Jalanan ibukota yang bebas macet di hari kerja selalu menjadi impian banyak warga di banyak negara. Berbagai upaya pun ditempuh. Di antaranya melalui kebijakan pembatasan kendaraan bermotor di jalan raya, termasuk yang bakal diterapkan Gubernur Jakarta Joko Widodo: skema pelat nomor ganjil-genap.
Sejumlah negara telah mencobanya. Ada yang gagal, ada yang berhasil.
Filipina
Manila, ibukota Filipina, tercatat berulang kali mencoba menerapkan kebijakan itu. Pada 9 Maret 2010, otoritas lalu lintas kota itu menguji coba skema pelat nomor ganjil-genap untuk diterapkan di jalan-jalan arteri. Selain mobil pribadi, angkutan umum seperti jeepney terkena aturan itu. Di hari pertama uji coba, jalanan Manila mendadak bebas macet.
”Pengemudi merespons positif,” kata Kepala Polisi Lalulintas, Engelbert Soriano, seperti diansirSunstar.com, pada hari pertama uji coba.
Jeepney berpelat nomor ganjil dilarang memasuki kawasan bisnis pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Yang genap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu. Namun, tak ayal masalah langsung muncul. Tidak semua penumpang mengetahui uji coba kebijakan baru ini. Akibatnya, banyak yang terlantar di pinggir jalan karena angkutan kota yang beroperasi berkurang separuhnya.
Toh otoritas kota merasa uji coba itu berhasil. Maka, jangkauan wilayah dan jenis kendaraan yang diatur diperluas. Pada November 2010, kebijakan ini diberlakukan di sepanjang Epifanio de los Santos Avenue (EDSA).
Epifanio de los Santos Avenue, biasa disingkat EDSA, merupakan jalan arteri dan jalan tol yang penting di negara ini. Jalurnya melewati 6 dari 17 permukiman yang tersebar di kota Caloocan, Quezon, Mandaluyong, San Juan, Makati dan Pasay. Ini adalah jalan terpanjang dan terpadat yang berfungsi sebagai koridor utama utara-selatan di Manila Metropolitan. Otoritas setempat memperkirakan EDSA dilalui rata-rata 2,34 juta kendaraan setiap hari. Kecepatan rata-rata kendaraan di sini sekitar 10-20 kilometer per jam.
Kepadatan inilah yang mendasari Metropolitan Manila Development Authority (MMDA) menerapkan kebijakan ganjil-genap; yang bahkan di jalan-jalan tertentu digabungkan dengan sistem pengkodean warna. Skema ganjil-genap diimplementasikan pada 07.00-19.00. Pengkodean warna diterapkan pada jam-jam sibuk, antara 07.00–10.00 dan 17.00–19.00.
Dalam skema ganjil-genap, kendaraan pribadi maupun umum dengan nomor pelat yang berakhir dengan 1, 3, 5, 7 dan 9 dilarang melintas pada hari Senin, Rabu dan Jumat, sementara yang 2, 4, 6, 8 dan 0 pada hari Selasa, Kamis dan Sabtu.
Pemilik mobil pribadi ramai-ramai menentang kebijakan ini. Kebanyakan dari mereka adalah kaum profesional yang bekerja di kawasan bisnis kota itu. ”Ini tidak fair. Pemilik kendaraan yang membayar pajak untuk membangun jalan dibatasi menggunakan jalan,” kata Elvira Medina, Presiden The National Council for Commuters Protection (NCCP), seperti dilansir abs-cbnnews.com.
Protes NCCP didasari keluhan para pelaku usaha kecil menengah dan ibu-ibu rumah tangga yang setiap hari mengantar jemput anak ke sekolah. Para pengendara sepeda motor pun protes karena harus mengeluarkan uang lebih besar untuk ongkos naik angkutan umum. Awak bus ketinggalan. Sebanyak 3.000 awak bus mogok dan berunjuk rasa besar-besaran melawan kebijakan itu.
Sebagaimana dilansir Philippine Daily Inquirer, total ada 13 ribu bus yang terkena aturan itu. Sebanyak 1.000 kendaraan pribadi dilarang melaju di jalanan setiap harinya. Belakangan, untuk bus, skema ganjil-genap dimodifikasi. Larangan beroperasi hanya diberlakukan sehari dalam seminggu. Bus dengan pelat nomor berakhiran 1 atau 2 pada Senin, 3 atau 4 pada Selasa, 5 atau 6 pada Rabu, 7 atau 8 pada Kamis, dan 9 atau 0 pada hari Jumat.
Selain yang kontra, kebijakan ini punya pendukung juga. Kalangan ini mengungkapkan kebijakan ini berhasil mengurangi volume kendaraan hingga 50 persen. Dengan begitu, kecepatan perjalanan meningkat dari rata-rata 10-20 km/jam menjadi 50 km/jam.
Namun, argumen ini langsung termentahkan. Pada kenyataannya, banyak yang malah menambah jumlah kendaraan mereka. Orang-orang kaya di negeri itu membeli mobil baru untuk memastikan mereka punya mobil bernomor polisi ganjil sekaligus genap.
Skema ganjil-genap punya sejarah panjang di Filipina. Kebijakan ini diterapkan pertama kali pada 1995 untuk mengurangi kemacetan akibat proyek pembangunan rel di sejumlah wilayah di Metro Manila. Pengecualian diberlakukan untuk angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, mobil polisi dan militer, bus sekolah, serta kendaraan diplomat dan pejabat.
Dipandang berhasil, penerapannya diperpanjang. Pada tahun 1996, MMDA menerbitkan Peraturan Modifikasi Skema Ganjil-Genap yang diterapkan untuk kendaraan umum seperti taksi, bus, dan jeepney. Kebijakan ini mengalami pasang surut: diterapkan, dicabut, dimodifikasi, diterapkan lagi. Namun, sampai hari ini Manila masih saja dibelit kemacetan.
China
Beijing, China, memberlakukan skema ganjil-genap saat menjadi tuan rumah Olimpiade. Kebijakan ini diterapkan hanya selama dua bulan, mulai tanggal 20 Juli 2008. Tujuannya untuk mengurangi kemacetan dan polusi selama Olimpiade dan Paralimpiade digelar.
Otoritas setempat menargetkan mengurangi 45 persen dari 3,29 juta mobil yang rata-rata melintas setiap harinya, dan mengurangi emisi kendaraan sebesar 63 persen.
“Lalu lintas yang lancar dan udara yang baik merupakan faktor penting untuk mensukseskan Olimpiade. Ini juga janji Beijing terhadap Komite Olimpiade Internasional,” kata Juru Bicara Departemen Transportasi Zhou Zhengyu ketika itu, seperti dilansir Reuters.
Yang menarik, para pemilik mobil yang terkena larangan ini diberi kompensasi. Mereka dibebaskan membayar pajak jalan atau kendaraan selama tiga bulan.
Namun, tak cuma membatasi, pemerintah Beijing menyediakan alternatif. Mereka menyiapkan jaringan transportasi umum, didukung tiga jalur kereta bawah tanah yang baru yang sanggup mengangkut empat juta penumpang tambahan setiap hari.
Dampak kebijakan ini dinilai positif. Selama diberlakukan, volume lalu lintas berkurang, emisi kendaraan bermotor menurun, dan laju rata-rata kendaraan meningkat.
Olimpiade usai, program itu pun berakhir. Namun, kebijakan anti macet tetap diperlukan China.
Menurut Organization for Economic Cooperation and Development, lebih dari 300 juta dari total 1,4 miliar warga China akan berpindah dari desa ke kota pada 2030. Selain itu, polusi udara di negeri Tirai Bambu juga semakin tinggi. "Urbanisasi di China sangat cepat, pengembangan transportasi perkotaan menghadapi tantangan baru,” demikian pernyataan resmi pemerintah pusat China.
Menurut data Biro Statistik Nasional China, pada akhir 2011 terdapat 62,4 juta kendaraan pribadi di China. Jumlah itu naik tujuh kali lipat dari angka 2003 yang baru 8,45 juta. Kementerian Transportasi China memperkirakan, tujuh tahun mendatang jumlahnya bakal melampaui 200 juta unit.
Karena itulah berbagai kebijakan pembatasan diluncurkan, bahkan lebih ketat dari sebelumnya. Ini mulai dari pembatasan Surat Pemesanan Kendaraan (SPK) hingga pengetatan penerbitan pelat nomor kendaraan roda empat baru. Namun, selain itu pemerintah China pun menggenjot pengembangan sistem angkutan umum massal dan terus memperbaiki sistem transportasi perkotaan mereka.
Meksiko
Sistem ganjil-genap juga diterapkan Meksiko. Pemerintah “Negeri Sombrero” melarang penggunaan mobil di seluruh wilayah federal dengan pelat nomor berakhiran 1 dan 5 pada hari Senin, 2 dan 6 pada Selasa, dan seterusnya untuk lima hari kerja dalam seminggu.
Awalnya, aturan ini efektif mengurangi volume kendaraan. Namun, seiring waktu berjalan banyak keluarga kaya membeli mobil kedua berpelat nomor ganjil dan genap. Kebijakan ini pun mentah.
Terjadi lonjakan jumlah kendaraan pribadi. Polusi semakin tinggi. Jalanan kembali macet. Dan kebijakan itu pun dianulir.
Indonesia?
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Azas Tigor Nainggolan menilai skema ganjil-genap dapat diterapkan di Indonesia. Menurut dia, kebijakan ini bisa menjadi pintu masuk bagi pembatasan yang lebih ketat, yaitu sistem jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP).
”Kalau Pemprov mau terapkan, saya setuju. Jakarta sudah membutuhkan langkah emergensi cepat untuk mengatasi masalah kemacetan,” katanya kepada VIVAnews.
Menurutnya, kebijakan ini bakal efektif mengurangi pengguna mobil pribadi. ”Skema ini sudah biasa diterapkan di bidang transportasi. Di beberapa negara, seperti di Athena, Yunani; cukup efektif pada tahun 1979 untuk mengatasi krisis BBM,” ujarnya.
Dia mengakui memang ada negara yang gagal menerapkannya, antara lain Manila, Filipina. Namun, hasil bagus ditunjukkan Beijing, China.
”Dipelajari saja di mana kegagalannya. Memang harus diterapkan di jalan-jalan utama, jangan cuma di kawasan 3 in 1 seperti Sudirman, Thamrin, Gatot Subroto, Rasuna Said, dan Harmoni. Saya rasa masyarakat sudah siap,” ujarnya, sembari buru-buru menambahkan, “Oh ya, dan harus mempersiapkan angkutan umum juga.”
Pakar tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mengingatkan kebijakan ganjil-genap harus matang dipersiapkan. Armada bus harus cepat ditambah, karena kemungkinan warga akan beralih ke angkutan umum. Sekarang ini sulit bagi pengguna kendaraan pribadi untuk langsung pindah ke angkutan umum mengingat pelayanannya yang buruk dan armadanya yang begitu terbatas. “Itu syarat minimal yang harus dipersiapkan,” Yayat mengingatkan.
Yang juga perlu diantisipasi adalah jaringan jalan alternatif. Saat skema ganjil-genap diberlakukan, sebagian pengguna kendaraan pribadi bakal memilih jalur alternatif. Untuk itu, harus ada skenario ruang dan jalan untuk mengantisipasi dampaknya.
“Juga, bagaimana pengaturan petugas di lapangan?” dia mempertanyakan.
Yayat juga mengingatkan dampak negatifnya bagi usaha sebagian warga. Arus konsumen ke pusat perbelanjaan atau perdagangan bisa anjlok dibuatnya.
Menurut dia, skema serupa yang sudah diterapkan di sejumlah negara terbukti selalu memiliki nilai plus minus. “Ukuran sukses sangat relatif. Seperti di Meksiko, saya sulit mengatakan itu berhasil. Memang tidak sempurna, ada kekurangannya. Ada masalah dengan pengubahan kebiasaan masyarakat. Kegagalan dari negara-negara lain bisa jadi contoh untuk diperbaiki. Jadi, jangan sekadar bikin peraturan,” dia mewanti-wanti
Filipina
Manila, ibukota Filipina, tercatat berulang kali mencoba menerapkan kebijakan itu. Pada 9 Maret 2010, otoritas lalu lintas kota itu menguji coba skema pelat nomor ganjil-genap untuk diterapkan di jalan-jalan arteri. Selain mobil pribadi, angkutan umum seperti jeepney terkena aturan itu. Di hari pertama uji coba, jalanan Manila mendadak bebas macet.
”Pengemudi merespons positif,” kata Kepala Polisi Lalulintas, Engelbert Soriano, seperti diansirSunstar.com, pada hari pertama uji coba.
Jeepney berpelat nomor ganjil dilarang memasuki kawasan bisnis pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Yang genap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu. Namun, tak ayal masalah langsung muncul. Tidak semua penumpang mengetahui uji coba kebijakan baru ini. Akibatnya, banyak yang terlantar di pinggir jalan karena angkutan kota yang beroperasi berkurang separuhnya.
Toh otoritas kota merasa uji coba itu berhasil. Maka, jangkauan wilayah dan jenis kendaraan yang diatur diperluas. Pada November 2010, kebijakan ini diberlakukan di sepanjang Epifanio de los Santos Avenue (EDSA).
Epifanio de los Santos Avenue, biasa disingkat EDSA, merupakan jalan arteri dan jalan tol yang penting di negara ini. Jalurnya melewati 6 dari 17 permukiman yang tersebar di kota Caloocan, Quezon, Mandaluyong, San Juan, Makati dan Pasay. Ini adalah jalan terpanjang dan terpadat yang berfungsi sebagai koridor utama utara-selatan di Manila Metropolitan. Otoritas setempat memperkirakan EDSA dilalui rata-rata 2,34 juta kendaraan setiap hari. Kecepatan rata-rata kendaraan di sini sekitar 10-20 kilometer per jam.
Kepadatan inilah yang mendasari Metropolitan Manila Development Authority (MMDA) menerapkan kebijakan ganjil-genap; yang bahkan di jalan-jalan tertentu digabungkan dengan sistem pengkodean warna. Skema ganjil-genap diimplementasikan pada 07.00-19.00. Pengkodean warna diterapkan pada jam-jam sibuk, antara 07.00–10.00 dan 17.00–19.00.
Dalam skema ganjil-genap, kendaraan pribadi maupun umum dengan nomor pelat yang berakhir dengan 1, 3, 5, 7 dan 9 dilarang melintas pada hari Senin, Rabu dan Jumat, sementara yang 2, 4, 6, 8 dan 0 pada hari Selasa, Kamis dan Sabtu.
Pemilik mobil pribadi ramai-ramai menentang kebijakan ini. Kebanyakan dari mereka adalah kaum profesional yang bekerja di kawasan bisnis kota itu. ”Ini tidak fair. Pemilik kendaraan yang membayar pajak untuk membangun jalan dibatasi menggunakan jalan,” kata Elvira Medina, Presiden The National Council for Commuters Protection (NCCP), seperti dilansir abs-cbnnews.com.
Protes NCCP didasari keluhan para pelaku usaha kecil menengah dan ibu-ibu rumah tangga yang setiap hari mengantar jemput anak ke sekolah. Para pengendara sepeda motor pun protes karena harus mengeluarkan uang lebih besar untuk ongkos naik angkutan umum. Awak bus ketinggalan. Sebanyak 3.000 awak bus mogok dan berunjuk rasa besar-besaran melawan kebijakan itu.
Sebagaimana dilansir Philippine Daily Inquirer, total ada 13 ribu bus yang terkena aturan itu. Sebanyak 1.000 kendaraan pribadi dilarang melaju di jalanan setiap harinya. Belakangan, untuk bus, skema ganjil-genap dimodifikasi. Larangan beroperasi hanya diberlakukan sehari dalam seminggu. Bus dengan pelat nomor berakhiran 1 atau 2 pada Senin, 3 atau 4 pada Selasa, 5 atau 6 pada Rabu, 7 atau 8 pada Kamis, dan 9 atau 0 pada hari Jumat.
Selain yang kontra, kebijakan ini punya pendukung juga. Kalangan ini mengungkapkan kebijakan ini berhasil mengurangi volume kendaraan hingga 50 persen. Dengan begitu, kecepatan perjalanan meningkat dari rata-rata 10-20 km/jam menjadi 50 km/jam.
Namun, argumen ini langsung termentahkan. Pada kenyataannya, banyak yang malah menambah jumlah kendaraan mereka. Orang-orang kaya di negeri itu membeli mobil baru untuk memastikan mereka punya mobil bernomor polisi ganjil sekaligus genap.
Skema ganjil-genap punya sejarah panjang di Filipina. Kebijakan ini diterapkan pertama kali pada 1995 untuk mengurangi kemacetan akibat proyek pembangunan rel di sejumlah wilayah di Metro Manila. Pengecualian diberlakukan untuk angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, mobil polisi dan militer, bus sekolah, serta kendaraan diplomat dan pejabat.
Dipandang berhasil, penerapannya diperpanjang. Pada tahun 1996, MMDA menerbitkan Peraturan Modifikasi Skema Ganjil-Genap yang diterapkan untuk kendaraan umum seperti taksi, bus, dan jeepney. Kebijakan ini mengalami pasang surut: diterapkan, dicabut, dimodifikasi, diterapkan lagi. Namun, sampai hari ini Manila masih saja dibelit kemacetan.
China
Beijing, China, memberlakukan skema ganjil-genap saat menjadi tuan rumah Olimpiade. Kebijakan ini diterapkan hanya selama dua bulan, mulai tanggal 20 Juli 2008. Tujuannya untuk mengurangi kemacetan dan polusi selama Olimpiade dan Paralimpiade digelar.
Otoritas setempat menargetkan mengurangi 45 persen dari 3,29 juta mobil yang rata-rata melintas setiap harinya, dan mengurangi emisi kendaraan sebesar 63 persen.
“Lalu lintas yang lancar dan udara yang baik merupakan faktor penting untuk mensukseskan Olimpiade. Ini juga janji Beijing terhadap Komite Olimpiade Internasional,” kata Juru Bicara Departemen Transportasi Zhou Zhengyu ketika itu, seperti dilansir Reuters.
Yang menarik, para pemilik mobil yang terkena larangan ini diberi kompensasi. Mereka dibebaskan membayar pajak jalan atau kendaraan selama tiga bulan.
Namun, tak cuma membatasi, pemerintah Beijing menyediakan alternatif. Mereka menyiapkan jaringan transportasi umum, didukung tiga jalur kereta bawah tanah yang baru yang sanggup mengangkut empat juta penumpang tambahan setiap hari.
Dampak kebijakan ini dinilai positif. Selama diberlakukan, volume lalu lintas berkurang, emisi kendaraan bermotor menurun, dan laju rata-rata kendaraan meningkat.
Olimpiade usai, program itu pun berakhir. Namun, kebijakan anti macet tetap diperlukan China.
Menurut Organization for Economic Cooperation and Development, lebih dari 300 juta dari total 1,4 miliar warga China akan berpindah dari desa ke kota pada 2030. Selain itu, polusi udara di negeri Tirai Bambu juga semakin tinggi. "Urbanisasi di China sangat cepat, pengembangan transportasi perkotaan menghadapi tantangan baru,” demikian pernyataan resmi pemerintah pusat China.
Menurut data Biro Statistik Nasional China, pada akhir 2011 terdapat 62,4 juta kendaraan pribadi di China. Jumlah itu naik tujuh kali lipat dari angka 2003 yang baru 8,45 juta. Kementerian Transportasi China memperkirakan, tujuh tahun mendatang jumlahnya bakal melampaui 200 juta unit.
Karena itulah berbagai kebijakan pembatasan diluncurkan, bahkan lebih ketat dari sebelumnya. Ini mulai dari pembatasan Surat Pemesanan Kendaraan (SPK) hingga pengetatan penerbitan pelat nomor kendaraan roda empat baru. Namun, selain itu pemerintah China pun menggenjot pengembangan sistem angkutan umum massal dan terus memperbaiki sistem transportasi perkotaan mereka.
Meksiko
Sistem ganjil-genap juga diterapkan Meksiko. Pemerintah “Negeri Sombrero” melarang penggunaan mobil di seluruh wilayah federal dengan pelat nomor berakhiran 1 dan 5 pada hari Senin, 2 dan 6 pada Selasa, dan seterusnya untuk lima hari kerja dalam seminggu.
Awalnya, aturan ini efektif mengurangi volume kendaraan. Namun, seiring waktu berjalan banyak keluarga kaya membeli mobil kedua berpelat nomor ganjil dan genap. Kebijakan ini pun mentah.
Terjadi lonjakan jumlah kendaraan pribadi. Polusi semakin tinggi. Jalanan kembali macet. Dan kebijakan itu pun dianulir.
Indonesia?
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Azas Tigor Nainggolan menilai skema ganjil-genap dapat diterapkan di Indonesia. Menurut dia, kebijakan ini bisa menjadi pintu masuk bagi pembatasan yang lebih ketat, yaitu sistem jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP).
”Kalau Pemprov mau terapkan, saya setuju. Jakarta sudah membutuhkan langkah emergensi cepat untuk mengatasi masalah kemacetan,” katanya kepada VIVAnews.
Menurutnya, kebijakan ini bakal efektif mengurangi pengguna mobil pribadi. ”Skema ini sudah biasa diterapkan di bidang transportasi. Di beberapa negara, seperti di Athena, Yunani; cukup efektif pada tahun 1979 untuk mengatasi krisis BBM,” ujarnya.
Dia mengakui memang ada negara yang gagal menerapkannya, antara lain Manila, Filipina. Namun, hasil bagus ditunjukkan Beijing, China.
”Dipelajari saja di mana kegagalannya. Memang harus diterapkan di jalan-jalan utama, jangan cuma di kawasan 3 in 1 seperti Sudirman, Thamrin, Gatot Subroto, Rasuna Said, dan Harmoni. Saya rasa masyarakat sudah siap,” ujarnya, sembari buru-buru menambahkan, “Oh ya, dan harus mempersiapkan angkutan umum juga.”
Pakar tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mengingatkan kebijakan ganjil-genap harus matang dipersiapkan. Armada bus harus cepat ditambah, karena kemungkinan warga akan beralih ke angkutan umum. Sekarang ini sulit bagi pengguna kendaraan pribadi untuk langsung pindah ke angkutan umum mengingat pelayanannya yang buruk dan armadanya yang begitu terbatas. “Itu syarat minimal yang harus dipersiapkan,” Yayat mengingatkan.
Yang juga perlu diantisipasi adalah jaringan jalan alternatif. Saat skema ganjil-genap diberlakukan, sebagian pengguna kendaraan pribadi bakal memilih jalur alternatif. Untuk itu, harus ada skenario ruang dan jalan untuk mengantisipasi dampaknya.
“Juga, bagaimana pengaturan petugas di lapangan?” dia mempertanyakan.
Yayat juga mengingatkan dampak negatifnya bagi usaha sebagian warga. Arus konsumen ke pusat perbelanjaan atau perdagangan bisa anjlok dibuatnya.
Menurut dia, skema serupa yang sudah diterapkan di sejumlah negara terbukti selalu memiliki nilai plus minus. “Ukuran sukses sangat relatif. Seperti di Meksiko, saya sulit mengatakan itu berhasil. Memang tidak sempurna, ada kekurangannya. Ada masalah dengan pengubahan kebiasaan masyarakat. Kegagalan dari negara-negara lain bisa jadi contoh untuk diperbaiki. Jadi, jangan sekadar bikin peraturan,” dia mewanti-wanti