Thursday 7 January 2010

LAYAKKAH 12 TOKOH MENGGANTIKAN GUS DUR. ULIL ABSOR ABDALLA PALING PAS

Ada 12 orang yang dinilai bisa sebagai pengganti KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai tokoh pluralisme, pejuang demokrasi, tokoh agama, dan budaya.
TUJUH di antaranya berasal Nahdlatul Ulama (NU), dan lima ber­asal dari luar NU (lengkapnya baca tabel).
Nama-nama itu berdasarkan pendapat sejumlah pengamat politik, pengamat sejarah, dan anggota DPR, yang disampaikan kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Sebelumnya Khatib Majelis Peng­asuh Pondok Pesantren Bah­rul Ulum, Tambakberas, Jom­bang, KH M Irfan Sholeh (Gus Irfan) mengatakan, penerus Gus Dur akan muncul.
“Seperti Salahudin Al-Ayubi seusai menaklukkan Jerusalem. Sudah (terbuka) tinggal menerus­kan. Seperti Hadratussyekh KH Ha­syim Asy’ari muncul setelah (Pa­nge­ran) Diponegoro,” ungkap Gus Irfan.
Guru Besar Ilmu Politik Uni­versitas Indonesia (UI) Ibram­syah mengatakan, Gus Dur meru­pakan orang yang komplit, se­orang pemikir, ahli agama, po­litikus, budaya, dan lainnya.
“Sulit untuk menempatkan orang yang selevel dengan Gus Dur,” katanya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, pluralisme bukan merupakan barang aneh. Karena dalam Islam sendiri tidak mengenal pengelompokan-pe­nge­lompokan. Dalam Islam di ke­nal toleransi beragama dan meng­hormati per­be­daan. Apa yang dijalankan Gus Dur men­con­toh yang dilakukan Rasul.
Sebagai contoh, Gus Dur melindungi karangan minoritas dan memperjuangkan hak-hak­nya. “Jadi kalau gelarnya plu­ra­lisme itu bukan hal aneh. Ha­rusnya beliau diberi gelar yang lain,” katanya
Dikatakan dia yang mempunyai sikap yang sama dengan Gus Dur, yaitu Azyumardi Azra, Din Syam­­suddin, Mahfud MD dan Koma­ruddin Hi­­dayat. “ Mereka selalu menge­de­pankan nilai-nilai uni­versal dan kerukunan,” katanya.
Sementara peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI), Bur­ha­nud­din Muhtadi mengatakan, In­do­nesia tidak mempunyai stok to­koh mul­ti talenta dan multi di­mensi un­tuk menggantikan sosok Gus Dur.
Menurutnya, selain sosok diterima semua golongan, Gus Dur juga mempunyai kelebihan lain, yaitu mazhab kiainya. Se­bab, keturunan dari tokoh Islam. Kakeknya pendiri NU dan ayahnya bekas Menteri Agama.
Namun, lanjutnya, jika dilihat dari latar belakang intelektual, agama, politisi dan plura­lisme­nya, tentu banyak penggantinya.
Misalnya, dari sisi pluralisme ada Ulil Abshar Abdalla. Tapi biarpun Ulil menantu Mustafa Bisri salah satu kiai yang dihor­mati, na­mun dia bukanlah sosok kha­rismatik.
Dikatakan, tokoh yang mem­pu­nyai kesamaan dengan Gus Dur adalah Jusuf Kalla yang dike­nal sebagai orang yang kon­sen dalam menjalankan plu­ralisme.
Selain itu, lanjutnya, Anis Bas­wedan dan Komaruddin Hidayat dinilai layak sebagai penerus Gus Dur. Mereka terus mengem­bang­kan pluralisme. “Tapi perlu diakui memang tidak ada tokoh yang bisa meng­gantikan Gus Dur secara utuh,” tandasnya.
Sedangkan pengamat politik dari Charta Politika Indonesia (CPI), Andi Syafrani mengata­kan, Ulil Abshar Abdalla yang pa­­­­ling men­dekati untuk meng­gan­­­tikan tokoh pluralisme se­kaliber Gus Dur.
“Dari sisi tradisi keilmuan, Ulil sangat komplit dengan khaza­nah Islam. Ia juga fasih dalam bahasa Arab dan Inggris. Selesaikan pendidikan S2 dan S3 di Amerika. Jadi tradisi barat dan timur sangat tepat menjadi simbol pluralisme,” ungkapnya.

‘’Tidak Bisa Dibandingkan’’
Marwan Ja’far, Ketua Fraksi PKB DPR
Ketua Fraksi PKB DPR Mar­wan Ja’far mengatakan, setiap tokoh tidak bisa dibanding-ban­dingkan. Sebab, tergantung ma­sanya, mo­mentum, dan karak­ternya.
“Misalnya Gus Dur mo­men­tumnya pada saat pergantian Orde Baru ke era reformasi. Se­tiap tokoh juga mempunyai plus minusnya, jadi tidak bisa di­bandingkan,” katanya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Marwan yakin, ke depan akan ada pengganti Gus Dur sesuai dengan momentumnya. Namun. yang perlu dipahami adalah dari sisi konteks nilai bukan tek­stualnya.
“Sebagai anak ideologisnya Gus Dur tentu kami menjalankan apa yang sudah dirintis Gus Dur, misalnya soal mempertahankan pluralisme di negeri ini,” katanya.
Sementara Wasekjen PKB, Daniel Johan mengatakan, pe­waris Gus Dur dalam men­jalankan ajaran dan semangatnya tentu kader-kader PKB.
“Pewaris Gus Dur di PKB adalah kita semua. Karena Mu­hai­min Iskandar adalah Ketua Umum PKB, maka kita akan support full. PKB juga akan tetap me­neruskan ajaran dan pemi­kiran-pemikiran Gus Dur,” katanya.

“Tergantung Sepak Terjang Mereka’’
Alfan Alfian, Pengamat Politik
Masdar F Mas’udi dan Ulil Abshar Abdalla calon pengganti Gus Dur menjadi Pengurus Besar Nah­dlatul Ulama (PBNU).
Demikian disampaikan peng­amat politik dari Universitas Na­sional (Unas), Alfan Alfian, ke­pada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
“Nama-nama itu bisa sebagai pengganti Gus Dur, tapi itu semua ter­gantung sepak terjang me­reka,” ujarnya.
Menurutnya, untuk tokoh di bidang lain, belum terlihat ada kader yang bagus. Namun untuk tokoh sepuh yang bisa menjalan­kan semangat Gus Dur adalah Kiai Mustofa Bisri.
“Kalau dilihat paling sepuh ya Kiai Mustofa Bisri karena sudah malang melintang di PBNU,” tuturnya.
Dikatakan, generasi muda susah meniru karakter dan se­mangat Gus Dur. Karena dalam trah, dalam hal humor, dan ke­ane­han tidak dimiliki generasi muda.
“Darah biru Gus Dur kan sangat kuat sekali. Kemudian memiliki integritas dalam berko­mu­nikasi yang ringan dan baik de­ngan kalangan minoritas. Selain itu menyukai humor dan cerdas,” paparnya.
Menurut Direktur The Akbar Tandjung Institute itu, untuk menggantikan secara persis dengan Gus Dur tidak ada lagi. Akan tetapi dia optimis ajaran plu­ralisme sudah merasuk se­demikian rupa ke berbagai ka­langan, sehingga visinya akan tetap dilanjutkan sampai di luar PBNU.

’’Yang Mirip Memang Ada’’
Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Rektor UIN Syarif Hidaya­tullah Jakarta, Komaruddin Hi­dayat mengatakan, banyak kiai Nahdlatul Ulama (NU) yang men­dukung gagasan pluralisme dan kebangsaan yang diper­juang­kan Gus Dur.
Persoalannya, kata dia, wa­laupun para kiai itu bergaul de­kat dengan Gus Dur. Tapi kalau tidak ada upaya sistematis un­tuk menjaga dan mewariskan pada dunia pesantren, Ko­ma­rud­din khawatir semangat ini suatu saat akan mengendor dan berimplikasi lain.
“Banyak kiai dan orang luar yang berpandangan inklusif dan pluralis. Hanya saja persoalan­nya, tidak ada sevokal Gus Dur,” katanya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Perbedaan lainnya, kata dia, Gus Dur melakukan kontek­stua­liasi teologis ke ranah po­litik dan budaya, sehingga dampaknya sangat terasa.
Sedangkan para kiai cukup untuk dirinya dan disampaikan dalam lingkaran terbatas. Pa­dahal, kiai-kiai itu sebagian sa­ngat liberal kalau saja digali ilmu dan pandangannya.
Komaruddin yang dipandang punya visi sama dengan Gus Dur ini, menyatakan, ada be­berapa orang yang mirip de­ngan Gus Dur, yakni Gus Mus (Mus­tofa Bisri), Said Agil Siraj, dan Salahudin Wahid. “Yang mirip memang ada, tapi yang sa­ma belum ada. Kele­bi­han Gus Dur adalah meng­ung­kap­kan pesan Islam dengan meng­gunakan analisis dan jargon ilmu sosial,” katanya
Sedangkan generasi yang lebih muda, kata dia, ada Mas­dar Mas’udi dan Ulil Abshar Abdalla.
Ketika ditanya bahwa Ko­maruddin orang yang identik me­warisi pluralisme Gus Dur, Ko­maruddin mengatakan, harus dibedakan antara plu­ralis­me budaya dan pluralisme aga­ma. Jika pluralisme agama di­pahami bahwa semua agama adalah sama, tidak ada ke­uni­kan dan masing-masing tak ada keotentikan, maka dirinya bukan seorang pluralis.
’’Namun, jika pluralisme berarti kita mesti menghargai, menerima dan menjaga keraga­man umat yang berbeda ke­ya­kinan berdasarkan etika Islam, maka saya setuju,’’ ujarnya.
“Yang kita inginkan adalah masing-masing pemeluknya memberikan kontribusi yg ter­baik bagi Indonesia dan ke­manusiaan,” tambahnya.

’’Saya Khawatir...’’
Sultan Hamengku Buwono X, Tokoh Reformasi
Sultan Hamengku Buwono X yang dikenal sebagai salah satu tokoh reformasi nasional me­ngaku khawatir pluralisme di Indonesia akan terancam pas­cameninggalnya Gus Dur.
Alasannya, melihat perilaku elite politik yang cenderung me­ngutamakan pendekatan eko­nomi ketimbang meng­gu­nakan pendekatan kebudayaan dan mengutamakan peradaban.
“Ya, saya khawatir, padahal me­nggunakan kebudayaan dan me­ngutamakan peradaban lebih pen­ting daripada sekadar mem­buat orang sejahtera,” kata Sultan.
Elite politik, kata Sultan, juga cenderung menggunakan pen­de­katan politik semata, bukan mem­bangun masa depan Indo­nesia, yang memi­liki daya saing dan meng­uta­makan mo­ralitas.
Di mata Sultan, Gus Dur adalah sosok idealis, bukan ha­nya demokrasi saja, namun juga penjaga pluralisme di Indo­nesia. Maka tak mengherankan hingga saat ini belum ada satupun tokoh yang muncul me­nggantikan posisi Gus Dur.
“Kita kehilangan orang besar yang selama ini meng­idealisasikan tidak hanya de­mokrasi tetapi juga pluralisme,” kata Sultan.

"Harus Berada Di Hati Kita’’
Adhie Massardi, Bekas Jubir Gus Dur
’’Belum ada tokoh yang bisa menggantikan Gus Dur dalam sikap berdemokrasi dan plura­lismenya,’’ ujar bekas Juru Bi­cara (Jubir) Gus Dur saat men­jadi Presiden, Adhie Massardi, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Hal yang sama, lanjutnya, terjadi di India. Biarpun banyak tokoh di sana sampai sekarang belum ada yang bisa meng­gan­tikan sosok Mahatma Gandhi dan Jawaharlal Nehru. Begitu ju­ga di Indonesia, belum ada yang bisa menggantikan keto­ko­han Soekarno.
“Jika berdasarkan ketokohan dan kemampuan Gus Dur se­cara menyeluruh, belum ada yang bisa menggantikannya,” katanya.
Namun, kata Adhie, jika sosok dan ketokohan serta jasa Gus Dur dipecah-pecah baru bisa. Misalnya, dari sosok keu­lamaannya dan pemersatu umat, ada sosok KH Hasyim Muzadi yang dapat meng­gan­tikannya.
“Tapi dari segi demokrasi dan pluralisme Gus Dur sampai seka­rang belum ada yang bisa meng­gantikannya,” paparnya.
Dikatakan, kelebihan dari Gus Dur adalah keberaniannya mem­bela kaum minoritas. Se­karang siapa yang berani me­lakukan itu. “Ke depan Gus Dur harus ber­ada di hati kita. Sebab, tidak ada yang bisa meng­ganti­kannya,” tandasnya.

‘’Sulit Cari Penggantinya’’
JJ Rizal, Pengamat Sejarah
Tokoh sekaliber Gus Dur hanya dilahirkan satu abad sekali. Jadi sulit untuk mencari peng­gantinya.
Demikian disampaikan peng­amat sejarah dari Komunitas Bam­bu, JJ Rizal, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
‘’Saya kira sulit cari peng­gan­tinya. Tidak ada yang sehebat Gus Dur,’’ ujarnya.
Menurutnya, tidak ada sosok yang bisa menggantikan Gus Dur se­bagai bapak pluralisme. Sebab, tokoh seperti ini hanya hidup sekali saja. “Buktinya sampai seka­rang juga tidak ada yang bisa menggantikan sosok Soekarno,” katanya.
Rizal mengatakan, sekarang bukan saatnya kita mendebatkan siapa pengganti Gus Dur. Tapi yang harus dilakukan adalah bagaimana menjaga dan menja­lan­kan wari­san­nya agar tetap hidup.
Dikatakan, Gus Dur meru­pa­kan sosok yang demokrasi dan berhasil merubah Istana Negara menjadi istana rakyat.
“Sekarang yang harus dilaku­kan adalah bagaimana kita men­jaga warisan pluralisme dan anti dikriminasi serta pemikiran-pe­mi­kiran Gus Dur,” tandasnya.