Thursday, 25 March 2010

MAHFUDZ MD BANYAK BICARA, DAN JAGO KERJA JADI TIDAK BERLAKU BAGINYA NO ACTION TALK ONLY

Mahkamah Konstitusi (MK) di bawah komando Mahfud MD terasa berbeda bila dibandingkan saat dipimpin Jimly Asshiddiqie.

Mahfud MD yang dilantik 19 Agustus 2008 itu dinilai terlalu banyak berbicara, selalu mengo­mentari persoalan aktual di ma­sya­rakat, khususnya terkait po­litik dan hukum. Sedangkan Jimly terlalu hati-hati.

Terobosan Mahfud ini tentu ada yang tidak suka tapi banyak juga yang suka. Sebab, mem­be­rikan wacana baru yang mem­berikan pencerahan.

Apalagi, putusan-putusan MK ini relatif diterima masyarakat. Memang ada sedikit kasus dinilai belum memuaskan. Misalnya ka­sus pemilu. Tapi secara ke­se­lu­ruhan putusannya mem­berikan rasa simpati.

Apalagi, MK tergolong aktif me­ngeluarkan putusan. Untuk tahun 2009 saja sebanyak 135 per­kara berhasil dituntaskan. Pa­dahal, hakim konstitusi hanya 9 orang.

Ini berarti tahun 2009 hanya 40 perkara yang belum ditun­tas­kan. Sebab, perkara yang di­re­gist­rasi sebanyak 153. Sedangkan tunggakan tahun 2008 sebanyak 22 perkara. Jadi totalnya 175 perkara.

Melihat hal itu, Mahfud MD bukan hanya obral berbicara, tapi juga gila kerja. Sebab, di era ke­pemimpinannya banyak perkara yang diputuskan.

Sebagai perbandingan. Sejak tahun 2003 hingga 2009, se­ba­nyak 404 perkara yang diregis­­tra­si, tapi dituntaskan 364 perkara.

Di tahun 2009 saja dituntaskan 135 perkara. Ini berarti selama 5 tahun kepemimpinan Jimly ha­nya menyelesaikan 229 perkara.

Menanggapi hal itu, pengamat kebijakan publik, Jerry Su­mam­pouw mengatakan, kinerja MK di bawah pimpinan Mahfud MD sudah cukup bagus.

”Mahfud memang obral bicara, tapi juga gila kerja. Jadi, siip MK tuntaskan 135 perkara tahun 2009,’’ ujarnya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Kegesitan kerja MK lainnya, lanjut Koordinator Komite Pe­milih Indonesia (Tepi) itu, telah mem­buat tata acara sidang pe­mak­zulan mengingat saat itu DPR menggarap kasus Bank Century.

Terakhir, kata dia, soal putusan soal pilkada. Walaupun, dalam beberapa hal keputusan ini di­mak­nai melampaui kewe­nang­annya, tapi putusan MK mem­berikan dam­pak positif bagi pil­kada. “MK memikirkan ke­pen­tingan yang lebih besar, bukan sekadar mencabut atau me­ne­rima,” katanya.

Sementara peneliti dari In­donesian Institute for Civil Society, Tb Ace Hasan Syadzily me­ngatakan, kinerja MK di ba­wah pimpinan Mahfud MD sudah berjalan dengan baik. “Saya kira kinerja MK sudah sesuai dengan fungsinya,” ujarnya.

Namun begitu, menurutnya, MK harus menjaga sifat inde­pen­den­sinya terhadap produk-pro­duk perundangan.

“MK sebaiknya mengkaji lebih dalam lagi terhadap produk per­undangan secara matang, se­hingga putusannya benar-benar mem­bela kepentingan rakyat,’’ ujar­nya.

‘’Silakan Rakyat Menilainya”
Janedjri M Gaffar, Sekjen MK

Sekretaris Jenderal Mah­ka­mah Konstitusi (Sekjen MK), Ja­nedjri M Gaffar menga­takan, pi­haknya sudah banyak melakukan terobosan hukum.

Namun begitu, menurutnya, ber­hasil tidaknya MK hanya ma­sya­rakat yang menilai. Meskipun MK sudah melaksanakan kewe­nang­annya sesuai dengan ke­tentuan yang ada. “Saya tidak mau menilai ten­tang keber­ha­sil­an yang diraih MK, silakan rakyat yang meni­lainya,” tuturnya.

Dikatakan, apapun penilaian ma­syarakat tentang MK akan dijadikan motivasi untuk bekerja lebih maksimal lagi.

Menurutnya, masih banyak kekurangan di tubuh MK dalam pe­negakan keadilan. Makanya perlu ditingkatkan lagi.

“Setiap pekerjaan selalu ada kekurangannya. Apalagi di ranah penegakan keadilan,” tandasnya.

Sementara Ketua MK, Mahfud MD mengatakan, pihaknya telah membuat sejumlah terobosan hukum dengan mengeluarkan berbagai putusan yang hasilnya dinilai berbeda dengan perun­dang-undangan yang berlaku.

“MK memilih paradigma pe­negakan keadilan substantif karena keadilan berdasarkan hukum tidak selalu terkait kepada ketentuan-ketentuan formal-pro­sedural,” ujarnya.

Menurutnya, paradigma yang dianut hakim konstitusi telah sesuai dengan tugas hakim untuk selalu menggali nilai-nilai ke­adilan substantif di masyarakat dalam menghadapi berbagai perkara (hukum).

Mahfud mencontohkan tentang kasus perselisihan hasil pemilu legislatif yang hasilnya adalah pe­mungutan suara utang di Nias Se­latan (Sumatera Utara) dan pe­nge­sahan proses pemilu sesuai budaya setempat di Yahukimo, Papua.

MK membuat terobosan hu­kum dengan menyuruh dilakukan pe­mungutan suara ulang di Nias Selatan, karena hakim-hakim MK berpendapat terbukti secara sah dan meyakinkan terjadi se­­jumlah penyimpangan secara ter­struktur, masif, dan berjenjang dalam pelaksanaan pemilu di dae­rah tersebut.

Sedangkan dalam hal kasus pe­milu di Yahukimo, MK ber­pen­dapat bahwa pemilu dengan ke­sepakatan warga atau aklamasi dan tidak dengan mencoblos me­rupakan model pemilihan yang sesuai dengan budaya dan adat setempat yang harus dipahami dan dihormati.

Terobosan hukum lainnya yang mengutamakan keadilan subs­tantif dibanding formal-pro­se­dural adalah saat MK mem­bo­lehkan penggunaan KTP dengan sejumlah syarat tertentu dalam pemilu oleh warga yang tidak ter­daftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

“Di antara sekian banyak UU yang kita miliki memang ada yang kurang beres. Jadi, tidak he­ran kalau sesekali terkesan me­nge­sampingkan UU demi kea­dil­an substantif,” tuturnya.

Menurut dia, ada tiga hal yang membuat UU itu menjadi tidak beres, sehingga banyak kelom­pok masyarakat mengadu ke MK. “Ketidakberesan itu disebabkan karena UU tersebut merupakan pro­duk permainan politik dan kebutuhan di lapangan berubah, jadi ini perlu tafsir teologis baru,” je­lasnya.

’’Patut Diacungi Jempol’’
Hadar Nafis Gumay, Pengamat Kebijakan Publik

Kinerja MK di bawah kepe­mimpinan Mahfud MD sudah cukup baik. Banyak produk ’akal­an-akalan’ DPR yang di­ko­reksi lembaga tersebut.

“Di antara lembaga penegak hukum yang lain, MK lebih baik. Jadi patut diacungi jempol,” kata pengamat kebijakan publik, Ha­dar Nafis Gumay, kepada Rakyat Mer­deka, di Jakarta, kemarin.

Menurut Direktur Eksekutif Cetro itu, sebagai lembaga yang masih relatif muda, MK telah me­nunjukkan hasil kerjanya cu­kup membanggakan.

Dikatakan, agenda MK cukup padat, tapi suatu persidangan bisa diselesaikan sesuai dengan jad­wal aturan acara. Kemudian pub­lik bisa mendapatkan infor­masi dengan cepat.

“Ini menjadi terobosan yang baik. Segala informasi di MK bisa diakses masyarakat secara lang­sung,” katanya.

‘’Saya Ucapkan Selamat’’

Jimly Asshiddiqie, Bekas Ketua MK

Bekas Ketua Mahkamah Kon­stitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengapresiasi kinerja MK yang telah bekerja secara maksimal dan mendapat penilaian positif dari publik.

“Saya ucapkan selamat untuk semua hakim MK periode se­karang yang kerjanya mendapat penilaian positif,” katanya ke­pada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, apa yang dila­kukan sekarang, semoga jadi con­toh bagi lembaga dan badan per­adilan lainnya. Sistem tata ke­lola di MK sangat baik, termasuk sistem administrasi keuangan, administrasi pelayanan, dan lainnya.

Ditanya mengenai pondasi MK merupakan warisan pim­pin­an MK sebelumnya, Jimly tidak mau berkomentar banyak. ‘’ Se­moga para penerus kami bisa selalu istiqomah dalam ke­ikhlasan dan keteladanan,’’ ujarnya.

’’Administrasi Lemah’’
Ray Rangkuti, Pengamat Anti-Korupsi

MK di bawah komando Mahfud MD perlu memperbaiki segi ad­ministrasi. Sebab, seringkali salah ketik putusan. Ini me­mang persoalan sepele, tapi bisa berdampak besar.

’’Administrasi lemah. Saya ki­ra masalah ini perlu diper­baiki. Jangan sampai ada putus­an salah ketik,’’ ujar pengamat anti-korupsi, Ray Rangkuti, ke­pa­da Rakyat Merdeka, di Ja­karta, kemarin.

Menurut Direktur Lingkar Ma­dani untuk Indonesia (Lima) itu, sekarang ini banyak kasus masuk ke MK, sehingga ada ke­san sudah kewalahan. Tapi ja­ngan ini dijadikan alasan ada­nya kelalaian dalam penangan­an kasus.

“Mungkin karena banyaknya kasus yang mereka tangani, na­mun itu juga tidak bisa dija­dikan alasan,” ujarnya.

Ray juga menyoroti, kebia­saan ketua MK yang sering ber­komentar mengenai masalah yang terjadi. Seharusnya tidak me­ngomentari semua per­soal­an. Apalagi mengomentari kasus yang sedang ditangani.

“Yang perlu diapresiasi ada­lah penanganan kasus di MK su­dah sangat transparan di­ban­dingkan dengan lembaga hu­kum lain­nya,” jelasnya.

’’Putusan Kasus Pemilu Masih Mengecewakan’’
Mochtar Sindang, Pengamat Pemilu

MK dalam menangani kasus Pe­milu belum bertindak ber­dasarkan pada suara rakyat, se­hingga putusannya menim­bulkan per­tanyaan.

’’Putusan kasus pemilu masih mengecewakan. Padahal, MK merupakan gerbang terakhir dalam penyelesaian sengketa pemilu dan pilkada,’’ kata pe­nga­mat pemilu, Mochtar Sin­dang, kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.

Menurut Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) itu, seharusnya MK da­lam mengambil keputusan soal sengketa pemilu dan pilkada me­lihat pada suara rakyat.

“Sekarang terkesan penentu pe­menangan pemilu dan pil­kada ada di tangan MK, bukan di tangan rakyat. Jadi, putusan MK itu hendaknya berpihak pa­da rakyat dong,” ujarnya.

Ke depan, kata Mochtar, se­belum memutuskan hasil seng­keta pemilu dan pilkada harus melakukan survey yang men­dalam dan mendengarkan pen­da­pat orang banyak.

“Tahun ini kemungkinan ka­sus sengketa Pil­kada yang di­tangani MK akan banyak. Soal­nya jumlah pil­kada mencapai 242,” jelasnya.

”Harus Membawa Perubahan Deh...’’
Setia Permana, Anggota Komisi III DPR

MK jangan menjadi alat ke­pentingan politik. Lembaga ini harus fokus menjaga konstitusi.

Demikian disampaikan ang­gota Komisi III DPR, Setia Per­mana, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin. “Sebaiknya MK tetap men­jaga kenetralan dan menjaga kon­stitusi keta­ta­negaraan,” ujar­nya.

Menurut politisi PDIP itu, pu­tusan MK banyak yang tidak sesuai dengan implementasi di lapangan. Misalnya kasus pe­milu terkait penggunaan KTP.

“Putusan MK Harus mem­ba­wa perubahan deh, bukan ma­lah menimbulkan persolan baru,” ujarnya.

Secara umum, lanjutnya, MK sudah maksimal dalam men­jalankan tugasnya untuk me­nguji Undang-undang. Ini ter­bukti dengan banyaknya Un­dang-undang yang sudah diba­talkan MK.

“Harusnya DPR sekarang menjadi lebih giat lagi dan se­rius dalam pembahasan Un­dang-undang,” pa­par­nya.

‘’Tetap Sebagai Lembaga Terpercaya’’
Irman Putra Sidin, Pengamat Hukum Tata Negara

Pengamat hukum tata ne­ga­ra, Irman Putra Sidin menga­ta­kan, kinerja MK di bawah pim­pinan Mahfud MD sudah lu­mayan. “MK tetap sebagai lem­baga terpercaya bagi ma­sya­rakat,” ujar­nya kepada Rakyat Mer­de­ka, di Jakarta, kemarin.

“Sampai saat ini MK masih men­jaga kewibawaannya se­ba­gai lembaga penegakan kea­dil­an, khususnya terkait per­un­dang-undangan,” tambahnya.

Selama ini, lanjutnya, ke­putusan MK relatif diterima ma­­syarakat dan kekuasaan.