah pimpinan Mahfud MD sudah lumayan. “MK tetap sebagai lembaga terpercaya bagi masyarakat,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
“Sampai saat ini MK masih menjaga kewibawaannya sebagai lembaga penegakan keadilan, khususnya terkait perundang-undangan,” tambahnya.
Selama ini, lanjutnya, keputusan MK relatif diterima masyarakat dan kekuasaan.