Saturday, 17 May 2014

MUKA MUKA BARU PENGHUNI SENAYAN 2014 - 2019

http://www.nonstop-online.com/wp-content/uploads/2013/04/Fahira-okk.jpgPemilu legislatif 9 April kemarin berhasil memenangkan wajah-wajah baru untuk menjadi wakil rakyat. Kehadiran mereka bahkan mendominasi kursi-kursi di Senayan, baik untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Para wajah baru itu bersiap menggusur sejumlah politisi kelas kakap, bahkan termasuk Ketua DPR, yang tak cukup dukungan pada Pemilu lalu. Setelah memilih mereka, rakyat kini menunggu apakah para wajah baru itu mampu membawa perubahan positif di Senayan selama lima tahun berikut dengan benar-benar mewujudkan apa yang mereka janjikan selama kampanye kemarin, atau  justru malah terjangkit penyakit kronis yang bisa membuat mereka bakal dijauhi rakyat dengan gejala-gejala berikut: korupsi, malas bekerja, bolos rapat, hanya suka pelesir, dan lain-lain.    

Di antara mereka, ada wajah-wajah yang tidak asing lagi, baik karena telah mendulang prestasi mengagumkan, sudah berstatus selebritas maupun yang pernah menjadi sorotan masyarakat karena kelakuannya yang kontroversial. Ada pula yang latar belakangnya jauh dari dunia politik. Yang pasti, jabatan penyelenggara negara dan wewenang membuat hukum di tanah air selama lima tahun ke depan ada di tangan mereka.

Publik tentu masih ingat dengan sosok Aceng Fikri. Mantan bupati Garut ini memang penuh kontroversi. Ia dipecat dari jabatannya sebagai bupati lantaran tersandung kasus nikah kilat dengan seorang remaja asal Kecamatan Limbangan Garut, Fany Octora, tahun lalu.

Walaupun banyak orang mencibir saat mendengar nama Aceng Fikri, namun ternyata masyarakat Jawa Barat masih memberikan suaranya. Aceng pun melenggang ke Senayan dengan hasil perolehan suara 1.139.556. Peringkatnya mencengangkan. Tiga besar di Jawa Barat dan 10 besar di seluruh Indonesia.

Aceng malah mengaku sempat kaget karena ternyata raihan suaranya begitu tinggi. Ia sudah hampir hilang harapan bisa lolos ke Senayan, karena dari puluhan pesan singkat yang diterimanya paska pencoblosan, melaporkan bahwa hasil perolehan suara di TPS sangat sedikit.

"Ya, waktu itu ada yang melaporkan hanya dapat 14 suara, 8 suara, 30 suara, dan lain-lain, sehingga saya jadi ciut bahkan enggan mengangkat telepon maupun SMS karena sudah memastikan kalah dalam pemilihan," ujar Aceng, Jumat 16 Mei 2014.

Tiga hari paska pencoblosan, Aceng memaksakan diri untuk menghubungi tim suksesnya. Apapun hasilnya, saat itu, mau tak mau harus dia terima. Siapa sangka ternyata dewi fortuna berada di pihaknya."Sejak saat itu barulah saya mencoba berkomunikasi dengan tim dan hasilnya Alhamdulillah sangat memuaskan," ucapnya.

Setelah mengetahui hasil rekapitulasi, Kamis sore, 24 April 2014, Aceng langsung kembali ke kampung halamannya di Bojong Larang Copong. Wajah Aceng tampak sumringah.

"Banyak orang yang mengasumsikan, siapa yang akan memilih Aceng? Namun kenyataannya, masyarakat masih mempercayai saya untuk mengabdi kepada negara," Aceng menambahkan.

Keberhasilan Aceng memperoleh suara yang cukup signifikan di Jawa Barat, diakuinya merupakan buah kerja keras para tim sukses yang tersebar di 26 Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. Modal kampanye Rp285 juta mampu menghantarkan Aceng jadi senator.

Sembari menunggu waktu pelantikan sebagai anggota DPD RI tiba, Aceng lebih banyak menghabiskan waktu untuk bertemu dengan para tim suksesnya. Selain berterimakasih, Aceng juga mencoba menyerap aspirasi yang dibawa para tim sukses dari seluruh Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. Sehingga kini ia sering tak berada di rumah.

Aceng berharap dengan terpilihnya menjadi anggota DPD RI, ia bisa memberikan warna bagi pembangunan Jawa Barat terutama Kabupaten Garut yang saat ini masih menyandang sebagai daerah tertinggal di Jawa Barat.

Perempuan Kuat
Akun Twitter @fahiraidris banjir ucapan selamat sesaat setelah Komisi Pemilihan Umum menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang akan mewakili Provinsi DKI Jakarta periode 2014-2019, 6 Mei 2014 lalu.

Dari 35 calon anggota DPD yang bersaing di Jakarta, hanya empat orang berhak melaju ke Senayan. Salah satu wajah baru itu adalah Fahira Idris yang berhasil mengantongi 511.323 suara. Pengusaha sekaligus aktivis sosial itu maju lewat jalur independen dengan menyerahkan bukti dukungan 6.500 KTP.

Belum lagi resmi menjejakkan kaki di Senayan, putri mantan menteri perindustrian dan politikus senior Fahmi Idris itu sudah beraksi. Rumah Aspirasi Fahira Idris (RAFI) dan blog fahiraidris.com sekaligus diresmikannya.

Rupanya Fahira ingin bisa bergerak cepat menyerap aspirasi masyarakat Jakarta. Harapannya, nanti setelah dilantik dia sudah mulai bisa bekerja.

Dunia keaktivisan memang sudah jadi bagian dari keseharian Fahira. Ia dikenal telah mensosialisasikan gerakan moralnya lewat social media sejak 2009. Berkat itu pula, pemilik 150 ribu lebih followers dalam akunnya di Twitter itu mendapat penghargaan sebagai The Most Inspiring Twitter.

Dia dikenal karena keberaniannya mendatangi langsung markas Front Pembela Islam (FPI) dan bertemu dengan Ketua Umumnya Habieb Riziq Shihab untuk menyampaikan aspirasi cinta damai dari masyarakat saat itu.

Sebagai aktivis perempuan, Fahira menargetkan revisi UU perempuan dan anak dapat dirampungkan. Ibu dua orang anak ini cemas. Bencana kejahatan seksual dewasa ini sudah berada diambang batas yang sangat mengkhawatirkan.

"Saat ini kan UU yang ada memberikan hukuman terhadap penjahat seks anak dan perempuan sangat minimal sekali. Yang kami kejar adalah agar bisa seperti di Korea Selatan dan beberapa negara lain, pelaku kejahatan seksual itu bisa dihukum dikebiri secara kimiawi. Kedua, kami menuntut hukuman seumur hidup bahkan sampai hukuman mati," ujarnya saat ditemui VIVAnews, Kamis 15 Mei 2014.

Ia tak gentar bila nantinya misi itu dihadang anggapan melanggar hak asasi manusia (HAM). Maju menjadi senator, Fahira mengeluarkan kocek sekitar Rp700 juta. Ia mengaku uang itu berasal dari kantong pribadinya, bukan pinjaman. "Saya punya floris, saya punya toko parsel, saya punya club menembak dan tabungan juga," kata dia.

Fahira pun menggandeng orang-orang terdekatnya sebagai tim sukses. Suaminya, Aldwin Rahadian alias Oki, menjadi ketua tim sukses. Sementara ayahnya, Fahmi Idris, didaulat jadi pembina tim pemenangan. Kedua orang tersayang Fahira itulah yang mendukungnya maju ke kancah politik.

Selama kampanye, Fahira fokus mengunjungi para konstituen. Yang berbeda, saat kampanye terbuka, Fahira hanya mengundang para relawan TPS. Itupun tak semua. Karena dana terbatas, ia pun hanya memiliki 18 koordinator di 5 wilayah Jakarta.

"Menurut saya apapun strateginya yang paling baik itu kita harus bertemu dengan konstituen, karena mereka nanti akan memilih orang yang sudah pernah ketemu. Belajar dari pengalaman orang-orang yang tidak lolos, mereka mengakui bahwa mereka itu kurang turun ke lapangan," ujarnya.

Selain Fahira, Sri Rahayu Basuki atau Yayuk Basuki, juga akan melangkah ke Senayan. Mantan atlet tenis Indonesia era 90-an itu terpilih menjadi anggota DPR dari Partai Amanat Nasional untuk Daerah Pemilihan Jateng 1 yang meliputi kota dan kabupaten Semarang, Kendal dan Salatiga.

Figurnya sebagai pemain tenis kelas dunia membuatnya dikenal masyarakat. Tak bisa dipungkiri, kepopulerannya inilah yang mengantarkannya ke parlemen.

Yayuk menganggap keterpilihannya sebagai amanah yang tak perlu disikapi berlebihan. Ia tidak menggelar pesta syukuran dengan meriah. Hanya menemui beberapa konstituennya di Semarang jelang pelantikan nanti sebagai ucapan terima kasih.

Yayuk mengatakan, sejak awal memasuki dunia politik dirinya tidak menjanjikan apapun kepada para konstituennya. "Terlalu berat jika harus berjanji. Karena Janji akan ditagih sampai kapanpun. Saya ini atlet dan boleh dibilang agak ekstrem jadi saya maunya bukti," kata Yayuk kepada VIVAnews.

Blusukan dipilih Yayuk sebagai salah satu upayanya menarik simpati para pemilih saat kampanye. Menurut dia, hampir seluruh pelosok di daerah pemilihannya sudah didatangi dengan merogoh kocek hingga Rp1,5 miliar untuk berkampanye.

Banyak pengalaman yang didapat Yayuk selama kampanye ke plosok-plosok daerah. Salah satu tempat yang membekas di hatinya yakni perkampungan nelayan di pesisir Kendal dan Semarang.

"Di perkampungan Tambak lorok Semarang itu ada ribuan kepala keluarga yang tidak masuk dalam peta, saya merasa tersentuh sekali," tuturnya.

Mengenai citra parlemen yang buruk, Yayuk tak ingin ngoyo. Ia memilih mengubah setidaknya dirinya sendiri dulu untuk menjadi lebih baik dan menghapus citra buruk itu. "Syukur-syukur bisa merangkul dan mengajak mereka yang tidak bener itu untuk menjadi baik. Namun saya yakin itu tak mudah dan butuh perjuangan tersendiri," ucapnya.

Darah Muda
Mata rakyat Indonesia juga akan tertuju pada pemuda yang baru menginjak 28 tahun ini. Calon peraih gelar Doktor dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta yang sudah siap 'mengemudikan' nasib bangsa dari balik kursi anggota dewan.

Dia adalah Andika Pandu Puragabaya, S.Psi, M.Sc., M.Si, putra sulung dari Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) H. Djoko Santoso. Pria lajang ini merupakan satu-satunya caleg dari Partai Gerindra yang melenggang ke Senayan dari Dapil DIY dengan perolehan suara lebih dari 78 ribu. Pandu bahkan mengalahkan caleg yang lebih senior seperti Ketua Umum Gerindra Prof. Suhardi dan menantu Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan HB X yang tak lain KPH Wironegoro, suami dari GKR Pembayun.

Saat berbincang dengan VIVAnews di Rumah Palagan yang berada di Desa Lempongsari, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman--sekaligus rumah dari guru politik Andika, yaitu Broto Seno-- ia mengaku tak punya target untuk mengalahkan para politisi senior tersebut.

"Saya tidak punya target mengalahkan para senior saya, namun kita target mendapatkan suara untuk dapat melenggang ke Senayan. Kita menggunakan jaringan-jaringan yang kita miliki sampai ke tingkat bawah sehingga sosialisasi lebih efektif," kata dia.

Pandu mengaku intensif terjun langsung ke masyarakat sejak September 2013. Siang malam ia dan timnya bertemu langsung dengan masyarakat. Meminta masukan apa saja yang bisa dikerjakan untuk membantu masyarakat.

Maka itu, ketika pertama kali terjun ke masyarakat, sasarannya adalah masyarakat yang tinggal di pinggiran dan pelosok yang belum tersentuh pembangunan. "Ibaratnya kita mencari simpati masyarakat dengan strategi desa mengepung kota. Ternyata pandangan masyarakat saat ini pragmatis dengan pemilu, namun sedikit demi sedikit bisa luntur dengan pendekatan dari hati ke hati," ungkapnya.

Pandu tak menampik, nama besar ayahnya sebagai mantan Panglima TNI turut mempengaruhi simpati masyarakat kepada dirinya. Untuk itu, ia berharap dapat ditempatkan di komisi I DPR yang membidangi hubungan luar negeri, TNI, pertahanan dan keamanan. Sebab, menurutnya bidang tersebut sesuai dengan pendidikan yang dikuasainya.

"Saya ingin masyarakat di perbatasan itu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. TNI dapat menjaga NKRI dengan pembaharuan alutsista yang ada," ujarnya.

Masih banyaknya para incumbent yang kembali duduk di parlemen, tak membuat Pandu khawatir. Ia optimistis dengan keberadaan caleg-caleg muda yang terpilih dapat mengubah citra parlemen yang saat ini dinilai korup dan buruk.

"Kita akan melihat bagaimana kualitas para wakil rakyat dalam membangun negara ini kedepannya. Apakah benar-benar buruk karena masuk ke Senayan dengan cara yang tidak baik seperti melakukan money politik. Itu nanti akan terlihat ketika sudah bekerja di parlemen," kata Pandu.

Dituntut Profesional
Pengamat Politik LIPI, Siti Zuhro, berharap para wajah baru anggota DPR harus siap menjalankan tugasnya di parlemen. Tidak ada alasan lagi untuk belajar dalam jangka waktu 100 hari. Mereka dituntut profesional dan siap sejak awal.

Ia pun menilai, para anggota dewan harus disiapkan staf ahli yang kompeten menunjang tugasnya. “Ini yang jadi masalah. Staf ahli biasanya cuma tukang angkat koper sama terima tamu. Itu bukan tugas staf ahli. Negara sudah memfasilitasi itu. Staf ahli dibayar untuk memberi masukan bukan disuruh-suruh,” kata Siti.

Lebih lanjut ia mengatakan, setiap anggota dewan memiliki tiga staf ahli yang dibiayai negara. Namun, itu belum ideal.

“Jadi harus jelas tugas staf ahli ini. Harus orang kompeten. Mereka harus diseleksi sesuai kebutuhan dari anggota dewan. Supaya mereka profesional dan mampu merepresentasikan kehendak rakyat. Staf ahli dibayar untuk diskusi dengan anggota DPR agar menghasilkan tugas yang berkualitas.” (

Antiklimaks Konvensi Capres Demokrat. Suara partai merosot tajam, sulit mengusung capres sendiri

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono saat konfrensi pers hasil survei peserta konvensi calon presiden Partai Demokrat, Jakarta, Jum'at (15/05/2014).Konvensi calon presiden dari Partai Demokrat berakhir antiklimaks. Niat partai penguasa mengusung capres sendiri dalam Pemilu Presiden 9 Juli 2014 nanti, kandas. Apa daya, perolehan suara Demokrat jauh dari cukup untuk mengusung capres sendiri. Partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono ini hanya mampu mengantungi suara 10,19 persen.
Konvensi yang diikuti sebelas peserta ini: Ali Masykur Musa, Anies Rasyid, Anis Baswedan, Dahlan Iskan, Dino Patti Jalal, Endriartono Sutanto, Gita Wirjawan, Hayono Isman, Irman Gusman, Marzuki Alie, Pramono Edhie Wibowo, dan Sinyo Harry Sarundajang, dimenangi Dahlan Iskan yang kini menjabat sebagai menteri BUMN.
Namun masalahnya, suara Dahlan pun dari survei internal yang dilakukan Demokrat belum mampu menyaingi elektabilitas dan kepopuleran dua capres lain yang diusung PDI Perjuangan dan Partai Gerindra, Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Komite konvensi melakukan survei dengan menggandeng tiga lembaga survei. Ketua Komite Konvensi Partai Demokrat Maftuh Basyuni mengatakan, dari hasil survei tiga lembaga itu nama Dahlan Iskan yang memiliki tingkat elektabilitas paling tinggi.

Maftuh mengatakan, Partai Demokrat telah melakukan survei sebanyak dua kali. Terakhir dilakukan pada 29 April sampai 8 Mei 2014. Tiga lembaga survei itu mensurvei 3.000 responden.

Berdasarkan Lembaga Survei Indonesia, elektabilitas Dahlan tercatat 15,5 persen; berdasarkan Populi dia mendapat 21,4 persen, dan Markplus Inside sebesar 23 persen.

Hasil survei menempatkan Pramono Edhie di posisi kedua, Marzuki Ali di posisi ketiga, Gita Wirjawan di posisi keempat, dan Anies Baswedan di posisi kelima.

Setelah hasil akhir survei peserta konvensi itu diketahui, ketiga lembaga survei itu juga menyandingkan Dahlan Iskan dan calon presiden dari partai lain, yaitu dari PDIP Joko Widodo dan Prabowo Subianto dari Gerindra, serta Aburizal Bakrie dari Partai Golkar.

Dari hasil survei itu, elektabilitas Jokowi melejit ke angka 45 persen, Prabowo Subianto 35 persen, Aburizal Bakrie 8 persen, dan Dahlan hanya 2 persen. "Kalau disandingkan dengan capres lain, maka elektabilitas Dahlan Iskan masih jauh di bawah dari kalangan eksternal," ujar Maftuh.
Dalam pernyataannya di Kantor Pusat Partai Demokrat, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat petang 16  Mei 2014, Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menyadari rendahnya elektabilitas 11 calon presiden peserta konvensi. Bahkan elektabilitas peserta calon presiden konvensi masih jauh di bawah capres Joko Widodo dan Prabowo Subianto. "Saya tidak mengecilkan kemampuan capres konvensi," kata SBY.

Diakuinya suara yang terbatas dan elektabilitas calon yang rendah membuat langkah Demokrat makin terbatas. "Dengan elektabilitas yang belum setinggi capres papan atas, ini membatasi opsi Partai Demokrat," katanya.

Meski begitu, SBY menilai 11 capres konvensi ini memiliki kemampuan untuk berkompetisi pada Pemilu Presiden. Namun kemampuan mereka bukan untuk Pilpres tahun ini, tapi untuk masa yang akan mendatang. "Tidak pernah ada waktu yang sia-sia. Cara inilah cara demokrasi," ujar SBY.

SBY mengapresiasi model konvensi capres yang dilakukan Demokrat. Menurutnya model konvensi ini merupakan konsep demokrasi yang sesungguhnya. Dimana para capres menyampaikan visi misinya, solusi dan menawarkan kebijakan yang akan dijalankan untuk menjawab permasalahan bangsa.

"Saya katakan bahwa kemampuan peserta konvesi, visinya  Insya Allah akan bisa digunakan di waktu yang akan datang," imbuhnya.
Hitung Strategi
SBY menuturkan, partainya tak bisa berbuat banyak dengan perolehan suara yang hanya 10,19 persen. Dengan perolehan sebesar itu, Demokrat tidak mungkin mengusulkan calon presiden sendiri.
SBY mengatakan, Undang-undang telah membatasi Demokrat untuk mencalonkan presiden, meski punya calon sendiri. "Itu fakta dan realitas yang perlu disadari rakyat Indonesia," kata SBY.

Pernyataan SBY ini sekaligus menjawab pertanyaan sejumlah pihak yang mempertanyakan sikap Demokrat di Pilpres 2014. "Suara kami hanya 10 persen, barangkali rakyat mengharapkan partai lain maju sebagai capres, pemimpin lima tahun mendatang," ujarnya.

Atas dasar itu, hingga kini Demokrat masih cermat menghitung strategi hingga sisa waktu berakhir 20 Mei: apakah akan berkoalisi, membuat poros koalisi baru, atau malah netral dan membentuk partai oposisi.

SBY mengatakan, pembentukan poros baru juga tidak telalu mudah. Banyak kepentingan yang harus disatukan dengan Demokrat. Membangun koalisi tentu terbangun dari kehendak, tidak mungkin bila partai itu tidak punya kehendak. "Kalau itu tidak mungkin, kami menuju kepada kekuatan lain," katanya.

Kemudian, bila harus mendukung partai lain juga tidak mudah. Harus ada keyakinan yang dibangun, karena Demokrat tak bisa asal dukung tanpa tahu kepentingan partai yang didukung. Tentu saja, bila tidak sesuai, Demokrat tidak bisa mendukung begitu saja.

Yang jelas, kata SBY, langkah Demokrat tak bisa dijawab kali ini. Demokrat akan menentukan arah melalui Rapat Pimpinan Nasional pada 20 Mei. "Kami sedang bekerja, segala sesuatu akan gamblang, kami akan melakukan Rapimnas," katanya.