Monday 7 January 2013

5 Wanita Perancis yang Dieksekusi Guillotine

Pada masa Revolusi Perancis, dibutuhkan sebuah alat yang mampu mengeksusi para terdakwa secara cepat. Pilihannya ketika itu, jatuh pada Guillotine. Guillotine dirancang untuk membuat sebuah eksekusi semanusiawi mungkin dengan menghalangi sakit sebanyak mungkin. Terdakwa disuruh tidur tengkurap dan leher ditaruh di antara dua balok kayu di mana di tengah ada lubang tempat jatuhnya pisau. Pada ketinggian 7 meter, pisau dijatuhkan oleh algojo dan kepala terdakwa jatuh di sebuah keranjang di depannya. Berikut uniknya.com himpun, 5 wanita Perancis yang harus meregang nyawa oleh alat ini:

1. Marie Antoinette
Maria Antonia Josepha Johanna von Habsburg-Lothringen, lebih dikenal juga sebagai Marie Antoinette adalah Ratu dari Perancis dan Putri Bangsawan dari Austria. Akibat posisinya sebagai istri dari Louis XVI dan ibu dari Louis XVII maka dia menemui ajalnya di pisau guillotine pada masa Revolusi Perancis di tahun 1793 dan dimakamkan bersama suaminya di makam kerajaan di Saint Denis Basilica, Paris.


Marie Antoinette (Sumber: mithsonianmag.com)

2. Madame Elisabeth
Marie Hélène de Perancis atau Elisabeth dari Perancis yang juga dikenal sebagai Madame Elisabeth, adalah seorang putri Perancis dan juga merupakan adik bungsu dari Raja Louis XVI. Selama Revolusi Prancis bergulir, ia tetap setia mendampingi raja dan keluarganya, hingga akhirnya turut dieksekusi di Place de la Révolution di Paris.


Madame Elisabeth (Sumber: batguano.com)

3. Olympe de gouges 
Olympe de gouges atau terlahir sebagai Marie Gouze, adalah seorang aktris Perancis, yang juga aktivis politik perempuan dan abolisionis, dengan tulisan-tulisannya yang terkenal. Dia memulai karirnya sebagai penulis drama di awal 1780-an. Suhu politik yang terus meningkat jelang Revolusi Prancis, de gouges menjadi semakin terlibat dalam dunia politik. Dia melantangkan pendapat-pendapat vokal demi memperbaiki kondisi para budak di koloni-koloni Perancis pada 1788. Pada saat yang sama, ia mulai menulis pandangan-pandangan politik yang menuntut perempuan Perancis diberi hak yang sama dengan pria Perancis. Dalam Deklarasi Hak Perempuan dan Warga Negara Perempuan-nya (1791), dia menantang praktek otoritas laki-laki  dan konsep ketidaksetaraan pria-wanita. Dia dieksekusi dengan guillotine selama revolusi berlangsung atas tuduhan menyerang rezim Maximilien Robespierre.


Olympe de gouges (Sumber: wikimedia.org)

4. Madame Roland
Marie-Jeanne Roland, atau lebih dikenal sebagai Madame Roland bersama dengan suaminya Jean-Marie Roland de la Platière,  adalah seorang pendukung Revolusi Perancis dan anggota berpengaruh dari faksi Girondist. Mungkin hari-hari yang paling menarik dari kehidupan Madame Roland terjadi saat dia berada dipenjara karena aktifitas politiknya. Madame Roland mulai menulis memoarnya selama tinggal di penjara mengenai pandangan-pandangannya terhadap perkembangan politik di Prancis. Setelah Madame Roland membantu suaminya melarikan diri dari Paris, ia menerima nasib kematiannya. Pada tanggal 8 November 1793, dia mati dipenggal oleh guillotine


Madame Roland (Sumber: hoocher.com)

5. Marie-Louise Giraud 
Marie-Louise Giraud adalah seorang ibu rumah tangga yang menjadi, perempuan terakhir yang “merasakan” ketajaman pisau guillotine di Perancis. Giraud dihukum karena melakukan praktik aborsi  tahun 1940-an ketika Nazi menduduki Prancis. Dia dihukum mati pada tanggal 30 Juli 1943 karena telah melakukan 27 kali proses aborsi di daerah Cherbourg. Kisahnya diangkat dalam Film yang berisah  tentang Perempuan pada 1988 oleh sutradara Claude Chabrol.(**)


Marie-Louise Giraud (Sumber: mecherobunsen.es)

KPU Diprediksi Hanya Loloskan 10 Partai untuk 2014. Enam partai diprediksi gagal. Partai apa saja yang diprediksi lolos?

Dari 16 partai, diprediksi hanya 10 yang lolos pemilu 2014
Komisi Pemilihan Umum (KPU) diprediksi hanya meloloskan 10 partai politik dalam pemilihan umum pada 2014. Dari 10 parpol tersebut, 9 di antaranya saat ini berada di parlemen, yaitu Demokrat, PDIP, Golkar, PAN, PKS, PPP, Gerindra, Hanura, dan PKS.

"Sementara, satu parpol baru yaitu NasDem," kata Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jerry Sumampow, saat jumpa wartawan, di Kedai Tjikini, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Minggu 6 Januari 2013.

Saat ini ada 16 parpol yang lolos dalam verifikasi sementara. Namun, diprediksi 6 partai lainnya tidak bisa lolos ikut pemilu. Enam parpol ini tidak lolos di tingkat provinsi, yaitu PBB (4 provinsi), PKPI (6 provinsi), PDP (21 provinsi), PKBIB (20 provinsi), PPRN (12 provinsi), dan PPN (16 provinsi.

Menurut Jerry, sesuai UU Nomor 8 tahun 2012, partai harus lolos verifikasi di seluruh provinsi. Jerry yakin perkiraan ini tidak akan berbeda dengan hasil verifikasi KPU yang baru diumumkan pada Senin, 7 Januari 2013.
"Kami yakin, karena data yang kami kumpulkan dari berbagai sumber, seperti teman-teman KPI di lapangan yang ada di sebagian kabupaten/kota, teman-teman KPU provinsi, dan teman-teman Bawaslu di lapangan," kata Jerry.

Menurut Jerry, 10 partai yang lolos verifikasi faktual ini merupakan partai yang ideal. KPU, kata dia, menyadari bahwa verifikasi sangatlah rumit. Selain itu, komposisi 10 partai merupakan jumlah yang realitis. Jumlah 10 partai dia nilai lebih cocok dengan kondisi politik bangsa. "Kalau hasil provinsi berbeda, maka kita patut curiga ada permainan KPU dengan partai-partai tertentu, karena permainan itu sangat mungkin" tambah Jerry.

Bawaslu minder

Sementara itu, pengamat kukum tata negara, Refly Harun, menilai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) minder dalam menangani segketa pemilu. Dia mengkritik sikap Bawaslu yang menyerahkan masalah penundaan pengumuman hasil verifikasi partai ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Menurutnya, Bawaslu harusnya bisa menangani laporan dugaan pelanggaran etika komisioner KPU itu.

"Ini sengketa pemilu yang bisa diputuskan Bawaslu. Hanya saja Bawaslu tidak profesional.  Bola di tangan dia malah dilempar ke orang lain (DKPP)," kata Refly.

Bagi Refly, Bawaslu mempunyai kewenangan lebih dari sekedar mengawasi pemilu. Salah satunya, Bawaslu bisa membatalkan keputusan KPU. "Namun Bawaslu tidak pede (percaya diri). Bawaslu tidak perlu cengeng untuk menyerahkan kepada DKPP," ujar Refly.

Ke depan, kata dia, harus ada pembatasan kewenangan antara lembaga- lembaga yang mengurusi persoalan pemilu. Baik Bawaslu maupun DKPP hendaknya mampu menahan diri untuk bekerja sesuai dengan batasan kewenangannya.

Di satu sisi Bawaslu menindaklanjuti laporan terkait segketa pemilu, di sisi lain DKPP mengurusi pelanggaran yang dilakukan  penyelenggara pemilu seperti menerima suap, membuat keputusan yang menguntungkan peserta pemilu dan lain sebagainya. "Jangan terlalu mudah melaporkan penyelenggara Pemilu ke DKPP karena akan menganggu tahapan pemilu," paparnya.

Inilah Kisah Cinta Taufiq Kiemas dan Megawati Soekarnoputri


Kisah cinta Taufiq Kiemas dan Megawati Soekarnoputri sangat jarang diangkat ke publik. Hubungan keduanya lebih banyak tergambar dalam lakon di kancah politik Indonesia. Padahal kisah cinta keduanya juga menarik untuk dicermati.

Kisah cinta kedua tokoh nasional itu tertuang dalam buku Gelora Kebangsaan Tak Kunjung Padam 70 Tahun Taufiq Kiemas yang diterbitkan Q Communication. Sekeping kisah romantis keduanya tertuang di halaman 66 hingga 68 buku tersebut. 

Dikutip dari buku tersebut, Senin (7/1/2012), jauh hari sebelum perkenalan keduanya, Guntur Soekarnoputra telah menceritakan sosok Taufiq Kiemas kepada Megawati yang saat itu belum menikah dengan Letnan (Penerbang) Surindro Suprijarso. Guntur menggambarkan Taufiq sebagai teman di Perkumpulan Inti Pembina Jiwa Revolusi (1964) yang memiliki perilaku baik.

"Dis (Adis, nama panggilan kecil Megawati), nanti saya kenalkan dengan teman saya, si Bule (Taufiq Kiemas)," kata Guntur kepada Megawati kala itu.

Taufiq Kiemas dipanggil Si Bule karena berperawakan jangkung dan berkulit putih. Selain itu karena dia dinilai ganteng dan santun.

Perkenalan Taufiq Kiemas dan Megawati Soekarnoputri akhirnya terjadi pada awal bulan Juli 1971. Saat itu, Taufiq Kiemas bersama Guntur Soekarnoputra dan Panda Nababan berziarah ke makam Bung Karno di Blitar, Jawa Timur.

Usai ziarah, mereka menyempatkan diri untuk mampir ke Madiun, tepatnya ke kompleks perumahan AURI, tempat Megawati tinggal. "Saat itulah pertama kalinya saya berkenalan dengan Taufiq," kenang Megawati.

Perkenalan keduanya ternyata berlanjut menjadi jalinan asmara. Megawati sendiri saat itu telah beberapa bulan menjanda karena suami pertamanya, Letnan (Penerbang) Surindro Suprijarso, wafat akibat kecelakaan pesawat di sekitar Pulau Biak, Papua.

Tak sampai setahun berpacaran, keduanya akhirnya memutuskan menikah. Akhir Maret 1973, Taufiq dan Megawati melangsungkan pernikahan dengan sebuah pesta sederhana di Panti Perwira, Jalan Prapatan, Jakarta Pusat.

Dalam resepsi itu, kedua mempelai dihias secara adat pengantin Palembang. Taufiq didampingi ibundanya, sedangkan Megawati didampingi Guntur Soekarnoputra dan Rachmawati Soekarnoputri. Kedua mempelai tak didampingi oleh ayah masing-masing yang memang telah tiada.

Di antara undangan yang hadir saat itu, ada tokoh-tokoh pendiri Republik Indonesia, antara lain Johannes Leimena, Soemarno, Soediro, Ali Sastromidjojo, Mh Isnaeni, Komodor (Udara) Suryadarma, dan Wilopo.

Megawati memasuki pernikahan keduanya itu dengan membawa dua putra dari Surindro Suprijarso, yakni Mohammad Rizki Pratama (Tamtam) dan Mohammad Prananda (Nanan). Kemudian sekitar setahun setelah menikah, yaitu pada tahun 1974, Taufiq dan Megawati dianugerahi seorang puteri, Puan Maharani. Kepada ketiga anaknya, Taufiq tak membeda-bedakan kasih sayangnya.

"Sejak awal menikah, aku telah menganggap Tamtam dan Nanan sebagai anak kandungku. Mereka berdua tidak saya beda-bedakan dengan Puan. Kasih sayangku kepada ketiga anakku itu sama," tutur Taufiq.

Sikap Taufiq membesarkan hati Megawati. "Saya bersyukur kepada Tuhan, karena memiliki ayah yang mencintai mereka," ujar Megawati.

Rumah tangga Taufiq Kiemas dan Megawati tak bisa dilepaskan dari situasi politik yang sedang berlangsung kala itu. Pasangan suami istri itu mengarungi bahtera kehidupan yang penuh gejolak, yang tak jarang membadai karena keduanya merupakan musuh politik Orde Baru.

Status Taufiq sebagai soekarnois yang juga mantan tahanan politik dan Megawati yang merupakan putri tertua Bung Karno membuat rumah tangga mereka mendapat tekanan politik dari pemerintahan Orde Baru. Bahkan kehidupan sosial mereka dibatasi, yang berimbas pada kehidupan ekonomi mereka. 

Namun, karena dibesarkan dan ditempa dalam kehidupan keluarga dan lingkungan pergaulan yang militan, baik Taufiq maupun Megawati menghadapi cobaan yang mereka hadapi dengan tabah. Keteguhan hati keduanya telah membawa rumah tangga itu bertahan dan berkibar hingga kini.