Thursday 24 July 2014

PILPRES 2014 DAN KONTROVERSI KEPUTUSAN PRABOWO SUBIANTO

http://gdb.voanews.com/B31D5FEA-92C6-466F-B6FD-2ADDB717A18F_mw1024_s_n.jpgPenetapan hasil rekapitulasi Pemilu Presiden oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak menghentikan langkah pasangan calon presiden dan wakil presiden, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa di Pemilu Presiden 2014. Dalam keputusannya, KPU menetapkan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai pemenang Pilpres 2014.

Meski sebelumnya Prabowo Subianto tegas menolak hasil Pilpres dan menarik diri dari proses rekapitulasi suara pada Selasa, 22 Juli 2014 kemarin, namun kubu Prabowo-Hatta justru mantap membawa hasil Pilpres ke ranah hukum dan politik.

Sekretaris Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, Fadli Zon menjelaskan, penolakan Prabowo-Hatta terhadap pelaksanaan Pilpres 2014 yang cacat hukum dan menarik diri dari proses yang berlangsung tak berarti mundur dari pencalonan.

"Di sini perlu kami tegaskan Prabowo-Hatta tidak mengundurkan diri dari pencalonan, tidak mengundurkan diri sebagai capres dan cawapres," kata Fadli Zon di Jakarta, Selasa malam.

Sikap Prabowo itu telah disampaikan ke KPU melalui surat yang isinya menjelaskan bahwa penarikan diri bukan dari pencalonan tapi dari proses rekapitulasi yang sedang berlangsung. [Baca: KPU:Prabowo Bukan Mundur dari Pilpres]

Menurut Fadli, langkah ini ditempuh setelah kubu Prabowo-Hatta menggelar rapat di Rumah Polonia, semalam. Dalam rapat itu, tim sepakat akan menyikapi hasil Pilpres dengan menempuh langkah hukum dan politik.

"Tim akan menempuh, termasuk ke Mahkamah Konstitusi dan juga DKPP, dan ada indikasi kasus pidana akan dilanjutkan ke pihak kepolisian. Selanjutnya politik melalui DPR RI dan lembaga-lembaga terkait," ujarnya.

Di Rumah Polonia, Juru Bicara Tim Perjuangan Koalisi Merah Putih Untuk Keadilan, Tantowi Yahya menegaskan, langkah hukum pertama tim Prabowo-Hatta adalah melayangkan sejumlah kejanggalan pelaksanaan Pilpres ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

"Langkah hukum pertama kami akan melapor ke DKPP sebagai institusi yang mengawasi," kata Tantowi. [Baca: Kubu Prabowo Tak Akui Hasil Rekapitulasi KPU]

Tantowi menilai melaporkan kejanggalan pelaksanaan Pilpres ke DKPP merupakan langkah yang tepat karena kecurangan yang timnya temui tak lepas dari para penyelenggara pemilu.

Diantara sejumlah pelanggaran yang dilakukan penyelenggara pemilu dan pejabat daerah, Tantowi menyebutkan, terjadi di Bondowoso, Probolinggo dan Jawa Tengah. "Ini adalah langkah-langkah hukum yang akan kami lakukan dan kami akan buka nanti," paparnya.

Wakil Sekjen Partai Golkar itu juga tidak menutup kemungkinan timnya akan mengajukan gugatan sengketa hasil Pilpres ke Mahkamah Kostitusi. Akan tetapi menurut dia, pokok permasalahannya justru pada proses pemilu, di mana KPU mesti bertanggung jawab.

Tantowi mengatakan, temuan relawan terdapat kecurangan di 52.000 TPS di seluruh Indonesia. Salah satu kasusnya, jumlah surat suara tidak sama dengan jumlah pemilih yang mencoblos dan ada beberapa TPS pasangan nomor urut satu tidak meraih suara atau kosong sama sekali, sehingga timnya menuntut KPU melakukan PSU (Pemungutan Suara Ulang)

"Karena yang kami permasalahkan adalah proses, maka itu tanggung jawab KPU bukan perselisihan hasil pemilihan umum. Tapi kami juga tidak menafikan MK. Kami juga akan menggunakan jalur MK untuk pemilu ulang mengingat KPU sudah mengetuk palu," ujar Tantowi.

Pansus Pilpres 2014


Selain menempuh langkah hukum Koalisi Merah Putih pendukung calon presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menempuh jalur politik dengan mendorong pembentukan panitia khusus di DPR untuk mempertanyakan sikap KPU terhadap proses Pilpres 2014.

"Pembentukan Pansus digulirkan karena KPU tidak akomodatif terhadap sanggahan yang kami ajukan," kata Tantowi Yahya ketika dihubungi VIVAnews, Rabu 23 Juli 2014.

Kubu Prabowo-Hatta sebelumnya menganggap KPU tidak mengakomodir keberatan mereka yang meminta agar KPU tidak melanjutkan rekapitulasi suara nasional. Sebab kubu Prabowo-Hatta menemukan indikasi kecurangan di 52.000 TPS di seluruh Indonesia dan tidak menjalankan rekomendasi Bawaslu untuk melakukan pemilihan suara ulang.

Menurut Tantowi pembentukan Pansus akan mulai digulirkan pada 15 Agustus ketika DPR mulai memasuki masa sidang. Tantowi menjelaskan masa bakti DPR periode 2009-2014 baru akan berakhir pada 1 Oktober 2014.

Selama dua bulan yang tersisa, koalisi akan mendorong pembentukan Pansus yang minimal harus disetujui oleh 25 anggota DPR yang menjadi representasi dari fraksi-fraksi yang ada di DPR. "Itu mudah sekali, koalisi merah putih dominan di DPR," ujarnya.

Tantowi mengatakan Pansus dibentuk oleh DPR dalam rangka menyikapi kejadian luar biasa menyangkut persoalan bangsa yang besar. Kejadian dan persoalan ini menurut Tantowi sifatnya lintas komisi di DPR seperti pelaksanaan pemilihan presiden 2014.

"Pansus nanti akan menggali informasi, terutama dari KPU dan Bawaslu," jelasnya.

Ketua DPR Marzuki Alie menyerahkan sepenuhnya rencana pembentukan pansus Pilpres 2014 kepada fraksi di DPR. Karena menurut dia, Pansus merupakan kewenangan fraksi-fraksi di DPR.

"Sekali lagi itu urusan fraksi. Persoalan Pansus diserahkan saja kepada kehendak fraksi masing-masing," kata Marzuki.

Meski begitu, dia meminta semua pihak keberatan dengan hasil Pilpres dapat mengajukan ke MK, dan MK kata Marzuki harus memberi ruang yang besar untuk membuka fakta adanya kecurangan. Hal itu diperlukan agar rasa keadilan bagi pencari keadilan bisa ditegakkan.

"Pemilu legislatif lebih sadis dari pemilu presiden. Dengan alasan waktu yang terbatas, rasa keadilan tidak bisa dipenuhi oleh MK," ungkapnya.

Wacana pembentukan Pansus Pilpres 2014 di DPR memang membuat tanda tanya bagi kubu Joko Widodo-Jusuf Kalla. Tapi kubu Jokowi-JK mempersilakan Koalisi Merah Putih untuk mendorong wacana itu di DPR.

"Semua orang bebas berpendapat termasuk Pak Agun Gunandjar (Ketua Komisi II DPR) yang mewacanakan pembentukan Pansus Pilpres. Itu merupakan hak politiknya jadi nggak ada masalah," ujar Ketua DPP Hanura Saleh Husein, Rabu 23 Juli 2014.

Saleh yang juga anggota tim pemenangan Jokowi-JK itu mempertanyakan urgensi pembentukan Pansus itu. Apalagi, KPU telah menetapkan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai pemenang Pemilu Presiden.

"Perlu diketahui untuk membentuk Pansus perlu syarat-syarat yang harus dipenuhi, dan yang paling utama adalah apa urgensinya," kata dia.

Sekretaris Fraksi Hanura itu mengaku, kubu Jokowi-JK belum menentukan sikap terkait wacana pembentukan Pansus itu. Koalisi Indonesia Hebat masih akan melihat perkembangan politik ke depan.

"Kami dapat memahami terhadap wacana dari pak Agun tersebut. jadi kita lihatlah perkembangan ke depan nanti, toh sekarang DPR masih dalam masa reses." ujar Saleh.
MK Tunggu Gugatan

Sementara itu, Ketua MK Hamdan Zoelva mengatakan, MK siap menerima segala jenis gugatan terhadap hasil Pilpres yang telah ditetapkan oleh KPU, Selasa kemarin. MK lanjut Hamdan, akan menjalankan fungsinya sesuai dengan undang-undang.

"Pada prinsipnya MK selalu menjalankan ketentuan undang-undang dengan membuka pendaftaran gugatan bagi capres-cawapres yang menyatakan berkeberatan terhadap penetapan hasil Pilpres 2014 yang telah ditetapkan oleh KPU," ujar Hamdan pada saat ditemui di Gedung MK.

Menurut Hamdan, MK akan terus menunggu pengajuan gugatan yang akan dilakukan oleh kubu pasangan capres-cawapres yang tidak menerima hasil Pemilu tersebut, hingga hari ke-3 paska hasil tersebut ditetapkan oleh KPU.

"Sampai hari Jumat mendatang, pukul 21.10 WIB, atau sesuai dengan jam pada saat KPU kemarin mengucapkan keputusannya, loket pendaftaran gugatan kami di lantai dasar akan selalu terbuka," kata dia.

Di hari pertama setelah pengumuman KPU, Hamdan mengaku  belum ada satupun dari kubu capres-cawapres yang mendaftarkan gugatannya. Bila laporan telah masuk, maka laporan gugatan akan dipelajari dan bila ada kesalahan, MK akan memberikan kesempatan kepada pemohonnya untuk memperbaiki dalam waktu 1 x 24 jam.

"Setelah diperbaiki, MK akan melakukan sidang pada tanggal 6 Agustus nanti, atau setelah 4 hari kerja usai libur Idul Fitri," paparnya.

Mantan Ketua MK yang juga Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie mengimbau semua pihak menghargai keputusan yang diambil pasangan nomor urut satu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Dia mengkritisi pasangan nomor urut dua yang langsung menerima keputusan KPU, padahal pasangan nomor urut satu mengklaim menemukan banyak ganjalan kasus di lapangan.

Jimly menerangkan, seharusnya kubu Jokowi-JK dapat menahan diri untuk menenangkan para pendukung Prabowo-Hatta. Karena Pilpres kali ini merupakan pengalaman pertama, di mana calonnya sebanyak dua pasang dan masyarakat yang mendukung menjadi terbelah dua.

"Jadi kalau terlalu cepat menerima ini juga tidak baik juga. Saya sarankan semua kalangan, semua pihak, rakyat Indonesia menghormati sikap yang diambil pasangan nomor urut satu sambil meyakini bahwa proses ini pada saatnya nanti ada akhirnya karena jalan terakhir nanti adanya di MK," terang Jimly.

Di MK, Jimly menyatakan, kubu Prabowo-Hatta diberikan kesempatan 3x24 jam untuk mengajukan permohonan gugatan terhadap hasil Pilpres 2014. "Jadi sudah tersedia cukup waktu, kalau ada yang belum puas, buktikan mana yang curang, sebelah mana yang curang, berapa angka yang bisa dibuktikan, buktikan saja disana. Sambil kita berusaha para warga kita baik paslon nomor satu dan dua belajar untuk bersikap rasional menghadapi perbedaan," ujar dia.