Saturday, 26 December 2009

RUHUT SITOMPUL MARAH TANGGAPI BUKU "MEMBONGKAR GURITA CIKEAS DIBALIK SKANDAL BANK CENTURY KARYA GEORGE JUNUS ADITJONDRO

Cikeas geger. Adalah aktivis dan peneliti korupsi George Yunus Aditjondro membeberkan empat yayasan yang dikelola keluarga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama ini menjadi pemobilisasi dana dan suara pada Pemilu dan Pilpres 2009 lalu.

Temuan George Aditjondro itu telah dituangkan dalam sebuah buku berjudul “Membongkar Gurita Cikeas di Balik Skandal Bank Century”. Buku yang masih dalam tahap prapeluncuran tulisan mantan dosen Universitas Satya Wacana Salatiga, itu sudah banyak beredar di masyarakat.

Tak pelak, temuan peneliti masalah korupsi di Indonesia itu membuat gerah Presiden SBY. Rencana rapat pembahasan evaluasi seratus hari program kerja kabinet di Puri Cikeas Indah, Bogor, Jawa Barat, Kamis (24/12), mendadak berganti tema. Presiden Yudhoyono dan anggota Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II membahas buku berisi temuan George tersebut.

Dalam pertemuan itu, Presidem SBY memilih banyak membicarakan masalah yayasan yang disebutkan dalam buku Goerge yang diterbitkan oleh Galangpress Yogyakarta tersebut. Namun, karena anggota kabinet belum memiliki buku tersebut, pembahasan lebih mendalam batal dilakukan.

Rencana lebih mendalam membedah isi buku setelah 183 halaman itu akhirnya dilaksanakan Jumat kemarin, di Cikeas. Sejumlah anggota kabinet diundang membahas temuan George bersama timnya tersebut.

Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengamini rencana pembahasan buku George pada pertemuan dengan SBY. “Ya, kami sedang mempelajari buku itu. Hari ini, kami sudah dapatkan buku itu, dan ada di Cikeas. Nanti akan dipelajari di sana,” kata Julian kepada Persda Netwok di Jakarta, Jumat (25/12).

Menurut dia, pembahasan buku George itu berangkat dari instruksi Presiden Yudhoyono. Alasannya, buku tersebut akan diluncurkan kepada publik. “Ini disikapi secara serius karena dipublikasi di ruang publik. Jadi kita lihat, dan kita tunggu buku dalam bentuk yang riil dalam 183 halaman itu,” jelasnya.

Ditambahkan Julian, pembahasan akan berkutat pada metodelogi yang digunakan George dan timnya dalam meramu buku tersebut. Dengan berangkat dari metodelogi, temuan George bisa diketahui sejauh mana keakuratannya.

“Kita sama-sama dari dunia akademik. Nanti kita bisa tahu bagaimana proses teknis buku ini dibuat. Apalagi, George mendapatkan hasil dari penelitiannya. Yang jelas, ada prosedur dalam penelitian yang mesti dilalui,” terang dia.

Ketika jumpa pers prapeluncuran bukunya di Yogyakarta, belum lama tadi, George menyerukan dilakukan audit keuangan atas yayasan-yayasan yang terkait keluarga Presiden SBY. Menurut dia, yayasan-yayasan itu tidak pernah diaudit dan dilaporkan kepada DPR dan media. Hal ini berpotensi melakukan memobilisasi dana dan memobilisasi suara pada Pemilu dan Pilpres 2009.

Beberapa yayasan yang perlu diaudit, menurut Aditjondro seperti ditulis dalam bukunya itu, adalah Yayasan Puri Cikeas, Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian, Yayasan Majelis Dzikir SBY Narussalam, dan Yayasan Mutu Manikam Nusantara.

Sebelumnya, George dalam tulisannya bertajuk Persaingan Dua Calon Dinasti Politik di harian Suara Pembaruan edisi 3 April 2009 menyoroti peran adik kandung istri SBY di salah satu yayasan.

“Hartanto Edhie Wibowo, adik kandung Ani, adalah bendahara Yayasan Majelis Dzikir SBY Nurussalam. Bersama Yayasan Puri Cikeas, yayasan ini ‘jembatan penghubung’ keluarga SBY dengan sejumlah pengusaha, yakni Sukamdani dan anaknya, Hariadi, Tanri Abeng dan anaknya, Emir Abeng, serta Aziz Mochdar, mitra bisnis Bambang Trihatmodjo dan adik Muchsin Mohdar. Muchsin sendiri adik ipar BJ Habibie,” ulas George.

George tidak merinci peran keluarga besar SBY yang banyak dipengaruhi kerabat Ani Yudhoyono. Dia hanya menyebut, kerabat Ani kini banyak ini menduduki posisi penting di Tanah Air. Namun, dia menyebut pengaruh keluarga besar Megawati masih kalah dibanding pengaruh keluarga besar SBY di pentas ekonomi politik Indonesia. Terutama pengaruh saudara-saudara dan ipar-ipar Ibu Negara.

“Kita bisa lihat adik ipar SBY, Brigjen Pramono Edhie Wibowo saat ini menjabat Danjen Kopassus. Sedangkan kakak ipar SBY, Letjen Erwin Sudjono, mantan Pangkostrad dan Kasum TNI. Adik ipar lainnya yakni Gatot Mudiantoro Suwondo menjabat Dirut BNI. Dan, Hadi Utomo, ketua umum DPP Partai Demokrat yang mengusung SBY sebagai calon presiden untuk kedua kalinya, juga adik ipar Ani Yudhoyono,” beber George.

Buku Orang Gila Meski belum melihat buku tulisan Goerge Aditjondro, Ketua DPP Partai Demokrat, Ruhut Sitompul meyakini isinya tidak memiliki kebenaran. Bahkan dia menuding buku itu sebagai ulah dari pihak-pihak yang tidak siap kalah.

“Ini cuma ingin mengait-kaitkan saja. Sudahlah Pak SBY, Bu Ani, Ibas itu kurang apa sih? Aku sudah bilang, potong kuping, potong leher, enggak pernah ada itu,’ ujarnya dihubungi, Jumat (25/12) malam.

Keyakinannya sama ketika tudingan keterlibatan SBY dalam kasus bailout Bank Century. Ditegaskan dia, kalau pembongkaran kasus Bank Century justru akan menambah kecintaan rakyat Indonesia terhadap SBY dan Demokrat.

“Itu buku orang gila kali yang ngarang-ngarang. Itu kalau gue tahu itu (buku) fitnah lagi, gue bantai itu orang-orang semua. Jangan main-main, gue juga ada kesabaran,” tandas Ruhut.

Ruhut menolak keras jika dilakukan audit terhadap yayasan-yayasan yang disebut dalam buku “Membongkar Gurita Cikeas”. Menurut dia, tidak ada keharusan yayasan-yayasan itu diaudit. “Kita tidak mengenal pembuktian terbalik. Kita ini bukan negara komunis,” tegasnya.
Sumber : http://blog.minangkabaunews.com/2009/12/gurita-bisnis-cikeas-diungkap.html

KHIANAT VERSI RUHUT, BLUNDER BAGI PARTAI DEMOKRAT

Hubungan Partai Demokrat dengan partai pendukung pemerintah kembali memanas. Pemicunya, pernyataan Ketua DPP Partai Demokrat Ruhut Sitompul yang menganggap mitra koalisi berkhianat.

Kelima parpol mitra koalisi itu, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebang­kitan Bangsa (PKB), Partai Ke­adilan Sejahtera (PKS), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Ya, Ruhut yang memimpin Departemen Pendidikan dan Pem­binaan Politik DPP Partai Demokrat, menilai mitra koalisi sebagai pengkhianat lantaran mendukung penonaktifan Wapres Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Menurut anggota Komisi III DPR ini ada fraksi yang ‘kanan kiri OK’. Namun, dia enggan me­nyebut nama.

“Parpol tersebut dapat dika­tegorikan dari dulu memang pengkhianat, dan ada juga yang kanan kiri OK,” katanya.

Mantan Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat yang kini menjabat Ketua DPR, Marzuki Alie, menjamin, pernyataan Ru­hut takkan membuat koalisi pecah.

Menurut dia, partai peserta koalisi pendukung SBY-Boe­diono serta pemerintah justru mem­pertanyakan isu peng­khia­natan itu. “Prinsipnya tidak ada perpecahan,” katanya di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (23/12).

Marzuki menegaskan, koalisi untuk kebaikan bukan untuk kegiatan kejahatan apalagi untuk melakukan korupsi. Dan koalisi sudah berkomitmen untuk mem­bantu pemerintah. “Kalau ber­sama-sama korupsi, itu namanya kolusi. Kalau ada kejahatan, kita harus bersatu memerangi ke­jahatan.”

Menanggapi hal itu, Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengatakan, tudingan Ruhut bisa menjadi blunder bagi Partai Demokrat. Mitra koalisi bisa marah.

“Kata berkhianat itu berat. Dengan sendirinya kalau tidak cepat diklarifikasi, pernyatan Ruhut itu pasti akan menim­bul­kan kemarahan panjang di kalangan koalisi yang berimbas kepada pecahnya dukungan. Padahal ,secara politik mereka sangat membutuhkan dukungan,” tandasnya.

“Perjalanan Masih Jauh”
Amir Syamsudin, Sekjen DPP Partai Demokrat

Sekretais Jenderal DPP Partai Demokrat, Amir Syamsu­din, menganggap wajar kalau sikap rekannya (Ruhut Sitompul-red) seperti itu. Jangan menjadi so­rotan, karena itu reaksi yang ma­­nusiawi. Hanya cara meng­ekspresikannya berbeda.

“Dia ‘kan manusia juga. Mung­kin itu yang diamatinya. Tapi saya melihat apa yang di­sampaikan anggota Pansus me­mang terlalu tergesa-gesa untuk menyimpulkan. Seharusnya ang­gota Pansus menggunakan waktu sebaik-baiknya,” katanya kepada Rak­yat Merdeka.

Seharusnya data awal Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dimasuklan dulu, lalu dikem­bang­kan dengan berbagai pihak. Kemudian, itu menjadi jawaban akhir dari penyelidikan awal.

“Itu tidak wajar. Saya melihat di luar Partai Demokrat sudah cenderung memberikan kesim­pulan akhir. Seakan-akan, ini su­dah menjadi pegangan. Padahal, te­muan apa pun harusnya di­kroscek,” kata Amir.

Apa yang dilakukan anggota Pansus patut diduga berbuta hati, belum apa-apa sudah disim­pul­kan, padahal perjalanannya ma­sih jauh.

“Saya cukup prihatin de­ngan anggota Pansus. Seharusnya te­man-teman koalisi bisa me­nahan diri. Proses masih panjang, karena fakta dan data akan terus mun­cul. Masih cukup banyak orang yang harus didengarkan.”

PPP Nggak Punya Agenda Tersembunyi
Romahurmuziy, Sekretaris Fraksi PPP DPR

Sekretaris Fraksi PPP, Ro­ma­hurmuziy, mengatakan, pihak­nya tidak pernah berkhianat ke­pada koalisi. Namun, tujuan awal koalisi sendiri bukan untuk me­lindungi kesalahan.

“Sangat disayangkan keluar­nya pernyataan fungsionars partai De­mokrat, yang me­nga­takan partai koalisi berkhianat terkait penanganan Bank Century,” katanya kepada Rakyat Merdeka.

Wasekjen PPP ini menyatakan, sangat disayangkan jika dalam berkoalisi Partai Demokrat menggu­nakan pendekatan hard power bukannya menggunakan pendekatan soft power dengan partai koalisi.

Romi berpendapat, parjanjian koalisi adalah menghormati dan melindungi simbol-simbol nega­ra. “Namun tidak untuk membela kesalahan. Sampai sekarang PPP tetap menghormati koalisi dan tidak memiliki agenda tersem­bunyi dalam penanganan kasus Bank Century.”

’’Kami Tetap Solid’’

Marwan Ja’far, Ketua Fraksi PKB

Ketua Fraksi PKB, Marwan Ja’far, menegaskan, tidak benar jika partai koalisi pemerintah di DPR mulai pecah terkait masalah Pansus Bank Century.

“Kami partai-partai yang tergabung dengan koalisi pe­merintahan tidak ada masalah dan tetap solid. Kami semua clear dalam penanganan kasus Bank Century. PKB sendiri tetap pada fatsun berkoalisi,” katanya ke­pada Rakyat Merdeka, kemarin.

Penuntasan Kasus Century Makin Suram
Abdul Gafur Sangadji, Pengamat Politik UI

Pengamat politik dari Univer­sitas Indonesia (UI), Abdul Gafur Sangdaji, mengatakan, karena munculnya pernyataan Ruhut, di kalangan Pansus Angket Century memang ada yang khawatir Partai Demokrat belum serius.

“Ini menunjukkan dari awal Partai Demokrat tidak cukup se­rius untuk menuntaskan kasus Century. Jadi, saya melihat mereka tidak punya keseriusan po­litik. Apalagi pernyataan Ruhut ma­lah membuat ke­tidakpastian penyelesaian,” kata­nya kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.

Dikatakan, pernyataan seperti itu tidak seharusnya ke­luar karena akan membuat pe­nuntasan kasus Century makin suram. Apalagi adanya tekanan dari SBY mengakibatkan ke­takutan di kalangan Pansus.

“Panitia Angket tak lagi punya keberanian. Nyatanya partai koalisi juga tidak cukup serius. Dan ini menegaskan, kasus Century hanya gertakan politik saja,” ucapnya.

Menurut Gofur, pernyataan Ruhut akan membingungkan masyarakat dan menyebabkan ketidakperca­ya­an masyarakat terhadap Pansus.

Dia menambahkan, dengan tidak terselesaikannya kasus Bank Century, masyarakat akan menghukum partai politik dengan berbagai reaksi seperti kerusu­han yang bersifat merusak.

“Ancaman people power bi­sa saja terjadi. Jadi, janganlah mem­­buat statemen politik di saat tuntutan mereka sedang kencang. Bukannya mendukung hak angket malah menggagalkan, itu ‘kan menyalahi komitmen. Mesti­nya dari awal saja Partai De­mokrat tidak usah konsisten un­tuk menuntaskan kasus Century,” katanya.

Wajar Demokrat Ditinggalkan
Bachtiar Effendi, Pengamat Politik

Kalau memang berbenturan dengan kepentingan mereka, wajar partai-partai pendukung berbeda sikap dan mening­gal­kan Partai Demokrat. Begitulah pendapat pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Bachtiar Effendi.

Menurut dia, pada dasarnya tidak ada koalisi karena Indo­nesia menganut sistem pre­si­densial. Dalam sistem ini tidak ada aturan koalisi dan ke­ha­rusan tunduk kepada partai pemerintah.

“Wajar saja jika Demokrat ditinggalkan. Walau diting­galkan, koalisi hancur, pe­me­rintah tetap jalan,” katanya

Dia menjelaskan, berbeda dengan sistem presidensial, dalam sistem parlementer ada aturan yang jelas mengenai koalisi dan keharusan tunduk pada mitra koalisi. Sebab, jika koalisi hancur, maka peme­rin­tahan juga hancur.

“Karena sistem presidensial, SBY tidak bisa berharap lebih da­ri mitra koalisi,” pung­kasnya.

“Koalisi Longgar, Demokrat Kudu Lapang Dada”
Maswadi Rauf, Guru Besar Ilmu Politik UI

Guru besar ilmu politik Uni­versitas Indonesia (UI), Mas­wadi Rauf, menyatakan, Partai De­mokrat harus berlapang da­da menghadapi kenyataan par­tai koalisi tidak sepaham mengenai kasus Bank Century.

Apa yang dilakukan partai pen­dukung koalisi SBY-Boe­diono sekarang bukan terkait retaknya koalisi. Persoalan Bank Century merupakan wari­san pemerin­ta­han masa lalu.

“Untuk itu, tidak ada kewa­jiban bagi partai pendukung yang sekarang untuk mengikuti dan sejalan dengan Demokrat,” katanya kepada Rakyat Mer­deka, kemarin.

Maswadi menegaskan, pe­me­rintahan SBY sulit untuk mem­buat koalisi yang kuat.

Koalisi yang ada sekarang ke­banyakan dalam rangka mem­bentuk pemerintahan saja, bukan untuk mendukung ke­bi­jakan-kebijakan.

Selain itu, presiden belum terbiasa mendiskusikan kebija­kan-kebijakannya kepada partai mitra koalisi. “Ini yang menjadi variabel longgarnya koalisi yang ada di negara ini.”

Untuk mengatasi itu, Presi­den dengan Partai Demokrat harus mengubah gaya peme­rin­tahannya. Kebijakan-kebijakan yang sifatnya berdampak politis harus dibicarakan dulu dengan partai mitra koalisi.

Kalau itu dilakukan, akan ada interaksi setuju dan tidak setuju. “Ini akan mendorong partai koalisi untuk mengikuti dan men­dukung kebijakan peme­rintah. Kalau tidak, ya seperti ini,” katanya.

Dia menyarankan SBY dan Partai Demokrat membuat fo­rum komunikasi koalisi yang tidak hanya berupa lembaga tapi langkah konkret.

Kami Nggak Merasa Terusik Kok
Mustafa Kamal, Ketua Fraksi PKS

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mustafa Kamal, menyatakan, partainya tidak akan terusik oleh per­nya­taan yang tidak produktif.

“Kita terus bekerja seoptimal mungkin untuk satu hasil yang fair. Kita bertanggung jawab kepada masyarakat,” katanya ke­pada Rakyat Merdeka di Ja­karta, kemarin.

Dia mengingatkan, kita tidak boleh terjebak pernyataan yang justru akan memecah konsen­trasi dan menjauhkan pokok per­soalan yang harus dise­le­saikan. “PKS terus beikhtiar mem­bangun koalisi yang ber­kualitas dan mampu me­ning­katkan kinerja DPR,” katanya.

Bank Century ditangani Pan­sus DPR merupakan kesepa­katan bersama. Artinya, semua par­tai, baik pendukung peme­rintah maupun bukan pen­du­kung pemerintah, sepakat menyelesaikan persoalan Bank Century.

“Demokrat apalagi, semua­nya menandatangani penye­le­saian Bank Century. Jadi aneh kalau ada yang mengatakan, ini awal keretakan dan meng­khia­nati koalisi. Janganlah meng­hakimi dan mendahului partai,” katanya.

Khianati Koalisi? Nggaklah ...

Setya Novanto, Ketua Fraksi Golkar

Ketua Fraksi Golkar, Setya Novanto, menyatakan, Fraksi Partai Golkar di DPR tidak pernah sedikit pun berpikiran mengkhianati koalisi.

”Bagi kami yang penting kita bekerja sama,” kata­nya­ke­pada Rakyat Merdeka, kemarin.

Novanto mencontohkan, ke­putusan Pansus Angket Cen­tury yang pertama juga meru­pakan keputusan bersama. “Pan­sus tetap akan konsisten dalam menguak persoalan yang ada di Century.”

Fraksi Golkar akan selalu meng­hormati keputusan yang dila­kukan dan akan mendalami baik procedure yang ada. “Ti­dak ada perpecahan dari mitra koalisi,” katanya.