Ketika pertama kali melihat pembangunan Jamarat yang megah dan besar di Mina
beberapa waktu lalu, sejumlah kawasan perbukitan dihancurkan. Yang menarik,
ketika penghancuran dan pengerukan dilakukan ditemukan sebuah bangunan masjid kuno, Masjid Al Baiah atau Masjid Al Baiat, begitu namanya.
Menurut sejumlah sumber yang diperoleh, masjid kuno berukuran 400 meter persegi atau 17 x 29 meter dan tingginya sekitar 7 meter, dinding bagian belakang 2 meter ini ditemukan sekitar tahun 2006 lalu. Sebelumnya, masjid yang tertimbun ini hanya diketahui kalangan terbatas karena letaknya terpencil.
Tidak seperti masjid pada umumnya, masjid kuno berwarna krem ini dikelilingi
pagar besi berwarna hitam dan dikunci gembok. Sehingga para peziarah atau jamaah haji, saat musim haji kemarin pun tidak bisa melakukan salat di situ, tapi salat di Masjid Al Khif yang megah yang tak jauh dari Jamarat. Selain itu, masjid ini pun tidak memiliki tempat wudhu atau toilet.
Namun begitu, para pengunjungnya masih bisa melihat kondisi dari luar atau
melongok sebagian ruangan dari jendelanya yang memang dibiarkan terbuka. Belum diketahui dengan jelas, siapa yang membangun masjid itu. Informasi dari sejumlah mukimin, warga Indonesia yang tinggal di Makkah, Arab Saudi mengatakan, masjid ini merupakan sisa peninggalan Dinasti Abbasiyah, sebagai penghormatan kepada Abbas bin Abdul Muthalib.
Abdul Muthalib sendiri merupakan Paman Rasulullah (Nabi) Muhammad SAW. Keturunan paman Rasulullah ini lalu membangun Dinasti Abbasiyah. Sebagian orang menganggap bahwa masjid ini dibangun oleh jin, saat mereka melakukan baiat (sumpah setia) kepada Rasulullah. Namun anggapan ini tidak bisa dipertanggungjawabkan, karena Masjid Jin memang ada di Kota Makkah tidak jauh dari Masjidil Haram, sebagai penanda keimanan para jin kepada Rasulullah.
Lalu masjid ini sempat terkubur tanah. Namun dalam proses pembangunan
besar-besaran Jamarat, budozer yang melakukan pengerukan tanah terantuk batu
yang sangat keras. Setelah diteliti, ternyata batu keras tersebut merupakan
masjid. Maka, masjid itu dibiarkan seperti apa adanya. Meski demikian, masjid ini tidak difungsikan sebagaimana masjid pada umumnya, hanya sebagai tempat berziarah.
Meski demikian, bentuk masjid dipelihara. Misalnya tempat imam salat diberi
sajadah. Demikian pula dua saf di belakang imam. Semua sajadah dibiarkan kotor dan berdebu, karena memang tidak digunakan. Di tempat imam juga terdapat tempat menaruh microphone sehingga terkesan masjid ini aktif digunakan. Di beberapa sudut terdapat tempat Al Quran.
Karena masjid terbuka tanpa atap, maka dalamnya masjid tidak ubahnya pelataran. Tidak ada tegel yang bagus apalagi marmer sebagaimana Masjidil Haram. Tapi inilah peninggalan sejarah yang dihargai pemerintah Arab Saudi. Padahal, biasanya kerajaan ini biasanya membangun sesuatu secara fungsional, meskipun harus mengabaikan nilai sejarah yang sangat besar. Menghormati Abbas
Penghormatan Baiat Aqabah
Masjid Baiat dibangun oleh Dinasti Abbasiah untuk menghormati Abbas bin Abdul Muthalib. Masjid ini dibangun sebagai penghormatan atas terjadinya Baiat Aqabah, karena di tempat inilah kaum Yatsrib (masyarakat Madinah) melakukan baiat kepada Rasulullah untuk taat dan tidak melakukan syirik. Ketika itu, Rasulullah SAW ditemani pamannya Abbas bin Abdul Muthalib yang belum beriman. Meski demikian, ia sangat memperhatikan kepada keponakannya dan sangat menjaga keselamatannya.
Baiat di Aqabah terjadi dua kali. Baiat Aqabah pertama yang terjadi tahun 621 M, yaitu perjanjian antara Rasulullah dengan 12 orang dari Yatsrib yang kemudian mereka memeluk Islam. Baiat Aqabah ini terjadi pada tahun kedua belas kenabiannya. Kemudian mereka berbaiat (bersumpah setia) kepada Muhammad SAW. Adapun isi baiat itu, penduduk Yatsrib tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun; mereka akan melaksanakan apa yang Allah perintahkan; dan ketiga, mereka akan meninggalkan larangan Allah .
Setahun kemudian, tahun 622 M, Rasulullah kembali melakukan baiat di Aqabah.
Kali ini perjanjian dilakukan Rasulullah terhadap 73 orang pria dan 2 orang
wanita dari Yatsrib. Wanita itu adalah Nusaibah bintu Ka'ab dan Asma' binti 'Amr bin 'Adiy. Perjanjian ini terjadi pada tahun ketiga belas kenabian. Musha'ab bin Umair yang ikut berbaiat pada Baiat Aqabah pertama kembali ikut bersamanya beserta dengan penduduk Yatsrib yang sudah terlebih dahulu masuk Islam.
Mereka menjumpai Rasulullah di Aqabah pada suatu malam. Muhammad SAW datang
bersama pamannya Abbas bin Abdil Muthallib. Meskipun saat itu Abbas masih
musyrik, namun ia ingin meminta jaminan keamanan keponakannya Muhammad, kepada orang-orang Yatsrib itu. Ketika itu, Abbas menjadi orang pertama yang angkat bicara kemudian disusul oleh Muhammad yang membacakan beberapa ayat Alquran dan menyerukan tentang Islam.
Kemudian orang-orang Yatsrib itu membaiat Muhammad. Isi baiatnya adalah, mereka akan mendengar dan taat, baik dalam perkara yang mereka sukai maupun yang mereka benci; mereka akan berinfak, baik dalam keadaan sempit maupun lapang; Mereka akan beramar ma'ruf dan nahi munkar. Mereka juga berjanji agar mereka tidak terpengaruh celaan orang-orang yang mencela di jalan Allah, dan mereka berjanji akan melindungi Muhammad sebagaimana mereka melindungi para wanita dan anak mereka sendiri.
Setelah baiat itu, Muhammad kembali ke Makkah untuk meneruskan dakwah. Kemudian ia mendapatkan gangguan dari kaum musyrikin kepada kaum muslimin yang dirasa semakin keras. Maka Muhammad memberikan perintah kepada kaum muslimin untuk berhijrah ke Yatsrib. Baik secara sendiri-sendiri, maupun berkelompok. Mereka berhijrah dengan sembunyi-sembunyi, sehingga kaum musyrikin tidak mengetahui kepindahan mereka.