Monday 22 April 2013

Bom Boston, Apa Motifnya?. Penyidik masih mencari motif. Tiga tewas 176 terluka

Tamerlan Tsarnaev (kiri), 26, dan adiknya Dzhokhar Tsarnaev, 19, pelaku pengeboman Boston.
Belum diketahui dengan pasti apa motif peledakan bom di Boston, Amerika Serikat. Penyidik juga masih mencari tahu apakah ada peran orang lain dalam peledakan bom yang terbuat peralatan memasak berupa dari panci presto dan telah menewaskan tiga orang serta melukai 176 orang lainnya pada Senin pekan lalu, saat perlombaan Boston Maraton sedang berlangsung.

Dzokhar Tsarnaev dan Tamerlan Tsarnaev, kedua kakak beradik ini diduga sebagai pelaku pemboman di Boston oleh Biro Penyelidik Federal (FBI) berdasarkan penelusuran rekaman CCTV dan penuturan sejumlah saksi.

Dzokhar, pria 19 tahun, berada di rumah sakit di Boston karena mengalami luka tembakan serius pasca penangkapannya Jumat kemarin yang membuatnya tak bisa bicara sehingga belum dapat dimintai keterangan pihak berwajib.

Sementara Tamerlan, pria 26 tahun, tewas saat penangkapan yang berlangsung menegangkan karena baku tembak pada Jumat itu juga.

Dua bersaudara ini diketahui berasal dari Chechnya yang merupakan negara bekas pecahan Uni Sovyet yang penduduknya mayoritas muslim. Spekulasi pun muncul bahwa keduanya terlibat jaringan radikal Chechen atau bahkan al-Qaeda.
Seperti diberitakan Reuters, Minggu 21 April 2013, sumber mengatakan bahwa Tamerlan pergi ke Moskow pada Januari 2012 dan tinggal selama enam bulan di sana. Namun tidak jelas diketahui apa yang dia lakukan ketika itu dan juga tidak bisa dipastikan dia memiliki kontak dengan kelompok pejuang militan di wilayah kaukasus selatan Rusia yang bergolak.

Pemboman ini juga ditengarai mendorong kontak dan kerjasama antara Amerika Serikat dan Rusia. Reuters menyebutkan bahwa pejabat Kremlin mengatakan kedua negara sepakat melalui perbincangan telepon untuk meningkatkan kerjasama kontra-terorisme.

FBI menyatakan pernah mewawancarai Tamerlan pada tahun 2011 setelah pihak keamanan Rusia menginformasikan bahwa yang bersangkutan merupakan pengikut Islam aliran radikal. Namun FBI mengatakan tidak menemukan "aktivitas terorisme" pada waktu itu.

Ruslan Tsarni, yang mengaku sebagai paman dari dua bersaudara itu, mengatakan bahwa dia melihat Tamerlan mulai berubah pandangannya dalam agama pada 2009. Dia menduga radikalisasi pandangan keponakannya itu terjadi saat berada di Amerika Serikat. "Di jalan-jalan Cambridge (Massachusetts)," ujarnya kepada CNN, dikutip Reuters.Ibu kedua pelaku, Zubeidat Tsarnaeva, yang berdomisili di Rusia, dalam wawancara TV Rusia mengatakan bahwa Tamerlan telah berada di bawah pengawasan FBI selama bertahun-tahun.

Tamerlan menikah dengan Katherin Russel, yang keluarganya tinggal di lingkungan kelas menengah ke atas di North Kingstown, Rhode Island. Ayahnya merupakan seorang dokter. Tamerlan dan Katherine memiliki seorang anak yang masih kecil.

Sebuah pernyataan yang dipasang di pintu rumah keluarga itu, "putri kami telah kehilangan suaminya saat ini, ayah dari anaknya. Kami tidak bisa memahami bagaimana tragedi mengerikan ini terjadi."

FBI meyakini Tamerlan merupakan pimpinan aksi peledakan bom itu. Namun, aparat hukum masih memeriksa orang-orang yang pernah berhubungan dengan dua bersaudara itu untuk mengetahui kemungkinan keterlibatan orang lain.

"Indikasi awal adalah dua bersaudara ini beraksi sendirian," kata Kepala Polisi Watertown, Edward Deveau, kepada CNN, seperti dikutip Reuters.Sementara itu, Dzokhar, yang tertembak di tenggorokannya masih tidak bisa bicara karena cedera pada lidahnya. Tidak jelas kapan mahasiswa di University of Massachussets Dartmouth itu akan mampu berbicara.

"Kami memiliki sejuta pertanyaan yang perlu dijawab," ujar Gubernur Massachussets, Deval Patrick, dikutip Reuters.
Hingga saat ini, belum diketahui apa motif penyerangan kakak-adik Tsarnaev dan siapa yang ada di balik mereka. Dzhokhar terluka parah dalam penyerbuan polisi. Jika dia selamat, polisi akan mengorek seluruh keterangan yang diperlukan. Namun, jika dia tewas, kisahnya tetap akan menjadi misteri.
Bantahan
Meski diketahui bahwa kedua kakak beradik itu muslim, pengamat mewanti-wanti untuk tidak terlalu buru-buru menyimpulkan aksi pemboman itu atas dasar agama.Menurut ulasan Boston Globe, Tamerlan dan Dzhokhar Tsarnaev tidak dikenal sebagai seorang yang religius. Bahkan, menurut pengakuan beberapa temannya, Dzhokhar seperti remaja Amerika kebanyakan, suka main skateboard, berpesta, dan sesekali mengisap ganja.
Tamerlan juga bukanlah seorang yang religius. Dalam sebuah foto, petinju ini terlihat berlatih dengan seorang wanita berpakaian you-can-see, tindakan yang tidak akan dilakukan seorang Muslim ortodoks.

Ayah dari dua terduga pelaku bom Boston, Anzor Tsarnaev, malah menilai bahwa kedua anaknya telah dijebak. Menurutnya kedua anaknya itu tinggal di Amerika untuk sekolah dan tidak terlibat aksi peledakan bom itu.
"Seseorang 'membingkai' mereka. Saya tidak tahu siapa mereka, namun seseorang melakukannya," kata Anzor Tsarnaev dalam wawancara di televisi yang dikutip CNN, Sabtu 20 April 2013.

Sang ayah menuding tindakan polisi yang membunuh Tamerlan merupakan tindakan pengecut. Ia menyesalkan, keluarganya tidak diberitahu informasi yang cukup dan tiba-tiba mendengar kabar Tamerlan Tzarnaev mati terbunuh.

Ia takut, adiknya juga dibunuh oleh polisi padahal keduanya belum tentu bersalah dan bukan pelaku bom Boston yang sebenarnya. "Mereka harus menangkapnya hidup-hidup, dan biarlah pengadilan yang memutuskan siapa yang benar dan siapa yang salah," katanya.

Anzor mengucapkan belasungkawa terkait tragedi Boston. Ia mengutuk dan menyebutkan bahwa siapapun yang melakukan aksi laknat itu adalah orang brengsek.

Pemimpin Chechnya, Ramzan Kadyrov, membantah hubungan dengan dua terduga pelaku bom Boston. Menurut dia, sebagaimana dilansir RIA Novosti, Jumat 20 April 2013, kedua tersangka tidak memiliki afiliasi dengan Republik Chechnya di Rusia."Kami tidak tahu apa-apa mengenai Tsarnaev (terduga pelaku kakak-beradik), mereka tidak pernah tinggal di Chechnya, mereka hidup dan menuntut ilmu di Amerika Serikat," katanya.

Menurut Ramzan, sudah menjadi tradisi siapa pun untuk menyalahkan etnis Chechen dalam isu terorisme. "Tuduhan itu tidak memiliki bukti yang kuat, apa yang terjadi di Boston adalah kesalahan aparat keamanan AS," kata Ramzan.