Konferensi pers itu molor satu setengah jam. Semula dijadwalkan pukul 9 malam. Baru dimulai pukul 10 lebih 36 menit. Pendopo Cikeas, Jumat 8 Februari 2013.
Memakai hem biru, Susilo Bambang Yudhoyono tampil sendirian. Tak ada petinggi Partai Demokrat di kiri kanan. Tidak juga Anas Urbaningrum, yang menjadi ketua umum partai itu.
Suaranya tegas. Pelan. Dan jelas. “Saya memimpin langsung gerakan penertiban dan penyelamatan partai,” katanya. Semua infrastuktur akan di bawah kendali SBY sebagai Ketua Majelis. Dari pengurus pusat, pengurus provinsi, hingga pengurus kabupaten. Singkat cerita, SBY ambil alih kendali Demokrat.
Lalu Anas Urbaningrum? Tidak dipecat. Tapi posisinya dikunci. Juga dipangkas. SBY meminta Anas untuk fokus pada kasus dugaan korupsi proyek Hambalang. Kasus itu tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia berjanji menyokong Anas dengan tim bantuan hukum.
Selama ini Anas Urbaningrum dikenal punya “kaki yang kuat.” Jaringan yang liat hingga ke daerah-daerah. Kekuatan itu jelas terlihat dalam Kongres Minggu 23 Mei 2010 di Bandung Jawa Barat. Dia mengalahkan dua pesaing terkuat. Marzuki Alie yang sudah lama malang melintang di partai itu dan Andi Mallarangeng yang disokong Cikeas.
Pada putaran kedua pemilihan ketua umum, Anas menang telak atas Marzuki. Meraih 280 dari 530 pemilik suara. Dalam sebuah wawancara dengan VIVAnews, Anas menegaskan bahwa kemenangan itu bukan hasil kerja sebulan dua. Tapi hasil jumpalitan berbilang tahun.
Kini semua “kaki” ke daerah itu langsung dikendalikan SBY. SBY berjanji segera bergerak. Segera menggelar rapat pimpinan. Rapat itu akan dihadiri semua pengurus. Pusat. Provinsi. Hingga Kabupaten.
Konferensi pers itu digelar sesudah rapat marathon yang dihadiri sejumlah petinggi Demokrat di Cikeas sejak Jumat sore. Hadir dalam pertemuan itu Anas Urbaningrum, Ketua Fraksi Demokrat Nurhayati Ali Asegaf, Anggota Dewan Pembina yang juga Menteri Koperasi dan UKM Syarif Hasan, Sekretaris Dewan Pembina Jero Wacik, Wakil Ketua Umum Max Sopacua dan Jhony Allen Marbun.
Rapat itu menelurkan delapan poin penting. Selain mengambil alih partai, SBY juga menegaskan bahwa para kader yang tidak mengindahkan keputusan majelis akan dikenakan sanksi tegas. “Termasuk yang tidak nyaman dengan elektabilitas, kami persilahkan meninggalkan partai,” katanya tegas.
Melambung menjadi pemenang Pemilu 2009, elektabilitas Partai Demokrat belakangan ini memang terjun bebas. Jajak pendapat hampir semua lembaga survei menemukan bahwa partai itu cuma diminati paling tinggi 12 persen responden.
Terakhir Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menemukan bahwa mereka yang memilih Demokrat tinggal 8,3 persen. Jumlah itu terpaut jauh dengan perolehan Demokrat pada Pemilu 2009, 21 persen.
Celakanya dalam hampir semua survei dua tahun belakangan, perolehan itu turun terus. Direktur Riset SMRC, Jayadi Hanan, menegaskan bahwa jika partai itu tidak melakukan sesuatu, maka dukungan bakal terus susut hingga Pemilu 2014.
Dan hal terburuk sudah menunggu. Bisa tak lolos electoral threshold. Dan partai yang dua kali sukses mengusung SBY ke kursi presiden itu, bisa hilang dari peta politik nasional.
Sumber VIVAnews.com yang dekat dengan Cikeas menuturkan bahwa SBY sesungguhnya sudah lama prihatin dengan kecenderungan elektabilitas yang terus-terusan susut itu. Itu sebabnya, sebelum berangkat Umrah ke tanah suci beberapa waktu lalu, kata sumber ini, SBY memanggil sejumlah menteri dari Partai Demokrat. Dia juga memanggil sejumlah gubernur dari partai itu. Kepada para menteri dan gubernur itu, SBY menjelaskan soal elektabilitas yang susut terus itu. Dia meminta mereka melakukan sesuatu. Membantu memulihkan citra partai yang terpuruk.
Senin, 4 Februari 2013, Jero Wacik menegaskan bahwa “Hanya SBY yang sanggup menyelamatkan partai.” Dia mendesak agar SBY segera turun tangan. Penegasan yang sama juga disampaikan Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Sinyo Harry Sarundajang, Gubernur Sulawesi Utara, yang juga hadir dalam pertemuan di Cikeas itu.
"Meminta Ketua Dewan Pembina, Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan menyelamatkan partai yang sedang mengalami penurunan elektabilitas sebagaimana disampaikan sejumlah lembaga survei baru-baru ini, terbaru survey SMRC," kata Sarundajang dalam keterangan persnya, Selasa 5 Februari 2013.
Dipicu Survei
Gonjang-ganjing di Demokrat dipicu sejak hari Minggu 3 Februari 2013. Saat itu, Direktur Riset Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Jayadi Hanan, menggelar jumpa pers memaparkan survei "Kinerja Pemerintah dan Partai, Trend Anomali 2012-2013".
"Partai Golkar mendapat suara 21,3 persen sedangkan PDIP 18,2 persen dan Demokrat hanya 8,3 persen,” kata Jayadi. Setelah itu, Partai Gerindra dengan angka 7,2 persen, diikuti PKB 5,6 persen, Nasdem 5,2 persen, PPP 4,1 persen, PKS 2,7 persen, PAN 1,5 persen dan Hanura 1,4 persen. Survei SMRC itu dilakukan antara 6-22 Desember 2012 dengan jumlah sampel 1.220 dan margin of error kurang lebih 3 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Penurunan suara Demokrat ini yang dinilai SMRC sebagai anomali. Pendiri SMRC, Saiful Mujani, menjelaskan teorinya, ketika kondisi ekonomi baik, maka rejim berkuasa akan mendapatkan popularitas yang tinggi. Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum pun, kata Saiful, berulang kali melansir teori itu. “Demokrat akan maju kalau kinerja pemerintah itu bagus,” kata Saiful saat diwawancara VIVAnews, Kamis 7 Februari 2013.
Namun sejak pertengahan 2012 lalu, teori itu patah. Anomali, itu istilah doktor ilmu politik lulusan Ohio State University, Amerika Serikat, itu. Penilaian massa nasional atas ekonomi dan kinerja presiden dengan dukungan terhadap partai utama yang memerintah tidak sejalan.
Dari Juni 2012 ke September 2012, SMRC menemukan dukungan pada SBY meningkat dua digit ke 52 persen. Namun di saat yang sama, dukungan pada Partai Demokrat merosot dari 12 persen ke 11 persen. Kemudian di survei terakhir, Desember 2012, merosot lagi ke angka 8 persen.
Menurut Saiful, anomali itu biasanya ketidakcocokan kecil yang bersifat jangka pendek. SMRC kemudian menelisik lagi survei-survei sebelumnya, membandingkan dengan peristiwa-peristiwa ekonomi dan politik. Saiful teringat, pada tahun 2008, setahun sebelum Pemilu 2009, Lembaga Survei Indonesia mencatat elektabilitas SBY dan Demokrat sempat anjlok karena kenaikan harga bahan bakar minyak.
“Harus dicari itu apa,” kata Saiful. “Itu harus masuk variabel nonekonomi politik, bisa hukum, bisa macam-macam,” kata Saiful yang juga pendiri Lembaga Survei Indonesia itu. Variabel itu diduga nonekonomi-politik karena terbukti tak ada “patahan” ekonomi-politik yang terjadi sejak Juni itu.
Dan Saiful menemukan itu dalam survei Lembaga Survei Indonesia pada Juni 2012. Terdapat sebuah pertanyaan sederhana dalam survei Juni itu: “Oknum partai mana yang paling banyak melakukan korupsi?" Hasilnya, 44,8 persen menjawab “Demokrat” dan yang terdekat, Golkar, hanya mendapat 6,5 persen.
“Walaupun riilnya SBY pernah defensif soal itu (dengan menyatakan melalui Sekretaris Kabinet Dipo Alam bahwa) Golkar paling banyak, kemudian PDIP, tapi di opini masyarakat tidak begitu,” kata Saiful. Opini masyarakat, kata Saiful, Partai Demokrat diisi koruptor.
“Ekonomi walaupun bagus jadi tidak penting. SBY walau pun bagus tidak terlalu penting. Yang penting adalah pokoknya kader-kader Anda banyak korupsi,” kata Saiful.
SMRC pun mensurvei siapa saja kader-kader partai pemenang Pemilu 2009 itu yang dipersepsi korup oleh publik. Nomor satu bisa ditebak langsung, adalah Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Demokrat. Berikutnya Angelina Sondakh. “Ketiga Anas Urbaningrum, keempat Andi Mallarangeng,” kata Saiful.
Dan solusinya, kata Saiful, tentu orang-orang yang dipersepsi korupsi itu menyingkir dari partai. “Rekomendasinya adalah, Mas Anas, Anda lebih terhormat kalau sekarang menonaktifkan diri, menunggu KPK,” kata Saiful. “Betul ada Nazaruddin, tapi posisi dia sebagai Ketua Umum, dia yang paling bertanggung jawab atas kesalahan itu.”
Jika Anas terus bertahan di kepengurusan, kata Saiful, elektabilitas Demokrat akan terus meluncur ke bawah. “Kalau itu konstan, kalau turun lagi setahun lagi, bisa tak masuk parliamentary threshold,” kata Saiful. Demokrat pun bisa tinggal sejarah usai Pemilu 2014 nanti.
Direktur Lingkaran Survei Indonesia Toto Izul Fatah juga mengamini hasil survei SMRC tentang elektabilitas Demokrat ini. “Buat kami, itu sebetulnya itu tidak terlalu mengherankan karena sejak Januari 2011, Juni 2011, Oktober 2011, sampai pertengahan 2012, trennya memang terus mengalami penurunan,” kata Toto. ”Tapi, di survei terakhir kami, tidak sedrastis itu. Angka terakhir kami di 2012 di 13,7 persen.”
Sementara Direktur Komunikasi Lembaga Survei Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menilai, penurunan suara Demokrat bisa karena tiga faktor yang masih harus diuji. Pertama, terkait kinerja SBY. ”Menurut SMRC, kinerja SBY lumayan, sedangkan elektabilitas Partai Demokrat menurun,” kata Burhan. Jadi faktor ini terpatahkan.
Kedua, terkait dengan pemberitaan masalah elite Partai Demokrat yang diisukan terkena atau diduga terlibat korupsi. “Ada Angie (Angelina Sondakh), ada Hartati (Murdaya), termasuk ada Anas Urbaningrum di situ, meski secara hukum belum ditetapkan sebagai tersangka,” kata Burhan.
Dan ketiga, opini publik mengenai faksionalisasi di Partai Demokrat yang parah. Faksionalisasi ini, kata Burhan, awalnya tiga kubu. Setelah Anas menjadi Ketua Umum, faksionalisasi menjadi lebih sederhana: antara kubu Anas dan kubu SBY.
Survei SMRC itu juga seperti menjelaskan kekalahan Demokrat di pemilihan kepala daerah (Pilkada). Kekalahan tak hanya terjadi di DKI. Tapi juga dalam Pilkada Minahasa, Sulawesi Selatan, Bekasi, Aceh, Padangsidempuan, Tangerang Selatan dan di Riau. Calon Demokrat di Riau kalah di empat daerah, yakni: Indragiri Hulu, Dumai, Bengkalis, dan Kepulauan Meranti.
Sedikit anomali terjadi di Papua. Ketua DPD Partai Demokrat di Papua, Lukas Enembe, menurut hasil penghitungan cepat, berhasil memenangkan pertarungan Gubernur Papua yang baru saja digelar, dengan perolehan lebih dari 50 persen. Maka, Demokrat Papua yang mengusung pasangan itu menganggap hasil survei yang menyatakan partai Demokrat anjlok, tidak terbukti.
"Pasangan yang kami usung sekarang unggul telak dalam pemilihan gubernur Papua, itu bukti kepercayaan rakyat masih tinggi terhadap partai Demokrat,” kata Ketua Harian Partai Demokrat Papua Carolus Boly. “Jadi, kami anggap hasil survei yang menyatakan Demokrat terpuruk hingga 8 persen tidak relevan dengan kondisi riil ditengah masyarakat.”
Doa SBY di Kiblat
Beberapa jam setelah survei SMRC dirilis pada hari Minggu itu, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Jero Wacik yang tak ikut rombongan Presiden yang sedang kunjungan kerja ke sejumlah negara di Afrika dan Timur Tengah langsung menggelar jumpa pers di rumahnya. “Tidak ada cara lain kecuali meminta meminta Ketua Majelis Tinggi dan Dewan Pembina untuk selamatkan Partai Demokrat,” kata Wacik. “Kami mohon, di manapun SBY sekarang, yang rencana hari ini mau ke Jeddah katanya, selamatkan partai kita ini.”
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu, penurunan elektabilitas Demokrat karena kader-kader yang korupsi. Ada Nazaruddin dan Angelina Sondakh yang sudah jelas masuk, kemudian ada Andi Mallarangeng dan Anas Urbaningrum yang disebut-sebut, kata Wacik. Dan solusinya, kata Wacik, harus ada yang mengalah.
“Kalau partai beda dengan negara, partai harus mengalah pada negara. Kalau pribadi yang berlawanan politik, pribadi mengalah. Kalau saya kena kasus, daripada kena hancur, saya mundur,” kata Wacik.
Apakah itu berarti Wacik mendesak Anas Urbaningrum mundur seperti dilakukan Andi Mallarangeng? “Kalau dia mau mundur ya bagus. Capek kita soalnya,” kata pria Bali itu.
Senin, saat tiba di Jeddah setelah bertolak dari Nigeria, SBY menggelar jumpa pers. "Sejak 2004 hingga sekarang, ini adalah angka terendah untuk Partai Demokrat. Ini memberikan keprihatinan dan kecemasan yang mendalam bagi jajaran Partai Demokrat di seluruh Tanah Air," kata SBY.
Di depan Kiblat, saat menunaikan umrah, SBY pun menyampaikan doa. Dia memohon pertolongan Tuhan agar para pemimpin Partai Demokrat mendapat solusi yang tepat, bijak, dan bermartabat. SBY pun mengaku mendapat petunjuk mengatasi persoalan partai yang dibidani kelahirannya pada tahun 2003 itu. SBY lalu mengirim pesan singkat (SMS) ke jajaran pemimpin Demokrat yakni para anggota Majelis Tinggi Demokrat, Sekretaris Dewan Kehormatan, Sekretaris Jenderal dan Ketua Fraksi Partai Demokrat.
“Saya berharap Saudara-saudara juga ikut berdoa dan memohon petunjuk dan pertolongan Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa, agar kita bisa segera menemukan solusi yang tepat, bijak dan bermartabat,” kata SBY yang mengirim selaku Ketua Majelis Tinggi. Dan SBY pun meminta SMS ini disebar ke seluruh kader Demokrat.
Seperti terkoordinasi, sejumlah pemimpin Demokrat di daerah pun menyuarakan penyelamatan Demokrat. Dari Jambi, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Jambi yang juga Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus, mendesak SBY mengambil langkah penyelamatan itu.
"Target Partai Demokrat itu 30 persen. Dari hasil survei hanya 8 persen. Saya selaku kader partai mengharapkan Pak SBY segera mengambil langkah penyelamatan," kata Hasan Basri Agus di rumah dinas Gubernur Jambi, Senin 4 Februari 2013.
Dari Bali, Ketua DPD Partai Demokrat Bali, Made Mudarta, juga mendesakkan upaya senada. Mudarta mengaku tersentak dengan hasil survei yang terus anjlok. "Ini penurunan luar biasa dan tidak lazim terjadi dalam dunia politik," kata Mudarta. “Kami meminta SBY untuk mengundang dan memanggil ketua umum untuk mencari solusi yang terbaik.”
Tak hanya itu, Mudarta meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menjelaskan posisi kasus yang menyeret nama Anas Urbaningrum. "Kepada KPK kami mohon untuk menjelaskan posisi ketua umum kami. Kami merasa kasus itu digantung, yang berimbas pada kader di daerah yang juga merasakan hal sama," kata Mudarta.
Di Semarang, Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Tengah, Sukawi Sutarip, bersama sejumlah pimpinan dewan pimpinan cabang Demokrat menyerukan penyelamatan partai. Tindakan penyelamatan partai itu, menurut Sukawi, sangat beragam. Mulai dari pencopotan sejumlah pengurus yang diduga terlibat korupsi, hingga menggelar silaturahmi kader dan merumuskan langkah untuk menghambat anjloknya citra Demokrat.
Sementara Anas Urbaningrum menyatakan, survei bukan Pemilu. “Tetapi survei kami anggap sebagai sesuatu yang penting. Mengapa? Untuk mengecek dinamika penerimaan publik kepada Partai Demokrat,” kata Anas tenang.
Mundur atau KLB?
Dalam perjalanan kembali ke Indonesia dari luar negeri, SBY menyempatkan menggelar jumpa pers di dalam pesawat. Namun lagi-lagi SBY tak menyebut eksplisit apa yang akan dilakukannya terkait penurunan elektabilitas Demokrat.
Sehari setelah kedatangan, di Cikeas, SBY mengumpulkan petinggi Demokrat untuk rapat “Majelis Tinggi yang Diperluas”. Berkembang rumor, forum ini untuk mendesak Anas Urbaningrum mundur dari posisi Ketua Umum Demokrat.
Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Achmad Mubarok, menegaskan, Majelis Tinggi tidak bisa memberhentikan Ketua Umum. Mubarok mengakui partainya memberi ruang bagi kemungkinan seorang ketua umum dicopot melalui sebuah Kongres Luar Biasa (KLB). Namun demikian, syaratnya adalah harus ada kumpulan suara dari Dewan Pengurus Cabang (DPC).
"Kalau yang mendesak DPC-DPC, baru nggak bisa nolak. Tapi, kan ini tidak ada. Setidaknya 2/3 usulan DPC. Dulu pernah ada satu (dari Jawa Tengah), tapi disoraki," ujarnya.
Dan untuk KLB ini, tak ada syarat yang terpenuhi. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Saan Mustofa, menyatakan, "Tidak ada KLB dan menggeser Mas Anas. Pak SBY sangat arif, dan bijaksana.”
Saan mengatakan, selama ini, Anas sudah banyak turun ke daerah untuk membuat kader-kader semakin solid. "Kepemimpinan Mas Anas tidak ada salah. DPD ingin soliditas itu benar-benar tampak. Bukan hanya wacana, mereka yakin Mas Anas bisa memajukan Partai Demokrat," ujar dia.
Namun sejumlah petinggi Demokrat sudah bulat, KLB atau tidak, SBY harus mengambil alih pimpinan partai. “Dengan agenda pemulihan dan perbaikan citra. Apa yang bersangkutan (Anas-red) mau mundur?” kata Sinyo Sarundajang, anggota Dewan Pembina Demokrat yang juga Gubernur Sulawesi Utara.
Dan hasil rapat Majelis Tinggi pada Jumat malam itu memang tak menuju KLB. Tapi Solusi SBY tak kalah tegas. Ia mengungkapkan Majelis Tinggi akan memimpin penyelamatan dan konsolidasi partai. “Segala keputusan dan kebijakan partai ditentukan oleh Majelis Tinggi Partai,” kata SBY tegas.