Dua pekan lalu publik digegerkan dengan penggerebekan di kediaman aktor ternama Raffi Ahmad di kawasan Lebakbulus, Jakarta Selatan, oleh Badan Nasional Narkotika. Buntut perkara itu membuat Raffi ditetapkan sebagai tersangka karena positif menggunakan dan memiliki zat psikotropika baru yang merupakan turunan cathinone atau katinona.
Katinona terkandung dalam daun khat (Chata edulis). Daun atau tumbuhan semak ini banyak terdapat di Afrika Timur dan Tengah serta sebagian Jazirah Arab.
BNN bekerjasama dengan Polri kemudian melacak jejak tumbuhan ini dan menemukannya di ladang seluas dua hingga tiga hektar di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. Tepatnya di Kampung Impres Pasir Tugu, Desa Cibiru, Cisarua. Pada 30 Januari 2013 jajaran Polda Jawa Barat menyita tumbuhan yang ada di ladang itu untuk diambil samplenya dan diteliti di Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri.
Direktur Narkoba Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Polisi Hafriono, mengatakan hasil tes laboratorium Mabes Polri menyatakan tumbuhan yang populer dengan sebutan "teh arab" oleh warga sekitar tersebut positif mengandung zat katinona.
"Saya baru dapat SMS dari Mabes Polri. Hasilnya positif mengandung zat katinona yang masuk dalam narkoba golongan I," kata Hafriono saat ditemui di Mapolda Jabar, Selasa 5 Februari 2013.
Hafriono menuturkan, tumbuhan ini biasanya ditanam di vila-vila yang berada di daerah Puncak, Cisarua. "Ditanam di halaman rumah oleh penjaga, ada ribuan tanaman namun belum sampai dibudidayakan," ujarnya.
Menurut Hafriono, penyelidikan tumbuhan khat hingga kini terus berlanjut. Dia telah menginstruksikan kepada seluruh jajaran Polda Jabar untuk terus menyelidiki keberadaan tumbuhan yang dimaksud. Garis polisi telah direntangkan di ladang milik warga yang menanam khat. Polda Jabar pun segera memusnahkan tanaman khat yang tumbuh subur di kawasan Cisarua, Bogor.
Terkait penanaman tumbuhan ini, memang belum ada keterangan resmi yang menyebutkan khat termasuk tanaman yang dilarang dibudidayakan, seperti halnya jenis tanaman ganja. Maka dari itu, hingga kini polisi belum bisa menjerat penanam sebagai tersangka, karena penanam belum mengetahui bahwa tanaman itu melanggar. Penanam pun hanya dimintai keterangan.
Kepala Humas Badan Narkotika Nasional (BNN), Kombes Pol Sumirat Dwiyanto, membenarkan bahwa BNN belum menentukan sikap atau sanksi kepada para petani yang menanam tumbuhan khat.
"Kami belum membicarakan proses hukum bagi mereka yang menanam khat. Saat ini masih fokus pada penyelidikan dengan melibatkan Polda Jabar, Polres Bogor dan Polsek Cisarua," kata Sumirat.
Dengan diketahuinya zat katinona yang ada di tanaman khat, maka BNN akan memusnahkan tanaman ini untuk tidak lagi diperjualbelikan. "Sedikitnya ada 55 lahan yang tumbuh di atas lahan sekitar 3 hektar, sebagian besar sudah ditebang dan dibakar," ujarnya.
Sumirat mengatakan, dengan dimusnahkannya tanaman khat yang sudah sejak dulu menjadi mata pencaharian warga, BNN akan memberikan program menanam tanaman produktif lain. Program ini masih dijalankan BNN untuk petani ganja di Aceh dan Mandailing Natal.
"Di Aceh kami sudah memberikan penyuluhan dan program kepada petani ganja untuk tidak menanamnya. Dan itu berhasil mereka jadi menukarnya dengan tanaman jenis lainya, seperti sayuran dan buah-buahan, nanti akan kami terapkan hal serupa di sini," jelasnya.
Terkait penemuan tumbuhan tersebut, BNN terus mengimbau kepada masyarakat untuk tidak menanam tumbuhan khat tersebut dan melaporkan apabila menemukan tanaman tersebut. BNN juga meminta waspada terhadap setiap aktivitas transaksi tanaman haram tersebut.
"Tolong dilaporkan jika ada informasi apapun terkait kegiatan orang yang menggarap lahan untuk menanam tumbuhan jenis itu. Kami minta warga bisa mengerti," ujarnya.
Mata Pencaharian
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari warga setempat, ternyata tumbuhan khat menjadi mata pencaharian utama penduduk di daerah Cisarua, Bogor. Tumbuhan ini sangat menguntungkan bagi pemiliknya.
Sebab, jika dijual, harga tumbuhan tersebut cukup tinggi. Daun dari tumbuhan khat biasanya dijual oleh penduduk sekitar dengan harga kisaran Rp30 ribu untuk batang berwarna hijau dan Rp200 ribu untuk batang yang berwarna merah per satu kantong kecil atau berberat 250 gram. Sehingga wajar saja, saat BNN hendak menyita ladang yang menanam tumbuhan ini, para warga sempat menolaknya.
Mereka sempat minta ganti rugi kepada BNN apabila tanamannya diambil. Namun, setelah BNN melakukan penyuluhan kepada para penduduk bahwa pohon tersebut merupakan salah satu jenis tanaman terlarang, mereka bersedia memberikan tanamannya.
Pembeli tumbuhan khat mayoritas adalah warga keturunan Timur Tengah yang tengah berlibur di daerah Puncak, Cisarua, Bogor. Mereka biasa mendapatkan informasi tentang tumbuhan khat dari sopir-sopir travel setempat.
Direktur Narkoba Polda Jabar, Kombes Pol Hafriono mengatakan khat yang tumbuh di Cisarua, Bogor, awalnya berasal dari orang Timur Tengah yang datang ke daerah tersebut untuk berwisata. "Mulai tahun 2005 dibawa oleh orang luar, wisatawan asal Timur Tengah. Lalu kemudian ditanam oleh warga," ungkapnya.
Dia menjelaskan tumbuhan ini dapat tumbuh optimal di lingkungan dengan cuaca sejuk atau dingin, dan bisa dimakan langsung seperti daun sirih. "Jenisnya ada dua, ada yang batangnya warna hijau dan ada yang berwarna merah. Tinggi tumbuhan sendiri bisa mencapai 2 meter."
Bentuk tumbuhan khat, kata Hafriono, tidak jauh berbeda dengan bentuk daun salam, atau pun kembang rose. "Tidak ada spesifikasi khusus, atau bentuk yang berbeda dibandingkan dengan daun salam, hampir serupa," ujarnya.
Tumbuhan khat sendiri di kawasan Cisarua banyak digunakan sebagai makanan penutup usai mengkonsumsi nasi kebuli atau sebagai penetralisir setelah memakan daging kambing. Bagi warga timur tengah, tanaman ini biasa mereka konsumsi di tanah air mereka.
Daun atau tumbuhan semak ini banyak terdapat di Afrika Timur dan Tengah serta sebagian Jazirah Arab. Daun khat bahkan sudah lama dikonsumsi dengan cara dikunyah di wilayah-wilayah itu. Berdasarkan catatan National Center for Biotechnology Information, di Yaman, khat dikonsumsi kelompok pekerja seperti pengemudi kendaraan bermotor dan pengemudi truk.
Daut khat jadi 'camilan' yang disukai para pengemudi lantaran bisa mengurangi ngantuk, terutama saat harus menyetir dalam jarak jauh.
Tapi ternyata, perilaku mengemudi para sopir yang mengkonsumsi daun khat dinilai berbahaya. Dalam catatan WHO, secara global, kecelakaan akibat sopir yang mengunyah khat sangat signifikan.
Daun khat yang dikunyah oleh sopir Afrika Timur dan Jazirah Arab menjadi kontributor utama kecelakaan lalu lintas di jalan. Di Ethiopia contohnya. Tingkat kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kematian di negera itu sangat tinggi. Lembaga lalu lintas Ethiopian National Road Safety Coordination Officemenyebutkan, sedikitnya terjadi 114 kasus kematian yang melibatkan 10.000 kendaraan setiap tahunnya.
Tercatat, 81 persen dari kecelakaan lalu lintas di Ethiopia dikaitkan dengan kesalahan sopir. Sopir yang mengkonsumsi khat cenderung memiliki tingkat halusinasi tinggi dan akibatnya mereka kerap berbelok atau berhenti secara tiba-tiba untuk menghindari benda imajiner yang sebenarnya tidak ada.
Polisi lalu lintas di Etiopia mengaku kesulitan untuk menangkalnya karena tidak ada teknologi untuk mengetes apakah si sopir mengkonsumsi khat atau tidak.
Daut khat jadi 'camilan' yang disukai para pengemudi lantaran bisa mengurangi ngantuk, terutama saat harus menyetir dalam jarak jauh.
Tapi ternyata, perilaku mengemudi para sopir yang mengkonsumsi daun khat dinilai berbahaya. Dalam catatan WHO, secara global, kecelakaan akibat sopir yang mengunyah khat sangat signifikan.
Daun khat yang dikunyah oleh sopir Afrika Timur dan Jazirah Arab menjadi kontributor utama kecelakaan lalu lintas di jalan. Di Ethiopia contohnya. Tingkat kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kematian di negera itu sangat tinggi. Lembaga lalu lintas Ethiopian National Road Safety Coordination Officemenyebutkan, sedikitnya terjadi 114 kasus kematian yang melibatkan 10.000 kendaraan setiap tahunnya.
Tercatat, 81 persen dari kecelakaan lalu lintas di Ethiopia dikaitkan dengan kesalahan sopir. Sopir yang mengkonsumsi khat cenderung memiliki tingkat halusinasi tinggi dan akibatnya mereka kerap berbelok atau berhenti secara tiba-tiba untuk menghindari benda imajiner yang sebenarnya tidak ada.
Polisi lalu lintas di Etiopia mengaku kesulitan untuk menangkalnya karena tidak ada teknologi untuk mengetes apakah si sopir mengkonsumsi khat atau tidak.
Efek Samping
Efek samping menggunakan katinona lebih berbahaya dari sabu-sabu maupun ekstasi sehingga perlu diwaspadai peredarannya. Cathinone (S-alpha-aminopropophenone) adalah nama bahan aktif berwujud kristal yang bisa diekstrak dari tumbuhan asli Afrika yang bernama Latin Catha edulis dengan sinonimCatha forskalii, Catha glauca, Celestrus edulis, dan Methyscophyllum glaucum.
Tumbuhan ini memiliki banyak nama lokal, di antaranya menggambarkan asal kata dari mana nama Latinnya dibuat yaitu: cat, catha, ciat, khat, kaad, dan kafta.
Katinona sebenarnya bukan barang baru dan jauh lebih awal ditemukan oleh ahli di Eropa. Namun karena bahaya daripada golongan katinona lebih besar, sehingga orang beralih dan keluar zat baru amphetamin derivat.
"Jadi kalau Cathinone dari alam kemudian diisolasi, misalnya kita lihat kalau disubstitusi senyawa dasar Cathinone itu gugusnya dengan gugus methil maka Cathinone berubah menjadi Metcathinone," kata Staf Ahli Kimia Farmasi BNN, Mufti Djusnir.
Bahaya dari zat itu, lanjut dia, jika mengonsumsi akan mengalami psikoaktif, dan siapa pun yang menggunakan tanpa takaran jelas mengakibatkan overdosis sehingga kejang, kram dan berakhir dengan kematian.
Meski termasuk zat-zat psikotropika, penggunaan katinona di beberapa negara Eropa tidak dilarang. Diketahui katinona dimasukkan sebagai golongan I Konvensi PPB untuk zat-zat psikotropika tahun 1971. Di Indonesia sendiri, katinona tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pada daftar narkotika golongan I. Dalam Undang-Undang Pengawasan Psikotropika di Indonesia karena mengandung Monoamina Alkaloid.