Thursday, 20 December 2012

Belajar Cinta dari "Habibie dan Ainun". Film ini mengajarkan kita banyak hal, tak terbatas pada cinta.


Sejak BJ Habibie dan Ainun memiliki penjelasan sama yang sangat ilmiah tentang mengapa langit berwarna biru, guru di sekolah mereka sudah meramalkan, keduanya berjodoh. Habibie awalnya mengingkari, karena dianggapnya Ainun jelek, gemuk, dan berkulit coklat seperti gula jawa.
Namun saat 13 tahun kemudian keduanya kembali bertemu sebagai manusia dewasa, tak dapat dipungkiri mereka langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.

“Cantik sekali, gula Jawa sudah berubah jadi gula pasir,” komentar Habibie waktu itu.

Mengejar mimpinya membuat pesawat di Jerman untuk Indonesia, setelah menikah pada 12 Mei 1962 Habibie lantas memboyong Ainun melintasi benua menuju Eropa. Di sanalah mereka membangun sedikit demi sedikit mimpinya.
Hidup sangat sederhana, namun keduanya tetap bertahan atas nama cinta. Demi menyambung hidup, Habibie rela bekerja rangkap hingga malam, dan tak jarang harus berjalan kaki sejauh 15 kilometer sampai alas sepatunya berlubang. Namun sesampainya di rumah, semua penderitaannya hilang karena ada Ainun yang setia menyambut.

Cinta membuat pasangan itu saling menguatkan. Habibie menguatkan Ainun saat istrinya bimbang dan rindu suasana rumah, sebaliknya Ainun menguatkan Habibie saat suaminya mulai kendor berjuang menggapai mimpi. Tahun demi tahun yang susah itu akhirnya terlewati, perjuangan menggapai meraih mimpi dan kesuksesan di negeri orang, tercapai sudah. Setelah itu, fase demi fase kehidupan seakan berjalan begitu cepat.

Indonesia akhirnya memanggil dan memberi ruang bagi Habibie untuk pulang, berkarya untuk negerinya. Membuat ‘truk terbang’ untuk menghubungkan pulau-pulau di Indonesia dan memajukan perekonomian bangsa. Masih dengan Ainun yang selalu mendampinginya, Habibie mewujudkan janji ‘truk terbang’-nya. Janji yang pernah ia tuturkan pada Ainun di awal perjalanan bahtera rumah tangga mereka.

Dengan sabar, telaten, sekaligus kuat, Ainun mendampingi Habibie sejak dirinya mendirikan IPTN di Bandung, menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi, Wakil Presiden RI, sampai menggantikan almarhum Presiden Soeharto saat kerusuhan Mei 1998. Cobaan demi cobaan, mulai dari oknum yang licik sampai ketiadaan waktu untuk keluarga, mereka hadapi bersama-sama. Sampai akhirnya, maut memisahkan keduanya. Ainun meninggal karena kanker ovarium stadium 4 pada 22 Mei 2010, setelah melewati 48 tahun pernikahan tahun dengan Habibie.

Yang patut dicermati dalam film yang diangkat dari buku berjudul sama ini, adalah akting Reza Rahadian dan Bunga Citra Lestari yang memerankan Habibie dan Ainun. Sepanjang film, akting Reza sangat menonjol dan begitu mirip dengan karakter BJ Habibie aslinya. Cara berjalan, berbicara, tertawa, menatap, sampai gerak tangan dan semua sikapnya, langsung mengingatkan penonton pada sosok Presiden RI ke-3 itu. Karakter Reza seakan menghilang, dan ia benar-benar menjelma menjadi Habibie.

Tak heran jika Habibie langsung memberinya predikat summa cumlaudekarena berhasil menjadi duplikasi dirinya. “Waktu syuting, cucu saya sampai bilang, itu kok jalannya mirip Eyang. Saya saja nggak sadar kalau jalannya aneh. Karena itu saya katakan Reza lulus, summa cumlaude!” kata Habibie.
Tidak jauh berbeda, BCL pun menghidupkan peran Ainun dengan sangat baik meski dirinya hanya berbekal sedikit referensi. Usai syuting, kakak almarhumah Ainun sampai mendatanginya dan mengakui BCL sangat mirip mendiang adiknya.
Jadi Inspirasi
Di samping kesuksesan Reza dan BCL memerankan Habibie dan Ainun, kisah cerita film ini sendiri patut direkomendasikan menjadi sebuah inspirasi. Meski hanya memuat sekelumit kisah perjalanan rumah tangga Habibie dan Ainun, penonton justru bisa belajar banyak tentang arti cinta dari situ. Saling setia, percaya, dan satu visi mengenai kehidupan, menjadi kuncinya. Bagi perempuan, sangat patut dijadikan contoh.

Ia tak pernah mengeluh meski hidupnya susah, selalu mendampingi suami, bahkan rela meninggalkan profesinya sebagai dokter demi selalu berada di samping Habibie dan menjadi seorang ibu dalam keluarga. Saat Habibie mengalami banyak godaan di masa ia terjun ke politik, Ainun setia melindungi sekaligus mendampinginya.

Meski dirinya mengetahui sakit kanker ovariumnya sejak lama, ia tak pernah mengatakannya pada Habibie. Sang suami baru mengetahuinya dua bulan sebelum ia meninggal. Bahkan saat sakit, saat ia hanya bersandar hidup pada alat-alat, Ainun masih mengkhawatirkan apakah sang suami masih dengan rutin meminum obatnya.

Kesetiaan dan cinta sejati antara Habibie dan Ainun yang romantis sekaligus mengharukan ini, dapat Anda saksikan mulai hari ini di bioskop-bioskop Indonesia. Menonton film ini, mengajarkan kita banyak hal, tak terbatas pada cinta, melainkan juga nasionalisme dan kegigihan mengejar mimpi.