Friday, 4 January 2013

Terowongan Ala Malaysia, Solusi Macet dan Banjir di Jakarta?. Sutiyoso pernah merencanakan hal serupa tapi dinilai tidak layak

Smart tunnel di Malaysia.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana membangun terowongan raksasa multiguna. Terowongan itu akan membentang dari Jalan MT Haryono sampai Pluit. Selain berfungsi sebagai pengendali banjir, diharapkan bisa mengatasi kemacetan di Jakarta.
Pembangunan terowongan ini menghabiskan dana sekitar Rp16 triliun. Modelnya, akan dibuat sepertismart tunnel yang ada di Kuala Lumpur, Malaysia. Sementara di Jakarta, terowongan raksasa ini akan terintegrasi dengan MRT dan jalan tol.

Kenapa multiguna, menurut Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, terowongan raksasa ini bisa digunakan sebagai jalan tol saat kering. Bila musim hujan, jalan tol di terowongan akan ditutup untuk digunakan sebagai jalur air yang dialirkan ke Waduk Pluit.

Bila proses legalnya bisa cepat diselesaikan, pembangunan terowongan sepanjang 19 kilometer ini akan rampung dalam waktu empat tahun. Terowongan akan dibor hingga kedalaman 40 meter dengan diameter 17 meter.

"Terdiri tiga tingkat, dua tingkat untuk jalan, satunya untuk air. Ketika musim hujan salurannya difungsikan untuk air," kata Jokowi, Kamis, 3 Januari 2013.

Selain dapat digunakan sebagi jalan tol dan menampung air, terowongan ini juga akan dimanfaatkan sebagai tempat kabel listrik, kabel telepon dan saluran pembuangan limbah. Dipastikan ada keuntungan yang bisa diperoleh DKI dari penyewaan untuk jalur kabel atau limbah yang melalui terowongan ini.

Diharapkan, biaya pembangunannya ditanggung investor tanpa harus membebani APBD DKI Jakarta. Dia optimistis banyak pihak swasta yang rela antre untuk membiayai pembangunan megaproyek tersebut.

"Kalau swasta tawar 70:30 kami hitung- hitung lagi, kan investornya juga belum ketemu. Kalaupun pemerintah pusat mau bantu ya jelas kami juga mau dong," katanya.
Di level pemerintah pusat, Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, mengaku akan mendukung rencana Jokowi ini. Ia meminta rencana tersebut harus disertai kajian komprehensif mengenai aspek ekonomis, teknis dan sosial.

Solusi Terakhir?
Pembangunan terowongan ini dianggap sebagai jalan terakhir untuk menyerap genangan air hujan di jalan protokol Jakarta. Menurut Jokowi, guna mengatasi macet dan banjir, Jakarta tidak bisa hanya bertumpu pada rencana induk yang telah ditentukan. Sebab, tidak ada terobosan baru.

Tim teknis Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, sudah mulai menindaklanjuti ide Jokowi ini. Namun, sampai hari ini belum diketahui siapa yang akan mengerjakan. Apakah BUMN, BUMD atau diserahkan kepada pihak swasta.

Wacana pembangunan jalan air raksasa berawal dari kejadian banjir yang melanda Jakarta pada pertengahan Desember lalu. Karena curah hujan yang tinggi, hampir seluruh jalan protokol tergenang air. Kemacetan panjang terjadi dan Jakarta nyaris lumpuh.

Selain karena curah hujan yang tinggi, banjir besar yang melanda Jakarta terjadi karena drainase yang sudah tidak dapat menampung tingginya air. Dengan menumpuknya sedimen di dasar gorong-gorong yang sudah berumur lebih dari 40 tahun, genangan air menyebar dengan cepat.

Kecaman datang dari warga Jakarta. Jokowi kemudian memberi peringatan keras kepada Kepala Dinas Perhubungan dan Dinas Pekerjaan Umum. Bila genangan air yang melumpuhkan Jalan MH.Thamrin hingga Jalan Sudirman kembali terjadi, maka jabatan kedua kepala dinas itu akan dicopot. Apalagi setelah melihat gorong-gorong di pusat kota hanya berdiameter 60 cm.

Rencana pembangunan smart tunnel di Jakarta ini sebenarnya bukan barang yang baru. Wacana mega proyek itu telah dikeluarkan Pemerintahan DKI Jakarta pada era Gubernur Sutiyoso.

Saat itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama konsultannya dari
Belanda menemui Kementerian PU untuk membahas pembangunannya. Pengkajian sempat dilakukan, bahkan survei ke Kuala Lumpur untuk melihat secara langsung bangunan juga sudah dilaksanakan.

Setelah berkunjung ke smart tunnel Malaysia, Dinas PU akhirnya menarik kesimpulan bahwa proyek tersebut tidak layak secara  ekonomis dan teknis untuk di bangun di Jakarta. Karena itu, Pemprov DKI saat ini harus melakukan pendalaman dan penelitian yang didukung kajian para ahli bila akan mengubah kesimpulan Dinas PU.

Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga diminta untuk tidak terburu-buru membangun terowongan multiguna yang dianggap mampu menanggulangi banjir dan kemacetan.
Menurut pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, pembangunan terowongan ini belum pernah masuk dalam rencana tata ruang DKI Jakarta. Padahal, 40 persen tanah di Jakarta dari utara hingga pusat berada di bawah permukaan air.
Keadaan topografi Jakarta akan sangat mempengaruhi pembangunan deep tunnel ini. Karenya, butuh dimatangkan lagi dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), agar pengerjaan terowongan tidak berhenti di tengah jalan. "Agar memmiliki kekuatan hukum, jadi bukan proyek yang tiba-tiba muncul," kata Nirwono kepada VIVAnews.

Sangat disayangkan, lanjutnya, Jakarta sebagai kota metropolitan belum memiliki masterplan ruang bawah tanah. Karena itu, Pemprov diminta untuk membuat rancangan untuk kegiatan bawah tanah bila ingin membangun terowongan raksasa.
Bila hal ini dilupakan, proyek tersebut hanya akan menunjukkan bahwa Jakarta kota semrawut dan tidak pernah memiliki rencana yang matang untuk menuju modern. "Kalau tidak buat, ini akan bertabrakan dengan integrasi dengan MRT yang juga membuat ruang bawah tanah," katanya.

Pengalaman Malaysia
Mega proyek terowongan multiguna memang terinspirasi dari smart tunnel di Malaysia. Negeri jiran itu sudah membangun terowongan untuk mengatasi banjir di Kuala Lumpur. Laman roadtraffic-technology menulis, untuk membangun terowongan sepanjang 9,7 kilometer dengan jalan tol 4 kilometer, Malaysia menghabiskan dana sebesar RM1.889 juta atau sekitar Rp6,06 triliun.

Besaran biaya itu memang tidak bisa langsung dibandingkan saat terowongan yang sama dibangun di Jakarta. Kondisi Kuala Lumpur dan Jakarta tentunya tidak sama. Baik masalah harga tanah yang harus dibebaskan maupun pekerjaan proyeknya. Apalagi, di Malaysia smart tunnel sudah dibangun sejak 2003 hingga 2007.
Smart tunnel Malaysia berdiameter 13,2 meter dengan panjang 9,7 kilometer. Di dalamnya dibangun dua dek bertingkat. Seperti yang direncanakan Jakarta, saat kering, dek itu dapat difungsikan sebagai jalan tol.

Secara umum, ada empat mode kerja smart tunnel Malaysia. Mode pertama diberlakukan jika terjadi hujan ringan. Dalam kondisi tersebut, terowongan masih dibuka untuk kendaraan. Dua dek masih bisa difungsikan sebagai jalan tol.

Mode kedua, diberlakukan saat terjadi hujan sedang dan air di Sungai Klang serta Ampang melebihi rata-rata. Dalam kondisi ini, sistem smart tunneldiaktifkan. Air hujan dialirkan ke saluran terbawah atau saluran yang berada di dek bawah atau jalan tol.
Mode kedua diberlakukan apabila debit air di Sungai Klang dan Ampang berkisar antara 70 hingga 150 meter kubik per detik. Mode ketiga, apabila terjadi badai dan banjir. Jalan tol dalam terowongan ditutup untuk semua jenis kendaraan.
Setelah terowongan dikosongkan dari kendaraan, secara otomatis gerbang aliran air akan membuka. Banjir akan mengalir melalui terowongan itu. Jalan tol di terowongan akan dibuka lagi dalam waktu 2 hingga 8 jam setelah penutupan.

Mode keempat akan diterapkan apabila hujan atau badai yang terjadi jauh lebih parah dari yang diperkirakan sebelumnya. Kondisi ini biasanya diumumkan satu hingga dua jam setelah pemberlakuan mode ketiga. Jika kondisi ini terjadi, maka terowongan ini baru akan dibuka dalam waktu empat hari setelah penutupan.

Terowongan ini memiliki penyimpan air dan dua gorong-gorong kotak untuk mengalihkan banjir. Selain itu, ada pula cekungan untuk resapan. Smart tunneljuga dilengkapi dengan ventilasi di setiap 1 kilometer. Ventilasi ini memungkinkan sirkulasi udara, sehingga kualitas udara di jalan tol tetap terjaga.

Tak hanya itu, terowongan ini juga dilengkapi dengan peralatan pemadam kebakaran, telekomunikasi, dan kamera pengintai. Masing-masing peralatan tersebut diletakkan pada titik-titik di setiap 1 kilometer.

Lawan Tangguh Obama Ini Kembali Jadi Ketua DPR. John Boehner politisi Partai Republik yang gencar mengritik Obama

Ketua DPR AS John Boehner dan Presiden Barack Obama
John Boehner kembali terpilih menjadi Ketua DPR Amerika Serikat untuk kali kedua berturut-turut. Politisi senior Partai Republik itu selama ini dikenal sebagai "lawan tangguh" bagi Presiden Barack Obama karena gencar mengritik kebijakan-kebijakan pemerintah, terutama di sektor ekonomi dan keuangan. 

Menurut kantor berita Reuters, terpilihnya kembali Boehner sebagai Ketua DPR didukung mayoritas wakil rakyat dalam pemungutan suara di Kongres dengan komposisi 220-192 di Washington DC Kamis malam waktu setempat (Jumat pagi WIB). Boehner mengalahkan Nancy Pelosi, pemimpin fraksi Demokrat yang berupaya kembali menjadi Ketua DPR. 

Kemenangan Boehner ini tidak mengherankan, mengingat DPR dikuasai oleh para politisi dari Partai Republik. Tak lama begitu terpilih kembali sebagai Ketua DPR, Boehner bertekad akan berjuang keras menurunkan tingkat utang AS, yang kini sebesar US$16 triliun, melalui perangkat undang-undang.

"Pemerintah kita sudah mengumpulkan terlalu banyak utang. Ekonomi negeri kita tidak menghasilkan cukup lapangan kerja dan masalah-masalah itu saling berkaitan," kata Boehner, yang tetap mengkritik pemerintahan Obama, yang November lalu kembali menang Pemilu Presiden untuk kali kedua. 

Namun, dalam pemilihan menjadi ketua, anggota DPR yang mewakili negara bagian Ohio ini tidak didukung oleh seluruh rekan-rekan sekubu. Tercatat ada 12 politisi konservatif yang tidak mendukung Boehner. Itulah yang menyebabkan pemilihan Ketua DPR kali ini menghasilkan komposisi suara yang paling ketat sejak 1997. 

Kendati berasal dari partai yang kini beroposisi, Boehner dipandang sebagian rekannya kurang efektif menjalankan tugas. Dia bahkan belakangan ini dianggap sudah mulai melunak saat berkompromi dengan kubu pemerintahan Obama dalam membicarakan upaya mencegah AS jatuh ke "Jurang Fiskal," yang salah satunya adalah menaikkan pajak bagi kaum kaya.  

Kompromi ini mendapat kritik dari sesama politisi Partai Republik, yang selama ini disokong banyak pengusaha kaya. "Menjadi Ketua DPR bukan untuk tawar-menawar," kata anggota DPR dari Partai Republik, Peter King, kepada stasiun berita MSNBC