Jang Song Thaek, tangan kanan sekaligus paman dari pemimpin Korut, Kim Jong-un, telah dieksekusi mati. Eksekusi atas Jang diumumkan kantor berita resmi Korut, KCNA, pada Jumat 13 Desember 2013. Dalam pengadilan militer, Jang terbukti dan mengaku bersalah telah melakukan pengkhianatan dan percobaan penggulingan rezim.
Bagi masyarakat internasional, eksekusi mati Jang ini merupakan kehebohan besar dari Korut sejak meninggalnya Kim Jong-il, mantan pemimpin Korut sekaligus ayah Kim Jong-un, pada 17 Desember 2011.
Perkembangan drastis di Korea Utara dalam beberapa hari terakhir membuat sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat, waspada. Gejolak di Korut bisa mempengaruhi keamanan di Semenanjung Korea, karena negara komunis itu punya teknologi senjata nuklir.
Muncul pula sejumlah spekulasi dari kalangan pengamat, apakah eksekusi mati atas orang dekat pemimpin Korut itu bagian awal dari krisis yang bisa mengancam rezim yang tengah berkuasa, atau justru menjadi pertanda bahwa Kim Jong-un merupakan pemimpin muda yang tidak bisa lagi dipandang remeh dan kapan pun bisa menyingkirkan siapa saja, bahkan pamannya sendiri.
Jang selama ini dikenal
sebagai pejabat yang punya pengaruh besar bagi transisi kepemimpinan di
Korut, bahkan secara "de facto" dipandang sebagai pemimpin nomor dua.
Pejabat 67 tahun itu juga menjadi mentor bagi Kim Jong-un dalam
pemerintahan setelah ditingggal mati ayahnya. Namun, jasa-jasa Jang itu
tidak lagi diingat karena dianggap telah membuat dosa besar.
"Tertuduh Jang telah sejak lama membentuk kekuatan dan faksi sendiri sebagai pemimpin di era modern ini, serta dia melakukan kejahatan keji, yaitu percobaan menggulingkan pemerintah. Pengadilan khusus militer memvonis hukuman mati. Keputusan itu dieksekusi secepatnya," tulis KCNA yang menyebut pria tua itu "lebih buruk dari anjing".
Menurut kantor berita Reuters, Jang adalah suami adik Kim Jong-il. Dia adalah wakil ketua Komite Pertahanan Nasional dan anggota Politbiro Partai Pekerja. Dia disebut-sebut aktor yang membentuk kepribadian Kim junior menjadi pemimpin. Di beberapa foto terlihat Jang sering menemani keponakannya tersebut.
Pada awal pekan ini, 10 Desember 2013, Kim Jong-un melucuti seluruh gelar dan posisi Jang di pemerintahan. Dia bahkan diseret tentara di tengah rapat partai.
Selain tuduhan pembelotan, dia juga dituduh salah mengatur sistem keuangan negara, tukang main perempuan, dan pecandu alkohol. Ajudan Jang telah kabur ke Korea Selatan. Namun, muncul kabar lain bahwa dua ajudan Jang telah dieksekusi mati.
Kim Jong-un dalam pernyataannya seperti dikutip KCNA mengatakan bahwa pamannya memiliki mimpi yang berbeda dengan mimpi Korut. Menurut dia, sejak lama Jang telah memiliki ambisi politik yang kotor, dia juga tidak menghargai Kim Jong-il dan Kim Il-sung ketika mereka hidup.
"Jang dengan putus asa mencoba membentuk faksi dalam partai dengan menciptakan ilusi tentang dirinya dan berhasil mengambil hati para pendukungnya serta orang-orang yang berkeyakinan lemah," kata Kim.
Kematian Jang langsung mendapatkan perhatian negara-negara tetangga. Pemerintah Korea Selatan langsung mengadakan rapat kabinet untuk membicarakan masalah ini. Di seberang lautan, pemerintah Jepang pun memperhatikan gejolak di lingkar kekuasaan Korut itu dengan seksama.
Tidak Diduga
Sebagai negara yang diperintah rezim otoriter, hukuman mati atau kerja paksa atas para terhukum merupakan kabar yang tidak mengherankan di Korut. Namun, eksekusi mati atas Jang mengejutkan banyak pihak, apalagi bila itu terjadi atas perintah atau restu Kim Jong-un.
Bahkan, sebagai musuh bebuyutan Korut, pejabat Amerika Serikat pun tidak langsung percaya saat pertama kali mendengar Jang dihukum mati. Kantor kepresidenan AS, Gedung Putih, saat itu memilih menunggu laporan yang sahih walau tidak merasa heran bila ada eksekusi semacam itu di Korut.
"Bila sudah terkonfirmasi, peristiwa itu merupakan contoh kebrutalan ekstrem rezim Korea Utara. Kami terus mengikuti perkembangan di sana secara dekat sambil berkonsultasi dengan para sekutu dan mitra kami di kawasan," demikian kata Patrick Ventrell, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS di Gedung Putih.
Tidak ada pernyataan resmi lain dari pemerintah Korut selain dari kantor berita KCNA, yang merupakan corong utama pemerintah komunis itu. Di Korut pun tidak ada kebiasaan pemimpin memberi pernyataan pers, sehingga jangan harap ada komentar langsung dari Kim Jong-un atas hukuman mati pamannya itu.
Namun, eksekusi Jang ini menandakan bahwa Kim tampaknya tidak mau lagi dipandang sebelah mata sebagai pemimpin ingusan. Walau usianya masih 30 tahun, yang membuat dia sebagai pemimpin termuda di dunia untuk saat ini, Kim patut diperhitungkan dunia.
Walau belum lama menjadi pemimpin, menyusul kematian ayahnya, Kim Jong-un berkuasa atas 24 juta warga di negara yang memiliki teknologi senjata nuklir, yang bila diledakkan mampu secara sekejap menghancurkan negara-negara tetangganya yang jauh lebih maju, seperti Korsel dan Jepang.
Eksekusi Jang juga akan membuat Kim Jong-un sebagai diktator "bertangan besi," tak kalah kejam dengan ayah maupun kakeknya yang juga pendiri dan pemimpin pertama Korut, Kim Il-sung. Bisa jadi, selama ini para pemimpin dunia hanya melihat Kim Il-sung sebagai "anak yang tidak tahu apa-apa" - hanya bisa naik ke panggung kekuasaan berkat warisan ayahnya.
Sebelum eksekusi Jang, satu-satunya kabar soal Kim Jong-un yang mendapat perhatian adalah saat dia mengundang mantan pebasket kondang Amerika, Dennis Rodman, ke Korut 2013.
"Tertuduh Jang telah sejak lama membentuk kekuatan dan faksi sendiri sebagai pemimpin di era modern ini, serta dia melakukan kejahatan keji, yaitu percobaan menggulingkan pemerintah. Pengadilan khusus militer memvonis hukuman mati. Keputusan itu dieksekusi secepatnya," tulis KCNA yang menyebut pria tua itu "lebih buruk dari anjing".
Menurut kantor berita Reuters, Jang adalah suami adik Kim Jong-il. Dia adalah wakil ketua Komite Pertahanan Nasional dan anggota Politbiro Partai Pekerja. Dia disebut-sebut aktor yang membentuk kepribadian Kim junior menjadi pemimpin. Di beberapa foto terlihat Jang sering menemani keponakannya tersebut.
Pada awal pekan ini, 10 Desember 2013, Kim Jong-un melucuti seluruh gelar dan posisi Jang di pemerintahan. Dia bahkan diseret tentara di tengah rapat partai.
Selain tuduhan pembelotan, dia juga dituduh salah mengatur sistem keuangan negara, tukang main perempuan, dan pecandu alkohol. Ajudan Jang telah kabur ke Korea Selatan. Namun, muncul kabar lain bahwa dua ajudan Jang telah dieksekusi mati.
Kim Jong-un dalam pernyataannya seperti dikutip KCNA mengatakan bahwa pamannya memiliki mimpi yang berbeda dengan mimpi Korut. Menurut dia, sejak lama Jang telah memiliki ambisi politik yang kotor, dia juga tidak menghargai Kim Jong-il dan Kim Il-sung ketika mereka hidup.
"Jang dengan putus asa mencoba membentuk faksi dalam partai dengan menciptakan ilusi tentang dirinya dan berhasil mengambil hati para pendukungnya serta orang-orang yang berkeyakinan lemah," kata Kim.
Kematian Jang langsung mendapatkan perhatian negara-negara tetangga. Pemerintah Korea Selatan langsung mengadakan rapat kabinet untuk membicarakan masalah ini. Di seberang lautan, pemerintah Jepang pun memperhatikan gejolak di lingkar kekuasaan Korut itu dengan seksama.
Tidak Diduga
Sebagai negara yang diperintah rezim otoriter, hukuman mati atau kerja paksa atas para terhukum merupakan kabar yang tidak mengherankan di Korut. Namun, eksekusi mati atas Jang mengejutkan banyak pihak, apalagi bila itu terjadi atas perintah atau restu Kim Jong-un.
Bahkan, sebagai musuh bebuyutan Korut, pejabat Amerika Serikat pun tidak langsung percaya saat pertama kali mendengar Jang dihukum mati. Kantor kepresidenan AS, Gedung Putih, saat itu memilih menunggu laporan yang sahih walau tidak merasa heran bila ada eksekusi semacam itu di Korut.
"Bila sudah terkonfirmasi, peristiwa itu merupakan contoh kebrutalan ekstrem rezim Korea Utara. Kami terus mengikuti perkembangan di sana secara dekat sambil berkonsultasi dengan para sekutu dan mitra kami di kawasan," demikian kata Patrick Ventrell, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS di Gedung Putih.
Tidak ada pernyataan resmi lain dari pemerintah Korut selain dari kantor berita KCNA, yang merupakan corong utama pemerintah komunis itu. Di Korut pun tidak ada kebiasaan pemimpin memberi pernyataan pers, sehingga jangan harap ada komentar langsung dari Kim Jong-un atas hukuman mati pamannya itu.
Namun, eksekusi Jang ini menandakan bahwa Kim tampaknya tidak mau lagi dipandang sebelah mata sebagai pemimpin ingusan. Walau usianya masih 30 tahun, yang membuat dia sebagai pemimpin termuda di dunia untuk saat ini, Kim patut diperhitungkan dunia.
Walau belum lama menjadi pemimpin, menyusul kematian ayahnya, Kim Jong-un berkuasa atas 24 juta warga di negara yang memiliki teknologi senjata nuklir, yang bila diledakkan mampu secara sekejap menghancurkan negara-negara tetangganya yang jauh lebih maju, seperti Korsel dan Jepang.
Eksekusi Jang juga akan membuat Kim Jong-un sebagai diktator "bertangan besi," tak kalah kejam dengan ayah maupun kakeknya yang juga pendiri dan pemimpin pertama Korut, Kim Il-sung. Bisa jadi, selama ini para pemimpin dunia hanya melihat Kim Il-sung sebagai "anak yang tidak tahu apa-apa" - hanya bisa naik ke panggung kekuasaan berkat warisan ayahnya.
Sebelum eksekusi Jang, satu-satunya kabar soal Kim Jong-un yang mendapat perhatian adalah saat dia mengundang mantan pebasket kondang Amerika, Dennis Rodman, ke Korut 2013.
Kalangan media menyebut
mantan bintang klub NBA Chicago Bulls itu sebagai selebriti Amerika
pertama yang diundang secara khusus oleh diktator Korut. Walau Korut
menganggap AS sebagai musuh sejak Perang Korea 1950an, Kim malah
mengagumi pebasket Amerika.
Selain itu, menurut harian Telegraph, muncul isu bahwa Kim Jong-un telah menjalani bedah plastik untuk memperbaiki tampilan wajahnya. Namun, isu itu langsung dibantah KCNA, dengan menyebutnya fitnah yang keji dari pihak musuh.
Lambat laun, Kim tidak lagi dipandang sebagai pemimpin baru yang lugu. Adam Cathcart, seorang pengamat Korut yang dihubungi harian The Guardian, mengungkapkan bahwa Kim dalam setahun terakhir telah membuat sejumlah perubahan dalam hierarki kekuasaan di Korut, dengan berkali-kali mengganti personel militer dan merombak jabatan sipil.
Namun, menghabisi Jang merupakan tampak sebagai langkah yang tidak diduga sebelumnya, karena di kalangan keluarga pasti akan menangani suatu masalah secara halus dan tertutup. "Drama ini dan jalan ceritanya serta situasinya yang berkembang cepat berlangsung bisa membuat geger," kata Chatcart.
Selain itu, menurut harian Telegraph, muncul isu bahwa Kim Jong-un telah menjalani bedah plastik untuk memperbaiki tampilan wajahnya. Namun, isu itu langsung dibantah KCNA, dengan menyebutnya fitnah yang keji dari pihak musuh.
Lambat laun, Kim tidak lagi dipandang sebagai pemimpin baru yang lugu. Adam Cathcart, seorang pengamat Korut yang dihubungi harian The Guardian, mengungkapkan bahwa Kim dalam setahun terakhir telah membuat sejumlah perubahan dalam hierarki kekuasaan di Korut, dengan berkali-kali mengganti personel militer dan merombak jabatan sipil.
Namun, menghabisi Jang merupakan tampak sebagai langkah yang tidak diduga sebelumnya, karena di kalangan keluarga pasti akan menangani suatu masalah secara halus dan tertutup. "Drama ini dan jalan ceritanya serta situasinya yang berkembang cepat berlangsung bisa membuat geger," kata Chatcart.
Keterangan Foto: Jang Song-thaek saat diadili di pengadilan militer Korut. (REUTERS/Yonhap)
Beragam Spekulasi
Nasib tragis Jang ini menimbulkan sejumlah spekulasi dari pihak luar, mengingat Korut merupakan negara otoriter yang sangat tertutup. Informasi sangat terpusat dan jurnalis asing tidak boleh bercokol di sana, sehingga sulit memverifikasi setiap kabar dari Korut selain dari sumber pemerintah setempat, yang selalu memuja pemimpin mereka seperti manusia setengah dewa.
Para diplomat asing di Korut, bahkan dari negara-negara Barat sekalipun, enggan memberi informasi secara langsung dan terbuka kepada media massa internasional, biasanya tidak mau nama mereka dikutip. Apalagi, bila informasi ini menyangkut gejolak politik atau para petinggi Korut karena bersifat yang sangat sensitif.
Menurut kalangan pengamat, Jang sengaja disingkirkan karena dianggap sudah memberi pengaruh yang tidak baik bagi keberlangsungan rezim Kim Jong-un. Dia dikhawatirkan mulai terpengaruh oleh perkembangan di luar negeri dan pengaruhnya sebagai mentor dan paman Kim harus diputus.
Menurut koresponden BBC di Seoul, Lucy Williamson, ada sejumlah teori mengenai tersingkirnya Jang. Salah satunya, dia mulai mengagumi reformasi ekonomi sekutu terdekat Korut, China, yang pertumbuhannya sangat pesat dalam beberapa dekade terakhir setelah memadukan sistem ekonomi pasar ala Barat dengan sosialisme China.
Pada Agustus 2012, Jang berkunjung ke China untuk bertemu dengan presiden sebelumnya, Hu Jintao. Kedua pejabat menandatangani sejumlah kesepakatan ekonomi, termasuk pembangunan dua zona ekonomi khusus di Rason (Korut) dan Hwanggumphyong (China) yang dekat dengan perbatasan kedua negara.
Spekulasi lain, Jang sudah dipandang jadi ancaman bagi keponakannya. Mike Madden, pengamat isu kekuasaan Korut, sepakat dengan isu itu. "Ini adalah seseorang yang bisa saja berkompeten melancarkan kudeta di Korea Utara," kata Madden, yang mengelola laman North Korea Leadership Watch seperti dikutip kantor berita Reuters.
Artikel opini dari harian Jepang, Asahi Shimbun, menyebutkan bahwa dengan mengeksekusi paman sekaligus mentornya, Kim Jong-un tampak sudah siap dan percaya diri untuk menjadi pemimpin tunggal.
Menjelang peringatan dua
tahun kematian ayahnya, Kim sekaligus menegaskan kepada rakyat dan dunia
bahwa Korut hanya bisa diperintah keluarganya, seperti yang telah
diwariskan kakek dan ayahnya. Tidak boleh ada pejabat yang lebih
berpengaruh dari dia, sekalipun itu paman sendiri.
Nasib tragis Jang ini menimbulkan sejumlah spekulasi dari pihak luar, mengingat Korut merupakan negara otoriter yang sangat tertutup. Informasi sangat terpusat dan jurnalis asing tidak boleh bercokol di sana, sehingga sulit memverifikasi setiap kabar dari Korut selain dari sumber pemerintah setempat, yang selalu memuja pemimpin mereka seperti manusia setengah dewa.
Para diplomat asing di Korut, bahkan dari negara-negara Barat sekalipun, enggan memberi informasi secara langsung dan terbuka kepada media massa internasional, biasanya tidak mau nama mereka dikutip. Apalagi, bila informasi ini menyangkut gejolak politik atau para petinggi Korut karena bersifat yang sangat sensitif.
Menurut kalangan pengamat, Jang sengaja disingkirkan karena dianggap sudah memberi pengaruh yang tidak baik bagi keberlangsungan rezim Kim Jong-un. Dia dikhawatirkan mulai terpengaruh oleh perkembangan di luar negeri dan pengaruhnya sebagai mentor dan paman Kim harus diputus.
Menurut koresponden BBC di Seoul, Lucy Williamson, ada sejumlah teori mengenai tersingkirnya Jang. Salah satunya, dia mulai mengagumi reformasi ekonomi sekutu terdekat Korut, China, yang pertumbuhannya sangat pesat dalam beberapa dekade terakhir setelah memadukan sistem ekonomi pasar ala Barat dengan sosialisme China.
Pada Agustus 2012, Jang berkunjung ke China untuk bertemu dengan presiden sebelumnya, Hu Jintao. Kedua pejabat menandatangani sejumlah kesepakatan ekonomi, termasuk pembangunan dua zona ekonomi khusus di Rason (Korut) dan Hwanggumphyong (China) yang dekat dengan perbatasan kedua negara.
Spekulasi lain, Jang sudah dipandang jadi ancaman bagi keponakannya. Mike Madden, pengamat isu kekuasaan Korut, sepakat dengan isu itu. "Ini adalah seseorang yang bisa saja berkompeten melancarkan kudeta di Korea Utara," kata Madden, yang mengelola laman North Korea Leadership Watch seperti dikutip kantor berita Reuters.
Artikel opini dari harian Jepang, Asahi Shimbun, menyebutkan bahwa dengan mengeksekusi paman sekaligus mentornya, Kim Jong-un tampak sudah siap dan percaya diri untuk menjadi pemimpin tunggal.